SuaraSulsel.id - Pendiri dan Penanggung Jawab Pedoman Media, Gusti Palumpun menilai laporan Raymond Ardan Arfandy ke Polda Sulsel keliru dan salah alamat. Yang dilaporkan adalah produk jurnalistik, sehingga tidak relevan digiring menjadi pidana.
"Jelas keliru dan salah alamat. Karena itu murni produk jurnalistik. Kalau merasa keberatan dengan isi berita kan ada salurannya. Itu jelas diatur dalam UU Pers," kata Gusti Palumpun, Kamis 8 April 2021.
Raymond Arfandy melaporkan wartawan Pedoman Media, Andarias Padaunan ke Polda Sulsel. Terkait berita berjudul "Ada Peran NA, KPK Terus Dalami Proyek Infrastruktur Makale yang Ditangani PT Sabar Jaya". Berita ini dimuat pada 3 April 2021.
Berita ini adalah tindak lanjut dari berita sebelumnya berjudul "Telan Rp 9,8 Miliar, Proyek Penataan Kota Makale Masuk Bidikan KPK" yang dimuat pada 13 Maret 2021.
Baca Juga:Ditangani Polda Jatim, Polri Monitor Kasus Penganiayaan Jurnalis Tempo
Menurut Gusti, tidak ada yang keliru dari berita itu. Berita dimuat berdasarkan keterangan dari narasumber berkompeten dan fakta-fakta lapangan. Berita itu juga sudah memenuhi unsur perimbangan.
Prinsip cover both side, kata Gusti, sudah sangat terpenuhi di dalamnya. Sehingga dari perspektif UU Pers, sudah merupakan karya jurnalistik yang benar.
"Prinsip cover both side itu kan jelas. Kami sudah menjalankan kewajiban untuk melakukan konfirmasi. Di berita awal sudah ada konfirmasi dari pihak Raymond. Adapun di berita lanjutan kan tidak harus. Karena itu masih berita terkait," jelasnya.
Selanjutnya menurut Gusti, pihak kepolisian juga mestinya memahami bahwa karya jurnalistik diselesaikan seperti layaknya sengketa pers. Bukan digiring ke ranah pidana.
Apalagi sudah ada nota kesepahaman atau MoU antara Polri dan Dewan Pers mengenai hal itu. Dalam MoU tersebut, Polri dan Dewan Pers telah bersepakat mengenai permasalahan produk jurnalistik yang harus diselesaikan lewat sengketa pers. Di mana muaranya kembali ke Dewan Pers. Bukan digiring ke ranah pidana.
Baca Juga:Resmi! Jurnalis TEMPO Laporkan Polisi Kasus Penganiayaan ke Propam Polri
"Jadi mestinya kan Raymond ini kalau keberatan dengan berita kami ya melapornya ke Dewan Pers. Kalau tidak terima isi beritanya kan sederhana saja. Ada hak jawab. Bukan justru mendorong kasusnya ke ranah pidana. Ini mestinya dipahami. Jangan sedikit-sedikit main pidana. Main lapor. Harus pahamlah salurannya. Supaya kita sama-sama berjalan di atas aturan," paparnya.
Seharusnya polisi juga paham kedudukan pers. Jika seseorang keberatan dengan sebuah berita, maka idealnya laporan itu ditolak. Dan mengarahkannya pada saluran yang benar.
"Yang benar mana? Ya ke Dewan Pers," katanya.
Menurut Gusti Palumpun, ini penting dipahami bersama. Agar jelas ada pemisah antara sengketa pers dan sengketa pidana.
"Kalau tidak maka aturan menjadi kabur. Termasuk MoU yang telah disepakati bersama, Polri-Dewan Pers tidak menjadi sia sia," paparnya.
Gusti menjelaskan, kalau semua laporan sengketa pers digiring ke pidana lalu apa artinya UU Pers itu. Apa artinya leg spesialis.
Gusti mengatakan, perlu dipahami bahwa Pedoman Media adalah media online yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers. Artinya Pedoman Media secara legitimasi sudah mendapat pengakuan Dewan Pers.
"Jadi semua produk berita yang kami hasilkan itu karya jurnalistik. Yang secara legitimasi diakui Dewan Pers. Kan menjadi rancu kalau kami menghasilkan produk pers yang diakui oleh lembaga yang ditunjuk oleh negara (Dewan Pers) lalu itu dibatalkan," katanya.
Gusti juga mempersoalkan motif laporan Raymond karena adanya link berita yang di-share ke media sosial. Menurutnya, apa yang salah dari link berita yang disebar ke medsos.
Secara prinsip, tidak ada larangan menyebarkan link berita ke medsos manapun. Karena medsos memang sudah menjadi wadah penyaluran informasi untuk publik bagi media-media digital.
"Sepanjang isinya memenuhi unsur unsur jurnalistik sesuai kode etik kan tidak ada masalah," katanya.
Yang dilarang adalah melempar link berita ke media sosial lalu wartawan menyertakan komentarnya pada link berita itu. Kata Gusti, hal itu memang tidak boleh dilakukan wartawan. Apalagi jika komentarnya berisi opini.
Karena itu Gusti berharap semua pihak dengan kesadaran hukum mendudukkan masalah ini pada tempatnya.
Kuasa Hukum Pedoman Media Muhammad Nur mengatakan, laporan Raymond Ardan Arfandy ke Polda Sulsel tak bisa diteruskan. Karena bukan ranah pidana. Apa yang dilaporkan Raymond berkaitan dengan sebuah produk jurnalistik.
"Produk jurnalistik itu diatur dengan UU Pers. UU ini kedudukannya leg spesialis. Artinya dia lahir secara khusus untuk dipakai sebagai acuan dalam menyelesaikan sengketa pers," kata Nur.
Terkait berita yang dimuat Pedoman Media, kata Nur, harusnya dibawa ke Dewan Pers. Agar bisa diteliti di bagian mana yang menurut pelapor yang merugikan mereka.
"Dewan Pers itu kan paling paham soal produk-produk berita. Di sanalah tempatnya diuji. Setelah itu Dewan Pers memutuskan apa yang paling adil bagi dua belah pihak," jelas Nur.
Jika dalam berita tidak memenuhi unsur unsur jurnalistik yang benar tentu Dewan Pers akan bersikap terhadap media yang bersangkutan. Sebaliknya, jika berita itu sudah memenuhi unsur, maka kepada pelapor tetap dibuka ruang untuk memberi klarifikasi.
Dikatakan Nur, pelaporan ke polisi juga kecenderungannya tetap kembali ke Dewan Pers. Sebab untuk menguji berita itu nanti, polisi butuh pandangan ahli. Dan ahlinya ada di Dewan Pers.
Karenanya, Nur menyarankan Raymond menempuh jalur penyelesaian yang lebih efektif. Yaitu ke Dewan Pers.