- Mengorbankan 48 ekor kerbau, 48 ekor babi, dan membayar kontribusi sosial senilai Rp2 miliar
- Pernyataan Pandji tidak hanya keliru secara fakta, tetapi juga telah melukai perasaan dan harga diri masyarakat adat Toraja
- Pandji dianggap menyinggung tradisi pemakaman di Toraja dengan narasi yang dianggap merendahkan
TAST menilai, pernyataan Pandji telah menimbulkan luka batin mendalam di kalangan masyarakat adat Toraja. Tindakan tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran berat terhadap kehormatan adat, yang wajib dipulihkan melalui sanksi adat berdasarkan asas Tallu Lolona, prinsip keseimbangan antara yang dilanggar dan yang menanggung akibat.
Sesuai hukum adat Toraja yang berlaku di wilayah Tondok Lepongan Bulan, Tanah Matarik Allo, pelanggaran terhadap kesakralan adat wajib ditebus melalui ritual pemulihan adat Ma’Sossoran Rengge’ dan Ma’Rambu Langi’.
Dua ritual ini dianggap penting untuk memulihkan keseimbangan spiritual antara dunia manusia (Lino Tau) dan dunia arwah (Lino to Mate).
Sebagai bentuk tanggung jawab, Pandji diwajibkan melaksanakan kedua upacara tersebut sebagai simbol penebusan atas pelanggaran yang dilakukan terhadap nilai dan norma adat Toraja.
Selain itu, TAST menjatuhkan sanksi materiil adat berdasarkan asas Lolo Patuan, yakni mengorbankan 48 ekor kerbau (24 dikalikan dua) dan 48 ekor babi sebagai bagian dari ritual pemulihan. Persembahan ini dianggap lambang pemulihan keseimbangan kosmos antara manusia dan leluhur.
Tak hanya itu, Pandji juga diwajibkan memberikan kontribusi pemulihan moral dan sosial sebesar Rp2 miliar yang akan digunakan untuk kegiatan adat, pendidikan budaya, serta pemulihan simbol-simbol adat Toraja yang dianggap tercemar akibat pernyataannya.
"Sanksi ini bukan bentuk balas dendam, melainkan pemulihan keseimbangan yang telah terganggu. Adat Toraja mengajarkan bahwa setiap pelanggaran terhadap nilai kesucian harus ditebus dengan penghormatan yang setara," tutur Benyamin.
Selain sanksi ritual dan materiil, TAST juga menuntut agar Pandji menyampaikan permintaan maaf secara terbuka di hadapan Dewan Pimpinan Pusat TAST, disaksikan tokoh adat dan masyarakat Toraja.
Langkah ini dinilai penting untuk menegaskan pemulihan secara spiritual dan sosial atas luka yang telah ditimbulkan.
Baca Juga: Pandji Pragiwaksono Minta Maaf ke Masyarakat Toraja, Siap Jalani Proses Hukum
Benyamin berharap, kejadian ini menjadi pelajaran bagi publik untuk lebih berhati-hati dalam berbicara tentang adat dan budaya daerah. Ia menekankan bahwa kekayaan budaya Nusantara seharusnya dirayakan dengan rasa hormat, bukan dijadikan bahan olok-olok.
"Kebudayaan bukan untuk ditertawakan, melainkan untuk dihargai. Adat Toraja adalah warisan luhur yang membentuk jati diri bangsa. Kami berharap ini menjadi momentum bagi siapa pun untuk belajar menghormati perbedaan," tegasnya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
- 5 Mobil Bekas di Bawah 50 Juta Muat Banyak Keluarga, Murah tapi Mewah
Pilihan
-
Genjot Konsumsi Akhir Tahun, Pemerintah Incar Perputaran Uang Rp110 Triliun
-
Penuhi Syarat Jadi Raja, PB XIV Hangabehi Genap Salat Jumat 7 Kali di Masjid Agung
-
Satu Indonesia ke Jogja, Euforia Wisata Akhir Tahun dengan Embel-embel Murah Meriah
-
Harga Pangan Nasional Kompak Turun Usai Natal, Cabai hingga Bawang Merah Merosot Tajam
-
7 Langkah Investasi Reksa Dana untuk Kelola Gaji UMR agar Tetap Bertumbuh
Terkini
-
Viral Dosen UIM Meludahi Kasir karena Potong Antrean: Etika Akademisi di Ruang Publik Dipertanyakan
-
Inilah Daftar Gaji Minimum Pekerja di Kota Makassar Mulai 2026
-
Stok Aman, Harga Agak Goyah: Cek Harga Bahan Pokok di Palu Jelang Natal & Tahun Baru 2026
-
Gubernur Sulsel Groundbreaking 'Jalan Tol' 35 KM Hubungkan Luwu Timur dan Sulawesi Tengah
-
BI Sultra Siapkan Rp980 Miliar Uang Tunai untuk Nataru 2025/2026