Tidak Netral di Pilkada, Ide Pencabutan Hak Politik ASN Kembali Mengemuka

Sulawesi Selatan masuk dalam kategori merah pelanggaran kode etik ASN

Muhammad Yunus
Selasa, 10 November 2020 | 05:10 WIB
Tidak Netral di Pilkada, Ide Pencabutan Hak Politik ASN Kembali Mengemuka
Ilustrasi PNS. (ANTARA)

SuaraSulsel.id - Dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di musim Pilkada 2020 meningkat.

Pengamat Hukum Pemilu Uhnas, Mappinawang, menilai Pilkada menjadi ujian berat bagi netralitas aparat negara. Apalagi jika yang maju di Pilkada itu adalah seorang petahana.

"Motif utama adalah mempertahankan jabatan, materi dan proyek. Dari data KASN juga kita lihat ini alasan yang paling tinggi ASN berpolitik praktis. Lalu, sisanya karena alasan kerabat dan keluarga," kata Mappinawang, Senin (9/11/2020).

Dia mengatakan, sudah saatnya pemerintah memikirkan hak politik PNS ke depan. Apakah sebaiknya dicabut seperti TNI/Polri. Tetapi jika dicabut apa konsekuensinya. Harus ada otonomi birokrasi.

Baca Juga:Akhirnya Blusukan, Gibran Rakabuming Disodori RTLH dan Pengerukan Sungai

"Sebab ini simalakama bagi pemerintah. ASN memiliki hak pilih, namun tidak diberikan kebebasan untuk berpihak. Di satu sisi, sulit bagi mereka untuk tidak berpihak," katanya.

Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mencatat ada 12 daerah yang paling rawan pelanggaran netralitas ASN. Salah satunya Sulawesi Selatan.

"Bahkan kemarin di Makassar lagi heboh soal video ada PNS yang ajak stafnya untuk pilih calon tertentu. Ini sedang kami tangani di KASN atas laporan dari Bawaslu setempat," kata Asisten KASN Pengawasan Bidang Penerapan Nilai Dasar, Kode Etik dan Kode Perilaku ASN, dan Netralitas ASN, Nurhasni.

Sebaran pelanggaran netralitas ASN di Pilkada 2020 / [Sumber: KASN]
Sebaran pelanggaran netralitas ASN di Pilkada 2020 / [Sumber: KASN]

Berdasarkan data KASN, Sulawesi Selatan saat ini masuk dalam kategori merah pelanggaran kode etik ASN.

Sulsel berada di posisi ke empat dengan jumlah 58 kasus.

Baca Juga:Evaluasi Debat Pertama, Bajo Akan Temui Tokoh Masyarakat

"Kami sedang menangani 830 kasus ASN selama musim Pilkada. Data ini per 9 November 2020. Ada 12 daerah yang paling tinggi pelanggarannya, 11 daerah kategori sedang dan 11 daerah lagi cukup rendah," tambahnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, ASN semestinya netral dan bebas dari intervensi golongan dan partai politik.

Hal itu juga ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil yang menyatakan ASN dilarang memberi dukungan kepada calon kepala daerah.

Nurhasni menjelaskan, modus pelanggaran netralitas beragam. Namun paling banyak di media social.

Yaitu mengunggah status, cuitan, menanggapi komentar, like, dan menyebarluaskan foto peserta.

Ada juga yang terlibat dalam kegiatan sosialisasi maupun kampanye, ikut memasang alat peraga kampanye, menghadiri deklarasi calon.

Ada 24,2 persen ASN kena sanksi karena kampanye di media social. 14,8 persen mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan salah satu calon tertentu.

14,2 persen melakukan pendekatan ke partai politik. 10,9 persen menghadiri deklarasi pasangan calon dan 9 persen membuat keputusan yang menguntungkan dan merugikan calon tertentu.

"Saat ini ada 619 ASN yang sudah keluar rekomendasinya dan 416 ASN sudah ditindaklanuti oleh PPK dengan penjatuhan sanksi. Mayoritas ASN pelanggar netralitas disanksi sedang," ujar Nurhasni.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini