Pengamat: Penundaan Pemilu Tidak Mencerminkan Semangat Demokrasi di Indonesia

Pengamat Politik Universitas Paramadina A Khoirul Umam

Muhammad Yunus
Jum'at, 25 Februari 2022 | 19:20 WIB
Pengamat: Penundaan Pemilu Tidak Mencerminkan Semangat Demokrasi di Indonesia
Massa yang tidak menerima hasil Pemilu 2019 mulai mendatangi depan kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat. (Suara.com/Fakhri)

SuaraSulsel.id - Pengamat Politik Universitas Paramadina A Khoirul Umam menilai wacana menunda pemilihan umum 2024 sampai 1–2 tahun merupakan usulan yang sarat kepentingan politik dan tidak mencerminkan semangat demokrasi di Indonesia.

Menurut Umam, saat dihubungi di Jakarta, Jumat, pemulihan ekonomi akibat COVID-19 yang kerap dijadikan sebagai alasan penundaan tidak dapat diterima karena Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 digelar pada masa pandemi.

"Argumen yang mengusulkan pengunduran Pemilu 2024 itu sangat klise dan sarat kalkulasi kepentingan politik," kata Umam melalui pesan tertulisnya yang diterima di Jakarta.

Usulan menunda Pemilu 2024 muncul salah satunya dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin).

Baca Juga:Usulan Pemilu Ditunda, Akademisi: Untuk Konsolidasi Kekuasaan Pihak Tertentu, Bukan Wacana Baru

Muhaimin, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI, di Jakarta, Rabu (23/2) menyampaikan Pemilu 2024 sebaiknya ditunda demi mempertahankan momentum pemulihan ekonomi.

Ia menyampaikan usulan itu setelah mendengar masukan dari beberapa pelaku UMKM, analis ekonomi, dan para pebisnis.

Menurut Muhaimin, jika Pemilu tetap digelar pada 2024, ia khawatir transisi kekuasaan dapat menyebabkan ketidakpastian di berbagai sektor khususnya pada ekonomi dan bisnis.

Namun, Umam menilai usulan Muhaimin menunda Pemilu 2024 kemungkinan didorong oleh kebutuhan mendanai Pemilu yang saat ini terbatas karena terdampak pandemi.

"Usulan Cak Imin mengulur jadwal Pemilu ini tampaknya karena ia berharap bantuan dana politik dari sektor privat (swasta, red.), atau pelaku usaha bisa lebih terkonsolidasi seiring dengan membaik-nya situasi pandemi dan pemulihan ekonomi," tutur Umam.

Baca Juga:Soal Usulan Pemilu 2024 Diundur, Yusril Ihza: Kalau Sekedar Usul Tanpa Dasar Bisa Timbul Krisis

Tidak hanya itu, Umam, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (IndoStrategic), juga menilai usulan menunda Pemilu merupakan upaya mengulur-ulur waktu demi meningkatkan elektabilitas politik.

“Ini adalah strategi mengulur-ulur waktu (buying time strategy) mengingat tingkat elektabilitas tertinggi di bursa calon presiden lebih banyak didominasi tokoh-tokoh non partai politik atau tokoh parpol tetapi mereka tak punya kendali atas parpol," kata Umam.

Ia menyebut hanya Ketua Umum DPP Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang punya tingkat elektabilitas cukup memadai.

"Selebihnya, Airlangga (Ketua Umum Golkar), Cak Imin, dan pimpinan parpol lainnya masih berada di posisi satu koma (menengah ke bawah, red.)," ucap Umam.

Ia meyakini mereka para pengusul Pemilu ditunda berharap elektabilitas para pimpinan parpol yang saat ini berada di level menengah dan bawah dapat meningkat.

"Usulan Cak Imin yang senada dengan usulan Menteri Investasi Bahlil beberapa waktu lalu besar kemungkinan hanya mengakomodasi suara pengusaha yang berusaha mempertahankan kepentingan bisnis mereka, karena mereka khawatir akan terdampak perubahan struktur kekuasaan nasional," ujar Pengamat Politik Universitas Paramadina itu.

Umam berharap usulan menunda Pemilu 2024 tidak diperpanjang, karena itu dapat membuka ruang bagi kekuatan oligarki dan otoritarianisme untuk mengubah konstitusi demi kepentingan kelompok tertentu. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini