Budi Arista Romadhoni
Kamis, 11 Desember 2025 | 14:59 WIB
Captain Raymond Westerling, commander of Dutch special forces. (groene.nl)
Baca 10 detik
  • Kapten Westerling memimpin operasi brutal di Sulawesi Selatan mulai Desember 1946 untuk mengakhiri perlawanan Republik.
  • Operasi ini mengakibatkan tragedi besar yang diperkirakan menewaskan sekitar 40.000 jiwa rakyat Sulawesi Selatan.
  • Westerling kemudian gagal dalam upaya kudeta di Jawa Barat dan akhirnya pensiun menjadi penyanyi opera di Belanda.

Pemerintah daerah juga setiap tahunnya menggelar upacara penghormatan di monumen tersebut. 

Dalam otobiografinya yang berjudul Meniti Siri' dan Harga Diri, Mayjen TNI (Purn) Andi Mattalatta menyebutkan bahwa periode pembantaian yang dilakukan oleh Westerling dikenal dengan istilah Dooden Mars-march of death. 

Pembantaian ini dimulai pada Desember 1946, dan dalam rentang waktu dua bulan, Westerling dan pasukan Depot Speciale Troepen (DST) yang dipimpinnya mengobarkan teror di seluruh wilayah Sulawesi Selatan.

Menurut Mattalatta, aksi keji tersebut dimulai pada awal Desember 1946 di Makassar, Gowa, Takalar, dan sekitarnya. Lalu berlanjut hingga 3 Maret 1947 di Maros, Barru, Soppeng, Pinrang, hingga Mandar.

"Saya ikut berperang, bersembunyi dari kejaran Westerling, berusaha menghindari kekejaman mereka," kenang Mattalatta, yang kala itu turut terlibat dalam perlawanan.

Westerling memiliki misi untuk menumpas perlawanan rakyat Sulsel yang menolak kembali berada di bawah kekuasaan Belanda. 

Dengan pasukan yang terlatih dan senjata lengkap, ia mengobarkan perang melawan pejuang kemerdekaan Indonesia. 

Pada saat itu, Westerling diberikan kewenangan penuh oleh pemerintah Belanda untuk mengambil segala langkah demi menyelesaikan misi. Tidak ada batasan, tidak ada peraturan. Dan dengan itu, pembantaian pun terjadi.

Selama operasi, Westerling menggunakan metode yang penuh teror untuk menghancurkan semangat perlawanan masyarakat Sulsel.

Baca Juga: Pemprov Sulsel Kerahkan Tim Kesehatan ke Sumatera, Ratusan Korban Bencana Terlayani

Kampung-kampung yang dicurigai menyembunyikan pejuang kemerdekaan digerebek dengan brutal. Mereka yang dituduh sebagai pejuang langsung ditembak mati. 

Rumah-rumah dibakar dan siapa pun yang dicurigai bersekutu dengan Republik Indonesia dihadapkan pada kematian yang mengerikan.

Namun, dalam autobiografinya yang kontroversial, Challenge to Terror, Westerling membantah telah membantai 40.000 jiwa. 

Dalam buku tersebut, ia mengklaim hanya membunuh sekitar 600 orang, angka yang sangat jauh dari yang disebutkan dalam berbagai sumber sejarah. 

Ia juga menyebutkan bahwa angka 40.000 adalah propaganda Pemerintah Indonesia yang sengaja dilebarkan untuk menyerangnya. 

"Angka-angka fantastis ini menjadi senjata untuk menyerang saya, bahkan sampai ke PBB," tulisnya dalam buku tersebut.

Load More