Asrul mengaku beberapa pengusaha berencana baru mengurus izin susulan setelah penyegelan dilakukan. Namun, Pemprov menegaskan bahwa hal tersebut tidak mungkin diakukan selama moratorium berlaku.
"Kalau merujuk pada SK moratorium, tidak akan ada lagi penerbitan izin baru. Kecuali kalau sebelumnya mereka sudah punya izin lengkap, itu pun akan kami evaluasi," katanya.
Ia menambahkan, kegiatan bar atau diskotek termasuk kategori usaha berisiko tinggi. Sehingga tidak cukup hanya bermodal izin tempat usaha.
Pelaku usaha juga diwajibkan mengantongi sertifikat standar usaha dari Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU), khususnya yang berkaitan dengan aspek keselamatan dan keamanan.
"Kalau dalam satu tahun setelah mengantongi izin, mereka tidak mendapatkan sertifikat LSU, maka izinnya akan kami evaluasi kembali bersama Dinas Pariwisata. Jadi, tidak bisa sembarang buka usaha hiburan malam," ucap Asrul.
Pemprov Sulsel juga akan terus melakukan pengawasan lapangan secara berkala untuk memastikan tidak ada tempat usaha yang beroperasi secara ilegal atau menyimpang dari peruntukannya.
Kebijakan ini akan berlaku di seluruh kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan, tanpa pengecualian.
Adapun latar belakang kebijakan ini, kata Asrul, tidak lepas dari desakan sejumlah pihak. Termasuk surat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel, Muhammadiyah Sulsel, serta berbagai organisasi masyarakat.
"Mereka mengirimkan surat resmi kepada kami, menyuarakan keprihatinan atas menjamurnya diskotek dan tempat hiburan malam, khususnya di Makassar. Aktivitas ini dianggap bisa merusak moral generasi muda," jelasnya.
Baca Juga: Pemprov Sulsel Laporkan Magdalena De Munnik ke Polisi atas Dugaan Dokumen Palsu
Pemerintah berharap moratorium ini menjadi momentum untuk menata ulang sistem perizinan dan pengawasan terhadap tempat hiburan malam agar lebih selektif dan bertanggung jawab.
Sambil berjalan, Pemprov juga akan mengevaluasi dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan ini.
Kata Asrul, dengan moratorium ini, Pemprov Sulsel menegaskan bahwa pendekatan pembangunan daerah harus memperhatikan nilai-nilai sosial, moral, dan budaya.
"Selama ini kan yang penting pengajuan, ACC, selesai. Sekarang tidak. Kita mesti selektif," bebernya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Pencipta Sound Horeg? Ini Sosok Edi Sound yang Dijuluki Thomas Alva Edisound dari Jawa Timur
- Jelang Ronde Keempat, Kluivert Justru Dikabarkan Gabung Olympique Lyon
- Duel Mobil Murah Honda Brio vs BYD Atto 1, Beda Rp30 Jutaan tapi ...
- Harga Mitsubishi Destinator Resmi Diumumkan! 5 Mobil Ini Langsung Panik?
- 41 Kode Redeem FF Max Terbaru 24 Juli: Klaim Skin Scar, M1887, dan Hadiah EVOS
Pilihan
-
Selamat Tinggal Samba? Ini Alasan Gen Z Beralih ke Adidas Campus 00s & Forum Low
-
Filosofi Jersey Anyar Persija Jakarta: Century Od Glory, Terbang Keliling JIS
-
Braakk! Bus Persib Bandung Kecelakaan di Thailand, Pecahan Kaca Berserakan
-
5 Rekomendasi HP Realme RAM 8 GB Memori 256 GB di Bawah Rp 4 juta, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Gerai Tinggal 26, Stok Expired Menggunung! Akuisisi TGUK Penuh Drama
Terkini
-
Terbongkar! 49 Mobil Dinas DPRD Makassar Raib, Dikembalikan Paksa
-
BRI Permudah Pengajuan Kartu Kredit Tanpa ke Kantor Cabang: Bonus Penawaran Istimewa dan Voucher
-
Pemprov Sulsel Hadirkan Dokter Spesialis ke Pulau Terpencil
-
Kampus di Makassar Diwarnai Razia Mahasiswa dan Ajakan Perang
-
Kejati Sulsel Tetapkan 4 Tersangka Baru Kredit Fiktif Bank BUMN