- Kasus serupa berpotensi menjadi celah bagi mafia tanah untuk menguasai aset negara secara legal
- Taufan Pawe menilai akar persoalan kasus Manggala adalah belum tuntasnya status hukum
- Situasi semakin kompleks karena adanya tumpang tindih keputusan antara BPN, pemerintah provinsi, dan pemerintah kota
Sengketa lahan di Manggala sejatinya sudah berlangsung selama lebih dari tiga dekade.
Awalnya, tanah itu merupakan bekas HGU milik Hasyim Daeng Manappa, yang kemudian dialihkan kepada Fachruddin Daeng Romo melalui akta notaris tahun 1974.
Saat masa HGU berakhir pada 1991, Fachruddin mengajukan perpanjangan, namun ditolak oleh BPN.
Berdasarkan SK Kepala BPN No. 5-VIII-1991, lahan tersebut ditetapkan menjadi tanah negara.
Setahun kemudian, melalui SK Gubernur No. 575/V/1992, lahan dibagi untuk kepentingan instansi pemerintah dan perumahan PNS.
Terbaru, kasus yang sementara berproses memenangkan Magdalena De Munnik di tingkat banding Pengadilan Tinggi Makassar pada Maret 2025.
Sementara ahli waris Hasyim Daeng Manappa, dan ahli waris Fachruddin Daeng Romo tidak mengajukan banding setelah kalah di pengadilan tingkat pertama.
Putusan tersebut menjadi pukulan bagi pemerintah daerah. Pasalnya, lahan itu telah ditempati ratusan PNS dan sebagian digunakan untuk fasilitas umum.
"Kalau tidak segera diselesaikan secara hukum, negara bisa kehilangan aset yang sudah digunakan puluhan tahun," ujar Taufan.
Baca Juga: Taufan Pawe Usul Peradilan Khusus Pemilu: 14 Hari Penyidikan Terlalu Singkat
Taufan menilai langkah hukum ini penting untuk memastikan tidak ada manipulasi dokumen yang bisa merugikan negara.
Kasus Manggala hanyalah satu dari banyak contoh lemahnya manajemen aset negara di daerah.
Taufan mendorong agar Kementerian ATR/BPN dan pemerintah daerah memperkuat sinkronisasi data pertanahan serta mempercepat penyelesaian aset eks-HGU yang tidak diperpanjang.
Langkah audit menyeluruh, pembenahan legalitas, dan harmonisasi kebijakan lintas instansi dinilai menjadi jalan satu-satunya untuk menutup ruang gerak mafia tanah.
Sebab jika tidak, konflik seperti di Manggala bisa menjadi bom waktu bagi banyak daerah lain di Indonesia.
"Makanya hingga kini saya masih mengumpulkan data dari Kanwil BPN sini mengenai masalah tersebut. Saya juga kemungkinan bertemu dengan masyarakat disana, dalam tanda kutip korban," ucap mantan Wali Kota Parepare itu.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Begini Cara FEB Unhas Dorong Pelaku UMKM Maros Lebih Adaptif dan Tahan Banting
-
5 Ide Liburan Keluarga Anti Bosan Dekat Makassar Sambut Akhir Tahun
-
WNA Asal Filipina Menyamar Sebagai Warga Negara Indonesia di Palu
-
Pelindo Regional 4 Siap Hadapi Lonjakan Arus Penumpang, Kapal, dan Barang
-
Hutan Lindung Tombolopao Gowa Gundul Diduga Akibat Ilegal Logging