Muhammad Yunus
Rabu, 29 Oktober 2025 | 12:43 WIB
Suasana haru menyelimuti ruang sidang anak di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (27/10) [Suara.com/Istimewa]
Baca 10 detik
  • Seorang hakim menebus ijazah SMP milik terdakwa anak di Makassar
  • Anak itu duduk diam di kursi persidangan. Matanya menunduk, wajahnya tampak tegang. 
  • Pendekatan Restorative Justice, Dignified Justice, Welfare Approach, dan Sociological Jurisprudence

SuaraSulsel.id - Suasana haru menyelimuti ruang sidang anak di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (27/10).

Bukan karena vonis berat, melainkan karena sebuah tindakan kecil yang penuh makna. Seorang hakim menebus ijazah SMP milik terdakwa anak, agar ia bisa kembali bersekolah dan menata masa depannya.

Anak itu duduk diam di kursi persidangan. Matanya menunduk, wajahnya tampak tegang.

Ia didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) UU No.12/Drt/1951 tentang senjata tajam, karena kedapatan membawa busur. Senjata yang sering digunakan pelaku tawuran.

Tapi dari hasil sidang terungkap, di balik perbuatannya, tersembunyi kisah getir tentang kemiskinan dan putus sekolah.

“Anak ini bilang sudah tidak bersekolah karena tidak mampu menebus ijazah SMP-nya,” tutur Hakim Johnicol Richard Frans Sine, yang memimpin persidangan tersebut.

“Mendengar itu, saya merasa tersentuh dan langsung tergerak untuk membantu.”

Suasana ruang sidang mendadak hening. Di hadapan orang tua anak, perwakilan Balai Pemasyarakatan (Bapas), penasihat hukum dari Posbakum, dan Jaksa Penuntut Umum, sang hakim mengulurkan tangan bukan untuk menghukum, tapi untuk mengulurkan harapan.

Lebih dari Sekadar Putusan Hukum

Baca Juga: Kontrak Singkat, Tekanan Berat: Apa yang Diharapkan PSM dari Pelatih Baru Tomas Trucha?

Mengutip dari website Badan Peradilan Umum Dandapala, bagi Hakim Johnicol, hukum bukan sekadar pasal dan pidana.

Ia percaya bahwa hukum harus memiliki hati—mampu memulihkan, bukan melukai.

“Pendekatan yang saya gunakan adalah Restorative Justice, Dignified Justice, Welfare Approach, dan Sociological Jurisprudence,” jelasnya tenang.

Restorative Justice, katanya, berarti mengutamakan pemulihan, bukan penghukuman.

“Hukum seharusnya membantu anak ini mendapatkan solusi agar bisa bersekolah lagi dan memiliki masa depan. Bukan malah menambah luka.”

Sementara itu, prinsip Dignified Justice atau keadilan bermartabat menjadi panduannya untuk tetap menjaga nilai kemanusiaan.

Load More