SuaraSulsel.id - Jenazah Sahrul, warga Arasoe, Kabupaten Bone dikabarakan sempat tertahan di rumah sakit. Karena tidak bisa membayar biaya pengobatan di rumah sakit. Jenazah bisa dibawa setelah dijamin oleh seorang Anggota DPRD, Senin, 14 Februari 2022.
Cerita pilu dialami keluarga Sahrul di RSUD Tenriawaru, Kabupaten Bone. Pihak keluarga tidak bisa memulangkan jenazah untuk dimakamkan secepatnya. Sebelum membayar tagihan Rp12 juta.
Meski sudah siap dengan dana Rp3 juta, pihak rumah sakit disebut tak mau menerima uang itu. Negosiasi mentok.
Pihak keluarga lalu mengabari Anggota DPRD Kabupaten Bone, Muhammad Salam pada malam harinya. Legislator Nasdem itu kemudian memberikan jaminan untuk sisa pembayaran Rp5 juta.
Kisah jenazah yang ditahan ini viral di media sosial. Sebab sebelumnya, kasus yang sama juga terjadi di Kabupaten Bone, baru-baru ini.
Jenazah seorang bayi terpaksa dipulangkan menggunakan sepeda motor karena tidak mampu membayar biaya ambulans. Warganet mengaku miris melihat kondisi rumah sakit di Bone.
"Lagi dan lagi rumah sakit di Bone. Miris sekali. Apakah BPJS atau JKN-KIS hanya sekadar kartu?," tulis akun Fathullah di instagram.
Rumah Sakit Membantah
Sementara itu, pihak rumah sakit membantah sudah menahan jenazah Sahrul. Mereka berdalih keluargalah yang meminta agar jenazah disimpan saja di ruang perawatan terlebih dahulu.
Humas RSUD Tenriawaru Bone Ramli Syam mengatakan, pasien dirawat sejak tanggal 2 Februari. Dia dinyatakan meninggal pada tanggal 14 Februari 2022 karena komplikasi.
"Saya bantah itu tidak benar. Justru pihak keluarga yang minta disimpan saja di ruang perawatan di bangsal C1," kata Ramli saat dikonfirmasi.
Ramli menjelaskan pada saat pasien dinyatakan sudah meninggal, perawat membolehkan agar pasien tetap berada di ruang perawatan, bukan di kamar jenazah. Pihak keluarga kemudian diminta ke kasir untuk mengurus biaya pengobatan.
Selama dirawat, pihak keluarga diminta untuk membayar Rp12 juta. Itu disebabkan karena pasien menggunakan oksigen sampai 54 ribu liter dan pengobatan lainnya.
Apalagi pasien ini tidak punya BPJS. Dia tercatat sebagai pasien umum.
"Pihak kelurga bilang tidak punya cukup uang, jadi rumah sakit bolehkan bayar dulu Rp8 juta," jelasnya.
Pihak keluarga kemudian mengaku hanya punya uang Rp3 juta. Rumah sakit pun kata Ramli membolehkan.
"Kami bilang gak masalah, nanti sisanya dibayar kemudian. Tapi mereka tidak ke kasir. Mereka malah menelpon kiri kanan dan datanglah anggota dewan dan wartawan," tukasnya.
Ramli mengaku kasus pasien yang tidak punya cukup uang namun tetap dilayani bukan terjadi kali ini saja. Pihak rumah sakit pun selalu memberi keringanan kepada mereka.
"Tapi ini isunya berubah seolah kita yang tahan padahal keluarganya yang bilang nanti saja," tandas Ramli.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing