Cara Suku di Sulawesi Selatan Tes Kejujuran: Pegang Besi Linggis yang Membara

Tradisi Suku Ammatoa di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan

Muhammad Yunus
Selasa, 28 September 2021 | 06:00 WIB
Cara Suku di Sulawesi Selatan Tes Kejujuran: Pegang Besi Linggis yang Membara
Suku adat Kajang Ammatoa di kawasan hutan adat Kajang Ammatoa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Sabtu (4/11).

SuaraSulsel.id - "Atunnu Panrolli" atau bakar linggis adalah salah satu tradisi Suku Ammatoa di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan.

Masyarakat suku Ammatoa melakukan "Atunnu Panrolli" untuk menguji kejujuran. Biasanya dilakukan bagi masyarakat yang sedang berselisih dan tidak menemui titik temu.
Caranya, besi linggis dibakar dalam api sampai memerah membara, lalu dibacakan mantra.

Para tetua adat kemudian berkumpul dan memanggil pihak yang berselisih tadi. Mereka akan disuruh memegang linggis tersebut.

Siapa yang berbohong diklaim akan ketahuan. Karena tangannya akan melepuh. Begitu pun sebaliknya, jika jujur maka tidak akan kesakitan sama sekali. Saat memegang bara besi tersebut.

Baca Juga:5 Wisata Kuliner Halal di Pontianak, Ada Chai Kue Panas Siam dan Kwetiaw Apolo

Begitulah cara unik warga Suku Ammatoa dalam menguji kejujuran warganya.

Tampil Sederhana

Meski tampil sederhana, pakaian masyarakat di suku Ammatoa ternyata harganya sangat mahal. Sarung tenun yang digunakan masyarakat sehari-hari disana dijual dengan harga fantastis. Harganya bisa sampai Rp1,2 juta setiap lembarnya.

SuaraSulsel.id sempat menemui salah satu masyarakat yang sedang menenun, Juma. Alasan harga kain tenun Suku Ammatoa mahal, karena proses produksinya masih dilakukan secara tradisional.

Satu sarung tenun, proses pengerjaannya, kata Juma, bisa sampai satu bulan. Pewarnanya juga tidak menggunakan bahan kimia, tapi pewarna alami dari pohon bernama Taru yang ditanam masyarakat sekitar.

Baca Juga:Sekolah dan Kampus di Sulawesi Selatan Gelar Pembelajaran Tatap Muka Dengan Prokes

Tenun jadi sumber pendapatan masyarakat Ammatoa. Semua perempuan juga diwajibkan pintar menenun. Selain lihai memasak, mereka harus bisa menenun terlebih dahulu sebelum menikah.

Hasil produksi itu kemudian akan dibawa ke kota untuk dijual. Tak hanya sarung tenun, masyarakat sekitar juga bertani dan berkebun. Saat panen, mereka akan berjalan kaki ke luar kawasan untuk menjual hasil buminya. Berjalan kaki tanpa menggunakan sendal atau sepatu.

Suku Ammatoa adalah salah satu suku di Indonesia yang cukup dikenal, walau sangat tertutup. Mereka identik dengan pakaian berwarna hitam, lengkap dengan Passapu' atau pengikat kepala.

Suku adat Kajang Ammatoa di kawasan hutan adat Kajang Ammatoa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Sabtu (4/11).
Suku adat Kajang Ammatoa di kawasan hutan adat Kajang Ammatoa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Sabtu (4/11).

Wilayah Suku Ammatoa

Secara administratif, suku Ammatoa terletak di Desa Tana Toa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Kajang sendiri terdiri dari dua bagian; Kajang dalam dan Kajang Luar.

Di wilayah Kajang Dalam terdapat Suku Ammatoa. Wilayahnya terdiri dari tujuh dusun dan dihuni kurang lebih 3.000 penduduk.

SuaraSulsel.id sempat menyambangi kawasan adat Ammatoa, Kamis, 23 September 2021. Di pintu masuk kawasan adat ada pendopo, tempat beristrahat bagi pengunjung sebelum memasuki wilayah Ammatoa.

Di pendopo itu tertulis "Salamakki Antama' Ri Lalang Embaya Rambang Seppanna I Amma". Artinya selamat datang di kawasan tempat kecil Amma.

Jika sudah melewati pendopo tersebut, maka wajib hukumnya bagi pengunjung untuk mengikuti hukum adat masyarakat disana. Mereka memang masih tetap berpegang teguh dengan larangan adat.

Salah satu syarat utama masuk di kawasan ini adalah tidak boleh menggunakan alas kaki, tidak membawa telepon genggam, tidak berbicara kotor dan wajib berpakaian hitam. Itu sudah aturan.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini