Di daerah ledakan, atap besi rumah-rumah roboh dan teronggok di antara puing-puing. Pada sebagian besar rumah, hanya satu atau dua dinding yang masih berdiri.
Tak lama setelah rentetan ledakan muncul, orang-orang berlarian ke segala arah. Banyak diantaranya dalam keadaan bingung dan sambil berteriak.
Kumpulan asap mencapai langit dan di sekitar pangkalan tersebut sementara para petugas kebakaran berusaha memadamkan kobaran api.
Ledakan pangkalan militer terjadi ketika Guinea-Ekuatorial, negara penghasil minyak, belakangan ini didera guncangan ekonomi ganda.
Baca Juga:DPR Pastikan Tak Ada Pangkalan Militer Asing di RI
Guncangan tersebut merupakan akibat dari pandemi virus corona serta penurunan harga minyak mentah. Sektor yang menyumbang sekitar tiga perempat pendapatan negara.
Negara bekas koloni Spanyol itu sudah dipimpin Obiang, pemimpin terlama di Afrika, sejak 1979. Melalui kudeta militer berdarah. Kudeta itu juga menggulingkan pamannya, yang kemudian dieksekusi.
Kalangan pengkritik menyoroti keadaan bahwa Obiang dan keluarganya menikmati kekayaan mewah sementara mayoritas penduduk hidup dalam kemiskinan.
"Kami dengan keprihatinan mengikuti perkembangan di Guinea-Ekuatorial pascaledakan di kota Bata," kata Menteri Luar Negeri Spanyol Arancha Gonzalez Laya di Twitter.
Kedutaan Besar Spanyol di Malabo meminta para warga negara Spanyol agar tinggal di rumah mereka. (Antara)
Baca Juga:Bantah AS, Menlu Retno: Tak Ada Pangkalan Militer China di Indonesia
- 1
- 2