Cara Hemat Mengelola Gaji Rp 5 Juta Hidup di Jakarta, Bisa Beli Rumah

Hidup mapan dan berkecukupan meski gaji atau penghasilan bersih bulanan kita hanya Rp 5 juta

Muhammad Yunus
Kamis, 05 November 2020 | 05:57 WIB
Cara Hemat Mengelola Gaji Rp 5 Juta Hidup di Jakarta, Bisa Beli Rumah
Warga beraktivitas Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Jalan Raya Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (1/3/2020) (ANTARA/Laily Rahmawaty)

SuaraSulsel.id - Ingin hidup mapan dan berkecukupan meski gaji atau penghasilan bersih bulanan kita hanya Rp 5 juta. Lantas apa saja yang harus kita persiapkan demi meraih kemapanan tersebut?

Pasangan suami istri (pasutri) tanpa anak apalagi kalau punya anak yang hidup di Jakarta, banyak yang mengaku pusing kepala mengelola gaji Rp 5 juta per bulan untuk kebutuhan rumah tangga.

Sejatinya, gaji Rp 5 juta per bulan adalah penghasilan yang lebih tinggi dari Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta.

Sebagian dari Anda mungkin tahu bahwa UMP DKI Jakarta pada 2020 adalah Rp 4,29 juta. Memang, akan kenaikan UMP menjadi Rp 4,4 juta pada 2021, namun hanya bagi para pekerja yang bekerja pada perusahaan terdampak Covid-19.

Baca Juga:Lebih Hemat saat Pandemi, Ini 5 Aplikasi Kelola Uang di Android

Bagi seorang yang memiliki tanggungan dan hidup di Jakarta, besaran gaji Rp 5 juta sebulan memang sering dianggap ngepas. Namun bukan berarti seorang dengan gaji Rp 5 juta sama sekali tidak bisa memenuhi tujuan di masa depan, dan tidak berarti harus hidup dengan utang.

Berikut adalah tips perencanaan keuangan dari Lifepal.co.id cara mengelola uang bagi kepala keluarga berpenghasilan atau gaji tunggal Rp 5 juta per bulan, dengan tanggungan satu istri tanpa anak.

1. Gunakan sistem zero budgeting untuk mengatur pengeluaran bulanan dan tahunan
Tidak dipungkiri besarnya pengeluaran akan menentukan segalanya, mulai dari standar hidup saat ini, perkiraan hidup di masa tua, hingga besarnya uang pertanggungan asuransi yang kita butuhkan.

Catatlah pengeluaran Anda sedetail mungkin. Gunakan metode zero budgeting seperti yang tertera di tabel atas untuk mencatat pengeluaran Anda.

Cara mengatur keuangan dengan sistem zero budgeting memang terdengar cukup aneh. Intinya, ketika Anda menerima gaji bulanan, harus langsung “menghabiskannya”.

Baca Juga:Anies Bantah Penghargaan STA Hasil Kerja Ahok: Penilaian 18 Bulan Terakhir

Pertama, jumlahkan pengeluaran rutin setiap bulan. Pengeluaran terbagi menjadi dua yaitu pengeluaran tetap dan variabel (tidak tetap). Setelah semuanya dijumlahkan, hitung nilai arus kas bersih dari selisih total pendapatan dan pengeluaran.

Jika ada sisanya, segera “habiskan” saat itu juga dengan mengalokasikannya ke tabungan atau investasi, tidak ke hiburan atau hal yang bersifat konsumtif.

Lewat metode pengaturan cash flow tersebut, sangat memungkinkan bahwa seorang bisa berinvestasi dan terlindungi dengan asuransi meski memiliki gaji Rp 5 juta.

Lantas, apalagi yang perlu Anda lakukan agar perencanaan keuangan berjalan dengan baik dan bisa memenuhi kebutuhan keluarga kecil Anda?

2. Tidak perlu menambah utang yang bersifat “konsumtif”
Utang konsumtif hanya akan menambah pengeluaran pasif Anda serta mengurangi jumlah kekayaan bersih.

Tidak ada salahnya berutang, asalkan utang yang Anda miliki adalah utang produktif. Beberapa contoh utang produktif adalah, utang pembelian aset yang tak mengalami depresiasi harga seperti rumah atau logam mulia, maupun utang untuk modal usaha.

Pastikan juga bahwa cicilan utang yang harus dibayarkan setiap bulan, tidak melebihi 35% dari penghasilan Anda.

Bila Anda memutuskan untuk membeli rumah secara kredit, tempatilah rumah tersebut agar rumah baru yang Anda beli menjadi lebih terawat.
Pengeluaran kos bisa dialihkan ke cicilan rumah.

3. Tambah penghasilan bulanan Anda
Patut diketahui, jika Anda merasa sulit mengerem pengeluaran maka ada baiknya untuk menambah penghasilan agar potensi surplus nilai kas bersih Anda menjadi lebih tinggi.

Ada dua cara menambah penghasilan bulanan yang harus Anda ketahui.
Pertama, tentu saja dengan cara pasif yaitu berinvestasi di instrumen pendapatan tetap lewat setoran dana lump sum (sekali bayar) dalam jumlah besar.

Akan tetapi, hal ini tentu bisa mengurangi aset lancar (tabungan, kas, dan setara kas yang dimiliki).

Bila Anda memiliki dana menganggur yang cukup besar di tabungan Anda, sebut saja di atas 30% dari kekayaan bersih, maka tidak ada salahnya untuk mengalokasikan 10% dari dana tersebut ke instrumen deposito atau surat utang negara.

Namun jika tidak ada, maka prioritaskan untuk mencari kerja sampingan atau membuka usaha kecil yang perputaran uangnya cepat.

Jika nantinya Anda berhasil memiliki tambahan penghasilan sebesar 5% atau 10% dari penghasilan tetap bulanan Anda, maka alokasikan saja dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan tabungan, investasi, atau asuransi.

Lantas, berapa kira-kira besaran tabungan dan investasi yang perlu Anda miliki? Simak ulasan lengkapnya di halaman selanjutnya.

4. Pastikan besaran tabungan dan investasi minimal 10% dari pemasukan
Nilai rasio menabung (saving ratio) yang ideal dalam perencanaan keuangan adalah 10% dari total pemasukan bulanan.

Bila pemasukan Anda adalah Rp 5 juta, maka usahakan agar besaran tabungan Anda minimal Rp 500 ribu. Lebih dari itu tentu akan sangat baik.

Meski demikian, Anda harus memastikan juga agar penempatan dana sebesar Rp 500 ribu yang Anda investasikan, penempatannya sudah benar.

Berikut adalah deretan prioritas keuangan yang harus Anda capai dalam waktu dekat.

Tabungan dana darurat
Seperti yang sudah dijelaskan di artikel sebelumnya, dana darurat adalah dana yang berguna untuk meng-cover biaya hidup kita di saat kita kehilangan pendapatan.

Dana darurat menjadi kebutuhan proteksi keuangan pertama bagi siapapun, baik yang sudah menikah atau belum.

Dari total pengeluaran Anda di metode zero budgeting yang sebesar Rp 5 juta, Anda bisa mendata pengeluaran mana yang sifatnya “wajib dipenuhi” untuk dipenuhi setiap bulan.

Anda pun bisa mencoret tiga jenis pengeluaran yang sifatnya belum menjadi prioritas saat Anda kehilangan penghasilan, pengeluaran itu adalah investasi dan tabungan, nafkah istri, dan hiburan.

Dengan mencoret tiga pengeluaran tersebut, maka jumlah pengeluaran wajib Anda dalam sebulan adalah Rp 3.450.000. Mengingat Anda adalah seorang yang berkeluarga, maka ada baiknya untuk menyediakan dana darurat sebesar enam kali pengeluaran bulanan yaitu, Rp 3,45 juta x 6 bulan = Rp 20.700.000.

Bila memang Anda belum memiliki tabungan sebesar Rp 20,7 juta, maka alokasikanlah uang sebesar 10% dari penghasilan Anda untuk memenuhi kebutuhan ini terlebih dahulu.

Setelah itu, Anda juga perlu mengalokasikan dana untuk uang pertanggungan asuransi jiwa. Lantas, berapa banyak kira-kira dana yang dibutuhkan untuk asuransi jiwa?

5. Hitung kebutuhan uang pertanggungan asuransi Jiwa Anda

Bila Anda sudah memiliki BPJS atau asuransi kesehatan dari perusahaan tempat Anda bekerja, maka milikilah asuransi jiwa untuk memitigasi risiko hilangnya penghasilan bulanan karena ketidakmampuan tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah.

Ketidakmampuan yang dimaksud adalah cacat tetap total dan meninggal dunia.

Dari perhitungan kebutuhan dana darurat per bulan di atas, Anda bisa mengetahui kebutuhan total uang pertanggungan (UP) asuransi jiwa yang semestinya Anda miliki. Lewat perhitungan di kalkulator UP Lifepal, dengan pengeluaran Rp 3,45 juta per bulan maka kebutuhan UP untuk 20 tahun adalah Rp 1,23 miliar.

Sementara itu untuk pembayaran premi yang ideal maksimal 10% dari penghasilan bulanan.

Premi sebesar Rp 200 ribu per bulan bagi seorang bergaji Rp 5 juta tentu sudah ideal. Namun apakah UP-nya sudah cukup? Belum tentu.

Jika kebutuhan UP yang ideal adalah Rp 1,2 miliar untuk 20 tahun, maka tidak ada salahnya untuk menurunkan jangka waktu kebutuhan UP menjadi 10 tahun. Berkurangnya UP akan mengurangi jumlah premi yang dibayarkan pula.

Di saat pendapatan per bulan naik, maka asuransi jiwa Anda bisa kembali ditinjau.

Nah untuk mengetahui berapa kisaran uang pertanggungan (UP) asuransi jiwa yang sebaiknya Anda miliki.

Tips perencanaan keuangan selanjutnya yang perlu Anda lakukan adalah memenuhi kebutuhan jangka pendek dan panjang dengan menggunakan skala prioritas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini