Menegangkan, Detik-detik Penangkapan Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi

Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan sejumlah tokoh senior lainnya dari partai berkuasa ditangkap dalam penggerebekan

Muhammad Yunus
Senin, 01 Februari 2021 | 09:42 WIB
Menegangkan, Detik-detik Penangkapan Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi di pengadilan internasional Den Haag, Belanda. (Foto: AFP)

Kekhawatiran kudeta itu kian besar setelah pada Rabu, kepada para perwira militer dalam Dewan Pertahanan Nasional lewat konferensi video, pemimpin militer Jenderal Min Aung Hlaing menyatakan jika Konstitusi 2008 bentukan militer tak dipatuhi, maka konstitusi harus dicabut.

Konstitusi itu pernah direferendumkan pada April 2008. NLD memboikotnya. Partai pimpinan Suu Kyi ini juga memboikot pemilu 2010 yang digelar di bawah payung konstitusi 2008.

Konstitusi 2008 adalah peta jalan menuju demokrasi yang disusun militer yang terpaksa diadopsi karena tekanan hebat dari Barat dan janji militer membuka Myanmar kepada dunia luar.

Konstitusi 2008 salah satunya mengamanatkan militer berkuasa atas masalah-masalah nasional yang membuat mereka mendapatkan jatah 25 persen kursi parlemen dan mendudukkan para pejabat militer dalam pemerintahan.

Baca Juga:Tak Hanya Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint Juga Ditahan Militer Myanmar

Tetapi hasil pemilu November 2020 membuat skenario tidak relevan karena NLD memenangkan 85 persen kursi. Militer pun menghadapi krisis eksistensi dalam politik Myanmar.

Mengutip laman The Irrawaddy, para loyalis NLD sendiri menolak keras tuntutan-tuntutan militer, termasuk desakan mengadakan pemilu ulang dan membubarkan UEC.

Suu Kyi sepaham dengan kolega-koleganya, tetapi dia diyakini bakal memilih cara rekonsiliatif, apalagi selama puluhan tahun tak henti dikelilingi musuh walaupun secara tidak langsung mempromosikan prinsip perjuangan dan statusnya di dalam negeri dan di luar negeri.

Jika NLD menolak tuntutan militer, sejumlah pengamat di Myanmar meyakini militer mungkin akan mengambil salah satu dari tiga langkah berikut.

Pertama, memboikot sidang parlemen 1 Februari; kedua mengikuti sidang parlemen tetapi menolak mencalonkan menteri pertahanan, menteri dalam negeri dan menteri perbatasan (yang semuanya mesti diisi militer sesuai dengan amanat konstitusi) dalam kabinet persatuan; atau ketiga melancarkan kudeta.

Baca Juga:Aung San Suu Kyi dan Tokoh Senior Myanmar Ditangkap

Semua dari ketiga opsi ini mengkhianati kehendak rakyat dan norma demokrasi karena sama artinya menolak hasil pemilu 8 November di mana 27 juta rakyat telah menyalurkan suaranya.

Namun fakta ini tak menghilangkan godaan kudeta karena militer tengah menghadapi momen yang bisa mengakhiri kiprah mereka dalam politik Myanmar.

Myanmar sudah mengalami tiga kudeta yang menghasilkan junta militer yang berkuasa selama 51 tahun.

Dua kali kudeta pertama menghasilkan junta pimpinan Jenderal Ne Win dari 1958 sampai 1960 (dua tahun) dan 1962 sampai 1988 (26 tahun), serta kudeta terakhir menciptakan periode junta pimpinan Jenderal Saw Maung, Than Shwe dan Khin Nyunt dari 1988 sampai 2011 (23 tahun).

Kini mayoritas rakyat Myanmar menilai kudeta bukan solusi, melainkan bisa menjerumuskan negara ke jurang krisis terdalam apalagi pada masa pandemi ini di mana Myanmar makin dibelit kesulitan ekonomi.

“Kudeta militer masih segar dalam ingatan rakyat dan mereka benci mengingatnya,” kata Khin Zaw Win, analis politik dari Tampadipa Institute di Yangon.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini