SuaraSulsel.id - Kematian pengusaha asal Sulawesi Selatan Haji Permata menjadi perhatian masyarakat luas. Pemilik nama asli Jumhan Bin Selo ini ditembak Petugas Bea Cukai Kepri saat terjadi konflik di laut.
Tidak terima dengan tindakan Petugas Bea Cukai, keluarga Haji Permata melaporkan kasus ini ke polisi.
Rencananya, hari ini sejumlah keluarga dan simpatisan Haji Permata akan berunjuk rasa di Kantor Dirjen Bea dan Cukai Kepri. Tapi polisi melarang. Guna menghindari penyebaran Covid-19.
Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Kota Batam Masrur Amin mengatakan, Haji Permata terkena tiga luka tembak pada bagian dada.
Baca Juga:Pasca Penembakan Haji Permata, Kepala Bea Cukai Siap Dipecat
"Ada tiga bekas luka tembak, di bagian jantung satu dan di dada ada dua," kata Masrur, usai pertemuan di Kantor Wilayah DJBC khusus Kepri, Selasa (19/1/2021).
Mengutip dari Batamnews.com -- jaringan suara.com, KKSS Kota Batam mengatakan, penembakan terhadap Haji Permata dilakukan pada jarak sekitar 15 meter.
"Dari informasi terakhir, penembakan yang dilakukan jaraknya itu 15 meter," ucap Masrur.
Namun demikian, Dia berharap bahwa kasus tersebut dapat diproses dengan baik dan hasil dari autopsi dapat menguak fakta-fakta.
"Mudah-mudahan bukti didapat pihak forensik kemarin, jangan tutupi kebohongan yang terjadi di lapangan," ujarnya.
Baca Juga:Ketua KKSS Sebut Haji Permata Ditinggal di Kapal Usai Ditembak Mati
"Tapi kita sudah sepakat, bersama-sama mengawal kasus ini dan kalau memang bersalah dihukum. Sesuai hukum kepegawaian kalau bersalah dipecat ya pecat," ucap Masrur.
Anggota DPRD Ikut Bicara
Anggota Komisi I DPRD Kepulauan Riau, Uba Ingan Sigalingging angkat bicara terkait kematian Haji Permata.
"Yang pertama tentunya saya sampaikan turut berduka cita atas meninggalnya Haji Permata," kata Uba.
Uba berharap pihak terkait melakukan penyelidikan secara tuntas dan transparan.
Dia mengatakan, insiden yang menewaskan pengusaha Batam Haji Permata membuka kotak pandora. Bahwa ada hal yang memicu maraknya penyelundupan rokok dari Batam.
"Terjadinya penyeludupan rokok sebagaimana yang disampaikan oleh Bea dan Cukai menimbulkan dugaan adanya sumber produksi rokok ilegal di Batam," ujar dia.
Jika merujuk pada pernyataan Bea Cukai, jumlah barang bukti yang diamankan jumlahnya cukup fantastis.
Dalam peristiwa itu, aparat kepabeanan mengamankan barang bukti rokok ilegal yang jumlahnya lebih dari 7,2 juta batang. Dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 7,6 miliar.
Uba mendorong penegak hukum yakni kepolisian dan Bea Cukai bisa menyelidiki sumber rokok ilegal di Batam ini.
Dia menduga produksi rokok ilegal ini sudah berlangsung lama dan tidak diawasi dengan semestinya.
Terkhusus untuk Bea Cukai, Uba meminta pengawasan yang dilakukan tak hanya di muara saja. Namun juga pada proses di hulu produksi.
Terlebih, jika merujuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152 tahun 2019, rokok produksi Batam yang beredar di Batam maupun diperjualbelikan keluar Batam semua harus membayar cukai.
Hal itu diperkuat dengan Nota Dinas Dirjen Bea dan Cukai Nomor ND-466/BC/2019 yang dikeluarkan Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi, menindaklanjuti surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor IPW.4.3-231/SES.M.EKON/05/2019 tanggal 9 Mei 2019, tentang Tindak Lanjut Rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Atas Hasil Kajian Optimalisasi Penerimaan Negara di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) tahun 2018, melalui pencabutan fasilitas cukai di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).
"Jadi BC juga harus mengawasi produksi rokok di Batam, apakah sesuai dengan cukai yang dibayarkan produsen ke negara atau malah berlebih sehingga berpotensi diselundupkan ke luar Batam," katanya.