Kerusuhan Massal Akibat Krisis Ekonomi di Sri Lanka, Pemerintah Blokir Akses Media Sosial

Pemerintah menetapkan status darurat untuk mengatasi kerusuhan massal

Muhammad Yunus
Minggu, 03 April 2022 | 15:18 WIB
Kerusuhan Massal Akibat Krisis Ekonomi di Sri Lanka, Pemerintah Blokir Akses Media Sosial
Pengunjuk rasa menghindari gas air mata yang digunakan polisi di dekat kediaman Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa saat protes terhadap presiden atas banyak krisis yang terjadi di negara tersebut setelah 13 jam tanpa listrik akibat kekurangan mata uang asing untuk mengimpor bahan bakar, di Kolombo, Sri Lanka, Kamis (31/3/2022) [Suara.com/Antara]

SuaraSulsel.id - Pemerintah Sri Lanka pada Minggu memblokir akses ke media sosial setelah menetapkan status darurat untuk mengatasi kerusuhan massal akibat krisis ekonomi di negara itu.

Jam malam diberlakukan secara nasional. Karena protes-protes terhadap cara pemerintah menangani krisis ekonomi telah berubah jadi kekerasan.

Jam malam itu akan berlangsung hingga Senin pukul 06.00 waktu setempat (07.30 WIB).

Tentara Sri Lanka terlihat membawa senapan serbu dan polisi menjaga pos-pos pemeriksaan di Kolombo.

Baca Juga:Curhat Sopir Truk Nyasar ke Kompleks Makam, Ngakunya Melintas di Jalan Raya Biasa

"Pemblokiran media sosial bersifat sementara dan diberlakukan atas instruksi khusus dari Kementerian Pertahanan. Hal itu dilakukan demi kepentingan negara dan rakyat guna menjaga ketenangan," kata Ketua Komisi Regulasi Telekomunikasi Jayantha de Silva.

Organisasi pemantau internet NetBlocks mengatakan, data jaringan seketika menunjukkan bahwa Sri Lanka telah menerapkan pemblokiran media sosial secara nasional. Akses ke sejumlah platform, seperti Twitter, Facebook, WhatsApp, YouTube dan Instagram dibatasi.

Menteri Pemuda dan Olahraga Namal Rajapaksa, keponakan Presiden Gotabaya Rajapaksa, mencuit bahwa dirinya "tak akan pernah membiarkan pemblokiran media sosial".

"Adanya VPN (virtual private network), seperti yang saya gunakan sekarang, membuat larangan itu sama sekali tak berguna. Saya minta otoritas untuk berpikir lebih progresif dan mempertimbangkan lagi keputusan ini," kata dia.

Presiden Rajapaksa menetapkan keadaan darurat pada Jumat yang memicu kekhawatiran akan adanya tindakan keras dari pemerintah terhadap protes, di tengah kenaikan harga-harga, kelangkaan bahan pokok dan pemadaman listrik bergilir.

Baca Juga:Viral di Toraja, Pohon Keramat Yang Tumbang Baru Bisa Dievakuasi Setelah Ritual Aluk Todolo

Kekuasaan darurat di masa lalu membolehkan militer untuk menangkap dan menahan tersangka tanpa surat perintah.

Belum jelas apakah status darurat saat ini juga memungkinkan hal yang sama.

Aksi-aksi protes juga menandai penurunan drastis dukungan politik bagi Presiden Rajapaksa, yang merebut kekuasaan sejak 2019 dengan janji menstabilkan situasi.

Lebih dari dua puluh tokoh oposisi berhenti di barikade polisi saat berjalan menuju Lapangan Merdeka. Beberapa di antaranya meneriakkan "Gota Go Home" (Gotabaya Pulang Saja).

"Ini tak bisa diterima," kata pemimpin oposisi Eran Wickramaratne sambil bersandar di barikade. "Ini adalah demokrasi."

Inspektur polisi Nihal Thalduwa mengatakan 664 orang telah ditangkap. Karena melanggar aturan jam malam di Provinsi Barat, wilayah administratif paling padat penduduk yang mencakup Kolombo.

Para kritikus mengatakan penyebab krisis terburuk dalam beberapa dekade itu adalah salah urus ekonomi oleh pemerintah yang menimbulkan defisit kembar: kekurangan anggaran dan defisit transaksi berjalan.

Krisis saat ini diperparah oleh pemotongan pajak besar yang dijanjikan Rajapaksa saat kampanye pemilu 2019, beberapa bulan sebelum pandemi COVID-19 mulai menghantam ekonomi negara itu.

Di halte bus pemerintah Pettah di Kolombo, pelukis Issuru Saparamadu mengaku putus asa mencari cara untuk pulang ke rumahnya di Chilaw, sekitar 70 km dari sana.

Ketika angkutan umum berhenti beroperasi selama jam malam, Saparamadu mengatakan dia tidur di emperan jalan. Setelah bekerja sepanjang pekan di Kolombo.

"Saya tak bisa pulang. Saya terjebak (di sini)," kata dia. "Saya sangat frustrasi."

Para diplomat Barat dan Asia di Sri Lanka mengatakan mereka memonitor situasi dan berharap pemerintah mengizinkan penduduk untuk menggelar demonstrasi secara damai. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini