- Banyak daerah menggunakan insinerator kebingungan menangani sampah
- Pada 2024, DLH mencatat total timbulan sampah di Makassar sudah menembus lebih dari 4,1 juta ton
- Limbah medis juga terus meningkat
SuaraSulsel.id - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan larangan penggunaan insinerator sebagai metode pemusnahan sampah.
Kebijakan ini menimbulkan dilema bagi daerah yang selama ini masih mengandalkan insinerator. Khususnya dalam pengelolaan limbah medis.
Jika aturan itu diberlakukan secara penuh, pemerintah daerah diprediksi akan kesulitan mencari solusi alternatif.
Padahal, volume sampah terus bertambah seiring pertumbuhan penduduk, meningkatnya aktivitas ekonomi, serta pola hidup konsumtif masyarakat.
Selama ini, pola pengelolaan sampah di Indonesia masih mengandalkan sistem klasik. Kumpul, angkut, lalu buang.
Sampah rumah tangga dikumpulkan, diangkut dengan truk, lalu ditumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA). Pola lama ini kini terbukti tidak lagi efektif mengatasi ledakan sampah.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar, jumlah produksi sampah pada 2021 diperkirakan mencapai 868 ton per hari. Angka itu meningkat cukup signifikan pada 2022, menjadi 905 ton per hari.
Tren tersebut tidak berhenti. Pada 2024, DLH mencatat total timbulan sampah di Makassar sudah menembus lebih dari 4,1 juta ton.
Perhitungan DLH menyebut, setiap warga Kota Makassar menghasilkan sampah rata-rata 0,6 kilogram per hari.
Baca Juga: Peraturan Presiden Tentang Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Selesai
Dengan jumlah penduduk sekitar 1,5 juta jiwa, maka timbulan sampah yang masuk ke TPA Antang bisa mencapai 1.100 ton per hari.
Angka ini hanya untuk sampah rumah tangga saja. Belum termasuk limbah medis yang juga kian meningkat.
Kepala UPTD Pengelolaan Limbah B3 DLHK Sulsel, Irnawaty Hatta menjelaskan, pihaknya mampu mengelola limbah medis maksimal 1,8 ton per hari.
Limbah itu berasal dari berbagai fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang telah bekerja sama dengan UPTD.
"Tantangan terbesarnya ada di tahap awal. Pemilahan limbah medis di sumber penghasil sulit dilakukan. Belum lagi biaya operasional incinerator yang tinggi," kata Irnawaty, Senin, 29 September 2025.
Ia menekankan bahwa penanganan limbah medis membutuhkan perlakuan khusus sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 6 Tahun 2021 tentang pengelolaan limbah B3.
Aturan tersebut mencakup alur sejak limbah dihasilkan, diangkut, diolah, pengelolaan residu, hingga pengiriman ke pihak ketiga.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
Terkini
-
Nusron Wahid Bongkar 6 Isu Panas Pertanahan di Sulsel: Dari Sertifikat Wakaf hingga Konflik HGU
-
Oknum Polwan dan TNI Diduga Peras Sopir Rp30 Juta Terancam Hukuman Berat
-
Sindikat Curanmor Pulau Sulawesi Ini Sudah Beraksi di 100 TKP
-
Pelatih PSM Makassar Pelajari Kekuatan PSBS Biak
-
Ini Alasan LSM Laporkan Dua Guru Luwu Utara Sampai Presiden Harus Turun Tangan