Yang dilarang adalah melempar link berita ke media sosial lalu wartawan menyertakan komentarnya pada link berita itu. Kata Gusti, hal itu memang tidak boleh dilakukan wartawan. Apalagi jika komentarnya berisi opini.
Karena itu Gusti berharap semua pihak dengan kesadaran hukum mendudukkan masalah ini pada tempatnya.
Kuasa Hukum Pedoman Media Muhammad Nur mengatakan, laporan Raymond Ardan Arfandy ke Polda Sulsel tak bisa diteruskan. Karena bukan ranah pidana. Apa yang dilaporkan Raymond berkaitan dengan sebuah produk jurnalistik.
"Produk jurnalistik itu diatur dengan UU Pers. UU ini kedudukannya leg spesialis. Artinya dia lahir secara khusus untuk dipakai sebagai acuan dalam menyelesaikan sengketa pers," kata Nur.
Baca Juga:Ditangani Polda Jatim, Polri Monitor Kasus Penganiayaan Jurnalis Tempo
Terkait berita yang dimuat Pedoman Media, kata Nur, harusnya dibawa ke Dewan Pers. Agar bisa diteliti di bagian mana yang menurut pelapor yang merugikan mereka.
"Dewan Pers itu kan paling paham soal produk-produk berita. Di sanalah tempatnya diuji. Setelah itu Dewan Pers memutuskan apa yang paling adil bagi dua belah pihak," jelas Nur.
Jika dalam berita tidak memenuhi unsur unsur jurnalistik yang benar tentu Dewan Pers akan bersikap terhadap media yang bersangkutan. Sebaliknya, jika berita itu sudah memenuhi unsur, maka kepada pelapor tetap dibuka ruang untuk memberi klarifikasi.
Dikatakan Nur, pelaporan ke polisi juga kecenderungannya tetap kembali ke Dewan Pers. Sebab untuk menguji berita itu nanti, polisi butuh pandangan ahli. Dan ahlinya ada di Dewan Pers.
Karenanya, Nur menyarankan Raymond menempuh jalur penyelesaian yang lebih efektif. Yaitu ke Dewan Pers.
Baca Juga:Resmi! Jurnalis TEMPO Laporkan Polisi Kasus Penganiayaan ke Propam Polri