SuaraSulsel.id - Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah sudah ditetapkan menjadi tersangka dugaan suap dan gratifikasi oleh KPK. Ia tersandung proyek pedestrian Bira di Kabupaten Bulukumba.
Proyek ini memang digenjot Nurdin pada tahun 2020. Ia bahkan sempat melihat langsung progres pembangunan pedesterian pada awal Februari 2021 lalu.
Saat itu Sekretaris Dinas PUPR, Edy Rahmat dan kontraktor Agung Sucipto juga terlihat bersama Nurdin. Diketahui, keduanya juga ditetapkan jadi tersangka oleh KPK.
Nurdin saat itu mengaku Pantai Bira dikenal hingga ke mancanegara dan semakin padat. Pemprov melihat ini bisa dikembangkan.
Baca Juga:Gubernur Sulsel Tersangka KPK, Ketua PERADI Jakpus Ditunjuk jadi Pengacara
Pedestrian kemudian dibangun sepanjang 1,1 kilometer. Pemprov menggelontorkan anggaran Rp 1,08 miliar. Pengerjaannya sudah hampir rampung.
Kawasan ini menjadi destinasi wisata baru yang diperbaiki dan dirapikan dengan bantuan anggaran dari Pemerintah Provinsi Sulsel. Kawasan Bira sendiri masuk kawasan hutan lindung. Pengelolaannya nanti ada di pemerintah provinsi.
"Saya kira Bira ini adalah destinasi wisata yang cukup Indah. Kita bisa lihat setelah kita bangun pedesterian, infrastruktur jalan. Sekarang konsentrasi 90 persen semuanya ke sini," kata Nurdin Abdullah beberapa waktu lalu.
Nurdin bahkan sempat memperkenalkan spot wisata ini ke Menteri Pariwisata dan Kreatif, Sandiaga Uno, sehari sebelum ditangkap. Mereka terlibat diskusi secara virtual.
Kata Nurdin, Bira adalah salah satu kawasan pariwisata bahari yang sangat menarik. Sama dengan beberapa spot wisata lainnya.
Baca Juga:Nurdin Abdullah Jadi Tersangka Suap, Keluarga Langsung Tunjuk Pengacara
Jarak Tanjung Bira dari pusat Kota Makassar juga lumayan jauh karena memakan sekitar 5-6 jam melalui jalur darat. Maka dari itu, direncanakan pembangunan jalan tol yang bisa menghubungkan Makassar dengan Bulukumba.
Pihaknya juga ingin membangun bandara di Bira. Dengan begitu, wisatawan punya lebih banyak opsi.
Pemprov Sulsel juga bersinergi bersama Pemerintah Kabupaten Bulukumba untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Dalam hal ini pembenahan dan penataan Obyek Wisata Bira seperti Kawasan Titik Nol.
Sementara, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel, Edy Rahmat, menjelaskan, secara keseluruhan pembangunan pedestrian ini progresnya sekira 80-90 persen. Dalam waktu kurang lebih satu bulan akan selesai.
"Dalam waktu tiga minggu atau satu bulan selesai lagi. Dianggarkan bantuan Pemprov yang dilaksanakan oleh kabupaten Rp 1,08 miliar," jelasnya.
Belum sempat menuntaskan janjinya, Nurdin kini dicokok KPK, Sabtu (26/2/2021) lalu. Bersama lima orang lainnya, ia digelandang ke KPK.
Setelah melalui proses pemeriksaan selama 14 jam, KPK kemudian menetapkan Nurdin sebagai tersangka. Ia diuga menerima suap dari kontraktor Agung Sucipto.
Suap tersebut terkait dengan pengadaan barang dan jasa, dan perizinan proyek infrastruktur di Sulsel. Selain Nurdin dan Agung, Sekretaris Dinas PUPR Edy Rahmat juga terseret.
KPK saat ini sudah melakukan penahanan selama 18 hari di rutan KPK. Jabatan Nurdin Abdullah sebagai Gubernur juga dinonaktifkan sementara oleh Kemendagri.
KPK mengatakan Nurdin diduga menerima suap dan janji gratifikasi Rp5,4 miliar dengan rincian pada 26 Februari 2021 menerima Rp2 miliar yang diserahkan melalui Edy dari Agung.
Selain itu, Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain diantaranya pada akhir 2020 Nurdin menerima uang sebesar Rp200 juta, pertengahan Februari 2021 Nurdin melalui ajudannya bernama Samsul Bahri menerima uang Rp 1 miliar, dan awal Februari 2021 Nurdin melalui Samsul Bahri menerima uang Rp 2,2 miliar.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pemberi, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing