SuaraSulsel.id - Gempa Bumi yang berpusat di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat membuat kerusakan dan korban jiwa. Sampai hari ini tercatat sudah lebih 40 orang meninggal di Majene dan Mamuju.
Dua gempa yang merusak pada tanggal 14 dan 15 Januari 2021 adalah gempa dengan magnitudo 5,9 dan 6,2. Membuat banyak rumah dan gedung bertingkat retak-retak dan ambruk.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisikan (BMKG) menyebut pusat gempa di Majene ini berdekatan dengan sumber gempa yang memicu tsunami di Majene pada 23 Februari Tahun 1969. Saat itu gempa dengan kekuatan 6,9 pada kedalaman 13 kilometer.
Gempa Majene saat itu menyebabkan 64 orang meninggal dan 87 orang luka-luka. 1.287 rumah dan masjid rusak. Dermaga pelabuhan di Majene pecah.
Baca Juga:Terhindar Dari Maut, Ustad Dasad Latif : Kuasa Allah Melindungi Saya
Kemudian terjadi tsunami setinggi 4 meter di Pelattoang. Serta gelombang tsunami setinggi 1,5 meter di Parasanga dan Palili.
Saat peristiwa itu terjadi, Mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Syafruddin yang juga Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia ternyata ikut menjadi korban. Kala itu, Syfaruddin masih berumur 8 tahun. Tinggal di Majene.
Syafruddin mengisahkan kejadian gempa di Kabupaten Majene pada tahun 1969. Gempa 52 tahun yang lalu, kata Syafruddin, mirip gempa yang terjadi di Majene pada 14 dan 15 Januari 2021.
Gempa bumi Februari tahun 1969 di Majene dirasakan warga cukup lama. Setiap hari ada gempa susulan. Berlangsung kurang lebih selama sebulan. Sampai memicu terjadinya tsunami.
Kejadian yang tidak bisa dilupakan Syafruddin, adalah terseret tsunami dan hampir menjadi korban meninggal.
Baca Juga:Foto Pemantauan Lokasi Terdampak Gempa Mamuju dari Udara
Syafruddin menceritakan kenangan pahitnya itu kepada Dekan Fakultas Teknologi Industri pada Universitas Muslim Indonesia Zakir Sabara. Sambil memantau perkembangan pasca gempa di Sulawesi Barat.
Menurut data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, gempa bumi akibat sesar naik di bagian barat Provinsi Sulawesi Barat pernah memicu terjadinya tsunami pada tahun 1928, 1967, 1969 dan 1984.
Berdasarkan informasi dari BMKG. Gempa bumi magnitudo 6,2 yang terjadi pada hari Jumat, tanggal 15 Januari 2021, pukul 01:28:17 WIB, lokasi pusat gempa bumi terletak di darat pada koordinat 2,98°LS dan 118,94°BT, dengan magnitudo (M6,2) pada kedalaman 10 km, berjarak sekitar 35 km selatan Kota Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Serta berjarak sekitar 62,2 km utara Kota Majene, Sulawesi Barat.
Penyebab Gempa Bumi
Berdasarkan lokasi pusat gempa bumi, kedalaman, dan data mekanisme sumber (focal mechanism) dari USGS Amerika Serikat dan GFZ Jerman, Badan Geologi menyebut gempa bumi tersebut berasosiasi dengan aktivitas sesar aktif di sekitar lokasi pusat gempa bumi.
Berupa sesar naik (dengan kedudukan N 28°E, dip 21° dan rake 104° atau kedudukan N 351°E, dip 16° dan slip 94°). Sesar naik ini tergolong sudut landai dan blok bagian timur relatif bergerak naik terhadap blok bagian barat bidang sesar.
Jalur sesar naik ini berasosiasi dengan lipatan (fold thrust belt) yang banyak terdapat di bagian barat Provinsi Sulawesi Barat.
Jalur sesar naik ini diperkirakan menerus ke arah darat. Kejadian gempa bumi ini diperkirakan diawali dengan gempa bumi pembuka (foreshock) yang terjadi sebelumnya pada hari Kamis tanggal 14 Januari 2021, pukul 13:35:49 WIB, dengan magnitudo 5,9.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati sudah meminta agar masyarakat di Sulbar mewaspadai adanya gempa susulan. Mereka juga diminta menghindari area pantai.
"Pusat gempa ada di pantai memungkinkan terjadinya longsor bawah laut sehingga masih atau dapat berpotensi tsunami. Apabila ada gempa susulan berikutnya dengan pusat gempa masih di pantai atau pinggir laut," katanya pada konferensi pers, Jumat (15/1/2021).
Gempa magnitudo sehari sebelumnya berkekuatan 6,2 itu termasuk gempa dangkal dengan pusat kedalaman 10 kilometer dari permukaan. Gempa disebabkan oleh sesar naik Mamuju atau Mamuju Thrust dan merupakan pengulangan dari dua gempa besar sebelumnya pada tahun 1969 dan 1984.