Muhammad Yunus
Selasa, 16 September 2025 | 14:02 WIB
Seorang perempuan diduga menjadi korban prostitusi online lewat aplikasi MiChat [Suara.com/Dok Polisi]
Baca 10 detik
  • Korban tewas dengan luka tusuk di leher setelah cekcok dengan pria berinisial YN
  • Korban diantar langsung oleh suaminya ke kamar wisma dan suaminya menunggu di lorong saat insiden terjadi
  • Kasus ini menggambarkan banyak perempuan di Sulsel yang terjerat prostitusi daring akibat tekanan ekonomi
[batas-kesimpulan]

SuaraSulsel.id - Suasana sebuah wisma di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, mendadak mencekam pada Jumat, 5 September 2025 malam.

Seorang perempuan berinisial MKP (34) ditemukan tewas bersimbah darah dengan luka tusuk di leher.

Pelaku pembunuhan ternyata pria berinisial YN (31), warga Kabupaten Wajo. Ia ditangkap setelah sempat melarikan diri dan bersembunyi di rumah kebun.

Dari pengakuannya kepada polisi, pertemuan keduanya bermula dari aplikasi MiChat.

YN mencari jasa seksual melalui fitur pencarian sekitar hingga menemukan akun korban.

Mereka sepakat bertemu di sebuah kamar wisma dengan tarif Rp600 ribu untuk satu jam kencan.

Namun, janji singkat itu berakhir tragis. Setelah berhubungan, YN menuntut "jatah kedua" tanpa membayar penuh.

Korban menolak. Perselisihan kecil berubah jadi cekcok.

Korban MKP menggigit tangan pelaku, lalu YN panik, mencekik, hingga akhirnya menikam leher korban dengan badik yang ia bawa.

Baca Juga: Anggota DPRD Wakatobi Jadi Tersangka Pembunuhan Anak Tahun 2014

"Korban berteriak histeris, pelaku panik, lalu menusukkan badik ke lehernya," ujar Kapolres Sidrap, AKBP Fantry Taherong.

YN kini ditahan dengan jeratan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Ancaman hukumannya 15 tahun penjara atau seumur hidup.

Kisah ini makin memilukan setelah polisi mengungkap fakta lain. Saat MKP masuk ke kamar wisma, ia diantar langsung oleh suaminya.

Rekaman CCTV memperlihatkan sang suami mengantar hingga pintu kamar, bahkan sempat membawa makanan. Ia menunggu di lorong hingga terkejut mendengar jeritan istrinya.

Fantry mengaku sang suami sebenarnya sudah berulang kali menasihati istrinya untuk berhenti bekerja melayani pria lain.

Namun, MKP tetap memilih jalan itu, bahkan mengancam pergi bila dilarang.

"Suaminya terpaksa menerima. Bahkan pernikahan mereka sudah di ambang perceraian," kata Fantry.

Meski begitu, polisi menegaskan suami korban tidak terlibat sebagai muncikari. Semua transaksi dan pemesanan dilakukan langsung oleh korban melalui aplikasi.

Kini, ia hanya diperiksa sebagai saksi.

Kisah MKP adalah gambaran getir dari banyak perempuan di Sulawesi Selatan yang terseret ke dunia prostitusi online.

Layanan seperti MiChat, yang awalnya aplikasi perpesanan, kini menjadi ruang transaksi seksual berlangsung cepat, praktis, dan nyaris tanpa kontrol.

Tekanan Ekonomi

Sosiolog Universitas Negeri Makassar, Idham Irwansyah menilai, di balik praktik yang kerap dipandang sekadar penyimpangan moral, tersimpan cerita soal tekanan ekonomi, keterbatasan pekerjaan.

Hingga relasi kuasa yang timpang antara perempuan dan laki-laki.

Sebagian besar yang terlibat adalah ibu rumah tangga atau istri yang terdesak kebutuhan hidup.

Ketika penghasilan keluarga tidak mencukupi, aplikasi daring menjadi jalan pintas meski penuh risiko.

"Perempuan dalam situasi sulit seringkali dipaksa membuat pilihan yang sebenarnya tidak mereka inginkan," kata Idham.

Menurutnya, prostitusi daring juga bukan semata hasil dari kemajuan teknologi.

Tapi merupakan produk interaksi kompleks, antara tekanan ekonomi, pengangguran, gaya hidup konsumtif, hingga budaya patriarki yang membuat perempuan berada di posisi rentan.

"Faktor ekonomi jelas mendorong orang melakukan apa saja. Tapi ada juga dorongan gaya hidup di era konsumsi saat ini, dimana bekerja tidak lagi sekadar untuk kebutuhan dasar," jelasnya.

Kemudahan teknologi digital berperan sebagai katalis. Aplikasi kencan memfasilitasi pertemuan, transaksi, hingga layanan seksual hanya lewat gawai.

Celah ini kian diperparah oleh lemahnya regulasi dan kontrol sosial.

"Penegakan hukum pun masih reaktif, bukan preventif. Pengawasan di level komunitas juga lemah, contohnya penginapan yang bisa menerima tamu berpasangan tanpa verifikasi," sebutnya.

Fakta lain dalam sejumlah kasus seperti di Sidrap, kata Idham, ada suami yang justru terlibat menunjukkan kuatnya cengkeraman patriarki.

Perempuan bukan hanya menghadapi risiko kekerasan psikis dan fisik, tetapi juga potensi diperdagangkan oleh pasangan sendiri.

Untuk mengurangi fenomena ini, Idham menilai perlu kebijakan multidimensi. Mulai dari regulasi digital, pemberdayaan ekonomi, edukasi gender, hingga penegakan hukum yang proaktif.

Tak kalah penting, penguatan jaring sosial di tingkat bawah. Dari RT, RW, Linmas, hingga lembaga kemasyarakatan untuk membangun sistem perlindungan yang lebih kokoh.

Bukan Kasus Pertama

Kasus MKP bukan yang pertama. Dalam dua tahun terakhir, aplikasi MiChat beberapa kali dikaitkan dengan tindak pidana di Sulawesi Selatan.

Pada 25 Desember 2024, seorang pria berinisial ASO (33) di Makassar dikeroyok setelah membatalkan pesanan kencan dengan seorang remaja perempuan.

Sebelumnya, pada 1 Agustus 2023 seorang pria lain, MF (26) juga tewas ditikam di sebuah hotel melati setelah mencoba melerai pertengkaran antara pekerja seks dan pemesannya yang juga dipertemukan lewat aplikasi Michat.

Rangkaian kasus ini menegaskan bahwa kejahatan di ruang virtual kini nyata menelan korban jiwa.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More