Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 12 Juni 2025 | 16:24 WIB
Kantor Gubernur Sulawesi Selatan di Jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar [SuaraSulsel.id/Humas Pemprov Sulsel]

SuaraSulsel.id - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan resmi merumahkan 2.017 tenaga honorer sejak 1 Juni 2025 lalu.

Kebijakan ini diterapkan di seluruh perangkat daerah sebagai bentuk penyesuaian aturan pemerintah pusat terbaru.

Langkah ini merujuk pada kebijakan nasional tentang penataan ulang status kepegawaian di instansi pemerintahan.

Perubahan dilakukan untuk menyelaraskan status tenaga kerja menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Baca Juga: Tangis Honorer Sulsel: 'Dibuang Setelah Tidak Lolos PPPK'

Dasar hukum kebijakan ini adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.

Selain itu, regulasi turunannya juga menguatkan larangan pengangkatan tenaga honorer baru di instansi pemerintah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) juga mengatur batas waktu penyesuaian status kepegawaian.

Seluruh instansi pemerintah daerah harus mematuhi kebijakan tersebut sebelum Desember 2024.

Dengan diberlakukannya aturan ini, seluruh pegawai harus berstatus ASN, baik PNS maupun PPPK.

Baca Juga: Tak Ada Lagi Gaji, Nasib Ribuan Honorer Sulsel Dihapus Sistem

Tenaga honorer yang tidak lolos seleksi otomatis tidak bisa lagi bekerja di instansi pemerintahan.

Plt Kepala BKD Sulsel, Sukarniaty Kondolele, menyebut kebijakan ini sepenuhnya berasal dari pemerintah pusat.

Pemerintah provinsi hanya menjalankan aturan dan memastikan implementasinya sesuai ketentuan yang berlaku.

Ia menegaskan bahwa penataan ini menjadi bagian penting dari program reformasi birokrasi nasional.

“Ini murni kebijakan pusat. Pemprov Sulsel hanya menjalankan mandat sesuai waktu yang telah ditentukan,” ujarnya.

Batas waktu nasional penyesuaian status pegawai ditetapkan hingga Desember 2024 mendatang.

Jika hingga batas waktu tersebut belum ada penyesuaian, maka pegawai non-ASN dinyatakan tidak aktif.

Menurut Sukarniaty, mayoritas formasi jabatan kini sudah diisi melalui rekrutmen ASN tahap I dan II.

Sebagian lainnya masih menunggu pengumuman hasil seleksi akhir dari pemerintah pusat.

Formasi yang tersedia hanya dibuka untuk ASN, tidak lagi mengakomodasi pegawai berstatus honorer.

Karena itu, tenaga honorer yang tidak memiliki formasi akan dirumahkan secara administratif.

“Formasi sudah terisi, jadi mereka yang tidak lolos seleksi otomatis tidak memiliki tempat kerja lagi,” katanya.

Ia menambahkan, Pemprov Sulsel telah mengusulkan formasi jabatan hanya untuk jalur ASN, khususnya PPPK.

Jalur ini dianggap lebih terbuka dan adil dalam seleksi kepegawaian berbasis kompetensi dan kebutuhan.

Mereka yang tidak lulus seleksi tidak dapat mengisi jabatan fungsional secara non-ASN lagi.

Tidak ada toleransi bagi pengangkatan pegawai tanpa status ASN di instansi pemerintah daerah.

Langkah ini dinilai sebagai bentuk komitmen menjalankan sistem kepegawaian yang profesional dan terstandarisasi.

Pemprov Sulsel mengklaim sudah menyosialisasikan aturan ini jauh hari sebelum kebijakan berlaku.

BKD juga telah memberikan informasi dan pendampingan kepada tenaga honorer terkait tahapan seleksi ASN.

Proses seleksi dilakukan secara transparan melalui sistem rekrutmen nasional yang diawasi BKN dan KemenPAN-RB.

Meski begitu, kebijakan ini tetap menimbulkan kekhawatiran di kalangan tenaga honorer terdampak.

Sebagian dari mereka mengaku telah bekerja bertahun-tahun namun tetap belum berkesempatan menjadi ASN.

Beberapa berharap ada solusi transisi agar tetap bisa bekerja sambil menunggu seleksi selanjutnya.

Namun hingga kini, belum ada skema pengganti resmi bagi honorer yang tidak lolos seleksi PPPK.

Pemerintah pusat tetap menekankan pentingnya disiplin dalam pelaksanaan sistem kepegawaian nasional.

Tujuan utamanya adalah membangun birokrasi yang bersih, akuntabel, dan kompeten di seluruh tingkatan.

Dalam beberapa tahun terakhir, rekrutmen ASN telah dilakukan secara masif untuk mengisi kebutuhan jabatan.

Formasi yang dibuka didasarkan pada kebutuhan daerah dan ketersediaan anggaran masing-masing instansi.

Tenaga honorer diminta mempersiapkan diri mengikuti seleksi resmi jika ingin kembali bekerja di instansi.

Persaingan seleksi cukup ketat, dengan sistem berbasis CAT (Computer Assisted Test) untuk transparansi.

BKD Sulsel menyatakan tidak ada lagi celah pengangkatan pegawai secara informal di luar sistem resmi.

Instansi yang melanggar kebijakan ini bisa dikenai sanksi administrasi dan pemotongan anggaran kepegawaian.

Pemerintah daerah juga diminta menyusun roadmap kepegawaian untuk memastikan penyesuaian sesuai jadwal.

Sementara itu, pemerintah pusat terus mendorong penyederhanaan birokrasi dan perampingan struktur organisasi.

Langkah ini menjadi bagian dari transformasi tata kelola pemerintahan yang lebih efisien dan digital.

Dengan berkurangnya tenaga honorer, Pemprov Sulsel akan menyesuaikan sistem kerja dan beban tugas perangkat daerah.

Beberapa tugas akan dialihkan ke ASN aktif, atau didukung teknologi melalui sistem layanan digital.

Pemprov berharap kebijakan ini tidak mengganggu pelayanan publik karena perencanaan SDM sudah dilakukan sejak awal.

Meski menimbulkan dampak sosial, langkah ini diyakini mampu mendorong profesionalisme aparatur pemerintah.

Reformasi birokrasi hanya bisa tercapai jika sistem kepegawaian dibenahi dari struktur paling dasar.

Tenaga honorer yang terdampak diminta bersiap dan mengikuti peluang seleksi ASN ke depan.

BKD tetap membuka layanan informasi bagi mereka yang membutuhkan pendampingan administratif selama masa transisi.

Load More