- Festival tahunan yang lahir di Makassar itu menapaki jalan baru
- Menjadikan musik sebagai medium kesadaran iklim
- Seluruh kegiatan di festival diarahkan agar lebih ramah lingkungan
Sebagian dari mereka memang sudah lama menjadikan musik sebagai sarana advokasi lingkungan.
Navicula, misalnya, dikenal sebagai band yang vokal soal isu deforestasi dan energi bersih.
Selain panggung utama, rangkaian acara juga menyoroti sisi reflektif lewat pameran seni lintas disiplin, pemutaran film, dan lokakarya yang menggandeng Greenpeace, Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Penahitam Art Collective.
Sejumlah jurnalis, aktivis, dan musisi juga ikut terlibat, di antaranya Adi Renaldi, Eko Rusdianto, Gede Robi (Navicula), Dandhy Laksono, Chicco Jerikho, hingga Seira Tamara H. (ICW).
Mereka akan membahas keterhubungan antara seni, pangan lokal, transisi energi, hingga peran festival dalam perubahan iklim
Ardi Siji menyadari, tidak mudah menggeser persepsi publik bahwa festival musik bisa berjalan seiring dengan isu keberlanjutan.
Namun, ia yakin perubahan harus dimulai dari ruang-ruang kecil seperti ini.
"Pengunjung akan merasakan pengalaman berfestival yang lebih dari sekadar perayaan. Sentuhan halus setiap nada teraktualisasi dengan menyadarkan setiap insan bahwa tidak ada musik di planet yang mati," ujarnya.
Sementara, bagi musisi lokal Makassar, isu iklim bukan hal asing.
Baca Juga: Menteri Agama: Kerusakan Iklim Telan Korban 4 Juta Jiwa
Vokalis band TOD, Dian Mega Safitri mengatakan refleksi terhadap alam sudah lama hadir dalam karya mereka.
"Lagu kami, Songka Bala, diciptakan saat pandemi. Tapi maknanya lebih luas, tentang bagaimana alam memberi peringatan atas perbuatan manusia," ujarnya.
Bagi Dian, kerusakan lingkungan bukan semata fenomena global, tapi pengalaman sehari-hari yang dekat dengan masyarakat pesisir dan perkotaan. Ia percaya, musik bisa menjadi pengingat untuk menahan laju perusakan.
"Lagu ini semacam doa supaya kita kembali menghargai bumi," katanya.
Kesadaran itu pula yang ingin dihidupkan kembali oleh Rock In Celebes.
Di tengah perubahan iklim yang semakin terasa, seperti cuaca ekstrem hingga naiknya permukaan laut, festival ini berupaya menjadi jembatan antara dunia seni dan realitas lingkungan.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
BPJS: Rumah Sakit Tidak Boleh Tolak Pasien Saat Libur Natal dan Tahun Baru
-
Jusuf Kalla Ungkap 'Musuh' Sebenarnya Pasca Banjir Sumatera dan Aceh
-
Demi 2 Karung Beras, Nenek 85 Tahun Sakit Parah Digendong ke Kantor Lurah
-
Akhirnya! Jalan Hertasning-Aroepala Diperbaiki Total, Sudirman: Bukan Tambal Sulam
-
Banjir Laporan Anggota Polisi Selingkuh, Begini Reaksi Mahfud MD