Ormas Islam Indonesia Ini Disebut Organisasi Agama Paling Sukses di Dunia

Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama diusulkan untuk meraih Nobel Perdamaian pada tahun 2019

Muhammad Yunus
Minggu, 18 April 2021 | 15:35 WIB
Ormas Islam Indonesia Ini Disebut Organisasi Agama Paling Sukses di Dunia
Ketua PBNU Said Aqil Siradj dan Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir di Jakarta (Suaramuhammadiyah)

SuaraSulsel.id - Profesor Antropologi sekaligus pengamat Islam asal Boston University Amerika, Robert Hefner mengatakan pernah mengajukan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk meraih Nobel Perdamaian pada tahun 2019.

Meski gagal, Robert Hefner mengaku tidak pernah menyesal. Baginya, usaha memperkenalkan keistimewaan dua ormas Islam Indonesia, terutama Muhammadiyah di dunia internasional tak boleh berhenti.

“Di bawah bayangan saya, Muhammadiyah merupakan kunci karenanya Indonesia menjadi satu-satunya negara yang berhasil menjalankan amal sosial dan amal agamis yang boleh diamati sebagai model untuk seluruh dunia, tidak untuk organisasi muslim saja, tapi juga orang lain di negara-negara lain,” tutur Robert Hefner dalam Pengajian Ramadan 1442 H oleh PP Muhammadiyah, Jumat 16 April 2021.

Megutip dari Muhammadiyah.or.id, Prof Hefner menganggap bahwa di bidang pendidikan, Muhammadiyah menjadi pelopor dan potensial dijadikan prototype pendidikan ideal bagi negara-negara muslim. Dibandingkan dengan pendidikan tinggi lain di dunia Islam.

Baca Juga:Viral Video UMY Bagi-Bagi Menu Sahur Enak, Jam 1 Antrean Sudah Panjang

Hefner menyimpulkan pendapat tersebut setelah mengikuti berbagai forum internasional dengan praktisi pendidikan dari berbagai dunia Islam.

Dalam sebuah forum di Turki misalnya, Hefner mengisahkan seringkali menemui ahli sejarah maupun profesor yang kebingungan dan bertanya bagaimana Indonesia yang tidak memiliki sejarah perguruan tinggi bisa memegang peranan sedemikian cemerlang dibandingkan negara mayoritas muslim lainnya.

“Saya tegaskan bahwa negara yang paling berhasil mengembangkan format pendidikan Islam yang paling efektif, paling kini dan paling Islami dalam arti modern adalah Indonesia. Dan organisasi yang paling memberikan sumbangan kepada keberhasilan itu adalah Persyarikatan Muhammadiyah,” ungkapnya.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (kedua kiri) didampingi Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti (kedua kanan), Kadivhumas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono (kiri), dan Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas (kanan) bersiap memberikan keterangan pers di Kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (29/1/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (kedua kiri) didampingi Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti (kedua kanan), Kadivhumas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono (kiri), dan Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas (kanan) bersiap memberikan keterangan pers di Kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (29/1/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Selamatkan Islam dan Indonesia

Lahirnya organisasi Islam seperti Muhammadiyah menurut Robert Hefner berhasil membawa wajah baru bagi pendidikan Islam modern yang ideal. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia muslim secara umum.

Baca Juga:Sama-sama Berarti Puasa, Ini Perbedaan Shiyam dan Shaum

Sebelum Muhammadiyah lahir, sistem pendidikan di dunia muslim umumnya menggunakan sistem mulazamah (komunitas kecil), madrasah (lembaga sekolah) ataupun jami’ah (pendidikan tinggi).

Di Indonesia, wajah pendidikan Islam dalam arti madrasah menurut Hefner baru bermula pada akhir abad ke-18 dengan sistem pengajaran klasik. Melalui pendirian berbagai pondok pesantren tradisional.

Pendidikan pun seputar Alquran, Hadis, kitab hukum (ushul fiqh) dan ilmu pokok (ushuluddin) di dalam Islam. Sedangkan sumber-sumber pengajaran (kurikulum) hampir dipastikan berasal dari Timur Tengah.

“Dan kali ini baru setengah abad setelah perkembangan madrasah (tradisional), Muhammadiyah memberikan sumbangan yang paling krusial dalam kultur agamis, yakni perguruan tinggi Islami yang baru, yaitu madrasah dalam arti Muhammadiyah,” jelas Hefner.

Muhammadiyah dianggap Hefner berhasil membawa wajah baru karena menyertakan kurikulum pelajaran yang tidak sebatas permasalahan agama dan hanya bersumber dari Timur Tengah. Tetapi Muhammadiyah turut menyertakan pendidikan sains dan sumber-sumber Barat yang saat itu lazimnya dianggap kafir atau menyimpang oleh kalangan tradisional.

Pakem pemahaman Muhammadiyah memadukan antara nash (dalil) dan waqi’ (konteks zaman) dianggap Hefner cukup berhasil menghadirkan wajah peradaban Islam yang maju dan positif.

Lahirnya berbagai amal usaha Muhammadiyah di berbagai bidang selain agama adalah contoh lain dari pandangan keagamaan Muhammadiyah memandang hukum dan realitas.

Atas kesesuaian pemahaman dan pengamalannya di berbagai bidang itu, Muhammadiyah dianggap Hefner berhasil menyelamatkan tradisi politik maupun tradisi sosial dari krisis yang beberapa kali terjadi di Indonesia.

“Ulama al nushus dan ulama al waqi’ masih terus diharapkan dan telah tercapai sejak lama oleh sumbangan Islam Indonesia dan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Akibat sumbangan itu tidak hanya umat Islam yang selamat atau diselamatkan, tapi juga seluruh rakyat Indonesia,” terang Hefner.

Profesor Antropologi sekaligus pengamat Islam asal Boston University Amerika, Robert Hefner / [muhammadiyah.or.id]
Profesor Antropologi sekaligus pengamat Islam asal Boston University Amerika, Robert Hefner / [muhammadiyah.or.id]

Jaga Jarak dengan Politik Praktis

Pasca pesta politik tahun 2019, gejala fanatik politik partisan di Indonesia bukannya melemah. Politik partisan justru menguat seiring dengan menguatnya politik identitas.

Menyadari bahwa Muhammadiyah akhir-akhir ini sedang ditarik-tarik oleh kelompok fanatik politik partisan, Robert Hefner memuji komitmen Muhammadiyah tetap pada khittahnya. Yakni berada pada politik kebangsaan.

Berkaca dengan nasib kelompok Kristen Evangelis di Amerika yang justru semakin mundur. Setelah terlibat dalam politik partisan, Hefner tidak ingin nasib yang sama terjadi pada Muhammadiyah.

“Yang ada kekhawatiran dari saya, tapi bukan terletak pada Muhammadiyah. Tapi pada politik dan kultur Indonesia. Amerika juga mengalami tantangan yang sama bahwa organisasi agama yang secemerlang Muhammadiyah atau organisasi agama apapun harus betul-betul hati-hati kalau isu-isu politik dalam arti keras, politik massa,” ujarnya.

Bukan dalam arti sekuler atau membatasi gerak Muhammadiyah, profesor Antropologi itu memandang bahwa tarikan politik partisan pada akhirnya hanya merusak keberadaan suatu agama itu sendiri.

Hefner berharap Muhammadiyah terus aktif melakukan kiprah kebangsaan sembari tetap waspada dari tarikan-tarikan yang ada.

“Ada suatu keamanan bahwa yang dijalankan adalah politik moril, politik yang fair dan politik yang seimbang, dan sekali lagi tidak tergoda seperti Kristen Evangelis di Amerika,” pujinya.

“Menurut saya politik yang dijalankan oleh Pimpinan Muhammadiyah merupakan model dari keterlibatan orang agamis dalam bidang umum, dalam bidang politik, sosial dan lainnya, inilah sebuah contoh untuk organisasi lain di Indonesia dan negara-negara lain terutama umat agama yang lain,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini