Muhammad Yunus
Selasa, 21 Oktober 2025 | 13:35 WIB
DR Baharuddin, dosen Fakultas Kehutanan Unhas dengan fokus penelitian pada produk hutan non-kayu [Suara.com/Unhas]
Baca 10 detik
  • Mengembangkan hasil hutan bukan kayu melalui inovasi budidaya jamur tiram
  • Dosen Fakultas Kehutanan dengan fokus penelitian pada produk hutan non-kayu
  • Jamur tiram memiliki nilai gizi yang baik dan sangat potensial dikembangkan sebagai pangan sehat

SuaraSulsel.id - Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin (Unhas) mengembangkan hasil hutan bukan kayu melalui inovasi budidaya jamur tiram yang dilakukan di Kampung Rimba, kawasan Fakultas Kehutanan, Kampus Tamalanrea.

Budidaya ini dipimpin oleh DR Ir Baharuddin, dosen Fakultas Kehutanan dengan fokus penelitian pada produk hutan non-kayu.

Ditemui pada Selasa (21/10/2025), Baharuddin menjelaskan bahwa budidaya jamur tiram ini memanfaatkan limbah kayu yang bernilai ekonomi dan ramah lingkungan.

“Kami memanfaatkan serbuk kayu sebagai bahan utama. Serbuk tersebut dimasukkan ke dalam baglog sebagai media tumbuh jamur. Kegiatan ini awalnya bertujuan sebagai bahan penelitian,” jelas Bahar.

Ada enam mahasiswa yang terlibat dalam penelitian budidaya jamur tiram ini.

Selain dari Unhas juga terdapat mahasiswa dari universitas lain.

Menurut Bahar, jamur tiram memiliki nilai gizi yang baik dan sangat potensial dikembangkan sebagai pangan sehat.

“Nilai jualnya cukup tinggi karena jamur tiram mengandung karbohidrat rendah dan protein yang hampir setara dengan karbo. Ini sangat baik untuk penderita diabetes dan juga ramah lingkungan,” ungkapnya.

Harga jual jamur tiram mencapai Rp25.000–Rp30.000 per kilogram, dengan peminat yang terus meningkat.

Baca Juga: UNG Siap Cetak Dokter Spesialis Anestesi, Kolaborasi dengan Unhas

Namun, Bahar mengakui bahwa masih ada beberapa tantangan dalam proses produksi.

Tantangan utama yang dihadapi ialah keterbatasan jumlah baglog yang baru mencapai kurang dari 1.000 unit, sementara target produksi mencapai 5.000 baglog agar mampu memenuhi permintaan sekitar 10 kilogram per hari.

Fakultas Kehutanan Unhas melakukan penelitian pada produk hutan non-kayu jamur tiram [Suara.com/Unhas]

Selain itu, pengaturan suhu dan kelembaban juga menjadi hal penting dalam proses budidaya.

“Kelembapan ruangan harus mencapai sekitar 85% dengan suhu antara 23–28°C. Kami menjaga kondisi ini dengan cara sederhana seperti menyiram lantai agar tetap lembab,” ujar Bahar.

Peminat jamur tiram cukup tinggi, namun belum dapat dipenuhi seluruhnya. Saat ini, fokus pasar jamur tiram adalah sivitas akademika Unhas yang terbatas dan masyarakat sekitar kampus saja.

“Sebenarnya sudah banyak peminatnya, tapi kami masih khawatir tidak bisa memenuhi permintaan karena produksi masih kecil. Saat ini kami baru mampu menghasilkan sekitar 3–4 kilogram per hari,” tambahnya.

Load More