SuaraSulsel.id - Pencari suaka di Kota Makassar, Lailah Ahmadi mengatakan sudah berada di Makassar selama sembilan tahun. Selama itu pula sudah ada 15 orang terdekatnya yang meninggal selama mengungsi dari negara asalnya.
"Semua orang pusing, capek, tidak bisa kerja, tidak bisa sekolah. Tidak ada kepastian kapan diberangkatkan ke negara ke tiga. Kita keluarga sudah ada 15 orang yang meninggal," ungkap Lailah, Senin 8 November 2021.
Ia mengaku, diantara mereka banyak yang meninggal karena sakit. Sementara mereka tidak bisa berobat ke rumah sakit pemerintah.
"Tidak bisa berobat, tidak ada orang yang urus. Mau berobat (ke dokter) uang tidak cukup," ujarnya.
Baca Juga:Wali Kota Danny Pomanto Resmikan Renovasi Bangunan Makam Raja Bone ke XXII
Untuk kebutuhan seperti makan, mereka juga serba kekurangan. Walau setiap bulan mendapat bantuan Rp1,2 juta dari UNHCR, tapi menurutnya itu tidak mencukupi.
Mereka mengaku tak tahu lagi harus kemana. Sementara negaranya, Afghanistan semakin bergejolak.
"Tidak mungkin kita di sini terus, sementara tidak ada kejelasan dari UNHCR untuk negara ketiga. Mau pulang ke Afghanistan tidak aman, perang terus," tukas Lailah.
Ratusan pencari suaka di Kota Makassar masih memadati trotoar Jalan Jendral Sudirman, Senin, 8 November 2021. Mereka menggelar unjuk rasa di depan menara Bosowa, yang merupakan kantor UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees).
Pantauan SuaraSulsel.id, pengungsi mendirikan tenda dan menggelar tikar untuk tempat tidur. Sejumlah spanduk juga dibentangkan di sepanjang jalan Jendral Sudirman, Kota Makassar, sebagai aksi protes ke UNHCR.
Baca Juga:Ratusan Pengungsi Stres di Makassar: Pusing Tidak Kerja, Tidak Sekolah, Sakit, Mati
Walau hujan, mereka tidak peduli dan tetap bertahan di trotoar. Sebagian tenda bahkan bocor dan dimasuki air.
- 1
- 2