SuaraSulsel.id - Sulawesi Selatan segera memiliki sekolah pertama di Indonesia yang secara khusus mencetak tenaga ahli pengawasan obat dan makanan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI memastikan rencana pembangunan Politeknik Pengawasan Obat dan Makanan segera direalisasikan di Pucak, Kabupaten Maros.
Kepala BPOM RI, Profesor Taruna Ikrar, mengungkapkan kehadiran sekolah ini menjadi jawaban atas kebutuhan tenaga profesional yang benar-benar terlatih dalam bidang pengawasan obat dan makanan.
Alasannya karena sampai sekarang belum ada pendidikan khusus yang fokus pada bidang tersebut.
"Politeknik Pengawasan Obat dan Makanan pertama di Indonesia. Sampai sekarang memang belum ada pendidikan khusus yang fokus pada pengawasan obat dan makanan," ujar Taruna di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, Kamis, 28 Agustus 2025.
Selama ini, kata dia, tenaga pengawas yang direkrut BPOM berasal dari berbagai latar belakang pendidikan. Tahun ini misalnya, BPOM menerima 1.294 pegawai baru.
Mereka terdiri atas lulusan kedokteran, farmasi, apoteker, sarjana komputer, hingga sarjana pertanian. Meski memiliki basis pendidikan tinggi, para pegawai baru tetap memerlukan waktu cukup lama untuk beradaptasi.
Sementara, menurutnya, biaya untuk melakukan adaptasi sangat besar.
"Biasanya mereka butuh setahun untuk menyesuaikan diri karena yang dipelajari di sekolah berbeda dengan kebutuhan nyata di lapangan. Kalau ditotal, 1.300 pegawai dikali gaji rata-rata Rp7 juta per bulan selama 12 bulan, biaya adaptasi itu sangat besar. Dengan adanya pendidikan khusus, mereka bisa lebih siap sejak awal," jelas Taruna.
Baca Juga: Gubernur Sulsel Imbau Masyarakat Menahan Diri dan Jaga Sulsel
Menurutnya, peran pengawasan obat dan makanan bukan sekadar penyuluhan, tetapi juga keahlian teknis yang membutuhkan insting dan analisis.
Taruna menjelaskan, seorang ahli, bahkan bisa mendeteksi kemungkinan penggunaan zat berbahaya hanya dengan melihat bentuk dan warna makanan.
"Misalnya makanan mengandung boraks, pewarna, atau pengawet, mereka bisa langsung curiga, lalu dibuktikan lewat laboratorium," paparnya.
Karena itu, Taruna menilai urgensi kehadiran sekolah ini tidak bisa ditunda lagi. Apalagi, Indonesia ingin meningkatkan level pengawasan obat dan makanan agar setara dengan negara-negara maju.
Saat ini, dari 196 negara di dunia, baru 30 yang berhasil mencapai level empat. Untuk mencapainya, ada sembilan kriteria yang dinilai, salah satunya terkait regulasi dan kualitas sumber daya manusia.
"BPOM ini sudah ada sejak zaman kolonial, usianya 208 tahun. Tapi maturitas kita baru level tiga. Targetnya naik kelas ke level empat, setara dengan Amerika dan Eropa," jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
1.000 Relawan BUMN Dikerahkan Danantara dan BP BUMN ke Wilayah Bencana di Pulau Sumatra
-
Kunjungi Lokasi Bencana di Bener Meriah Aceh, Jusuf Kalla Janji Kirim Bantuan
-
Ini Daftar Daerah di Sulsel dengan Tingkat Kehamilan Anak Tertinggi
-
Kejaksaan Periksa Anak Buah Tito Karnavian: Dugaan Korupsi Bibit Nanas Rp60 Miliar
-
Ledakan Guncang Kafe di Makassar, Ini Dugaan Awal