Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 08 April 2025 | 15:41 WIB
Bahan grafis perkembangan nilai tukar petani (NTP) yang dipaparkan Kepala BPS Sulsel Aryanto saat merilis tingkat NTP periodik di Makassar, Selasa (8/4/2025) [SuaraSulsel.id/ANTARA/HO-BPS Sulsel]

SuaraSulsel.id - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan Aryanto merilis nilai tukar petani pada Maret 2025.

Sejumlah subsektor mengalami kenaikan nilai tukar petani (NTP) dan subsektor hortikultura dominan kenaikannya 4,78 persen.

"Secara umum itu NTP Sulsel alami penurunan sebesar 0,37 persen dimana NTP saat ini 124,07 dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 124,53," ujar Aryanto di Makassar, Selasa 8 April 2025.

Dia menjelaskan bahwa penurunan NTP ini disebabkan oleh kenaikan indeks harga yang diterima petani (It) yang tidak sebesar kenaikan indeks harga yang dibayar petani (Ib).

Baca Juga: Pupuk Melimpah, Petani Semringah

"Pada bulan Maret 2025, indeks harga yang diterima petani tercatat naik sebesar 0,83 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani naik lebih tinggi, yaitu sebesar 1,20 persen. Kenaikan pada indeks harga yang dibayar petani ini menyebabkan tergerusnya daya beli petani secara keseluruhan," katanya.

NTP merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib).

Digunakan sebagai salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan.

"Semakin tinggi NTP, semakin kuat pula daya beli petani terhadap barang dan jasa konsumsi maupun untuk biaya produksi," katanya.

Meskipun NTP secara umum mengalami penurunan, nilai tukar usaha pertanian (NTUP) justru menunjukkan kenaikan.

Baca Juga: Tangis Bahagia Petani Singkong Asal Toraja, Anaknya Diterima Kuliah Gratis di UGM

Pada bulan Maret 2025, NTUP tercatat sebesar 127,58 atau naik sebesar 0,35 persen dibandingkan bulan Februari 2025.

Jika dilihat berdasarkan subsektor, nilai tukar petani pada subsektor tanaman pangan (NTPP) tercatat sebesar 110,44 yang sebelumnya 108,34 atau naik 1,94 persen.

Subsektor tanaman hortikultura (NTPH) sebesar 132,78 sebelumnya 126,73 atau naik 4,78 persen.

Untuk subsektor tanaman perkebunan rakyat (NTPR) sebesar 174,53, subsektor peternakan (NTPT) sebesar 110,84 yang sebelumnya 110,80 atau naik 0,3 persen.

Dan subsektor perikanan (NTNP) sebesar 112,06 yang sebelumnya 111,91 atau naik 0,14 persen.

Dari lima subsektor pertanian, empat di antaranya mengalami kenaikan NTP pada bulan Maret 2025 dibandingkan bulan sebelumnya.

Subsektor Tanaman Pangan mencatat kenaikan sebesar 1,94 persen, Subsektor Hortikultura naik sebesar 4,78 persen, Subsektor Peternakan naik tipis sebesar 0,03 persen, dan Subsektor Perikanan naik sebesar 0,13 persen.

Sementara itu, satu-satunya subsektor yang mengalami penurunan adalah Tanaman Perkebunan Rakyat, dengan penurunan signifikan sebesar 5,63 persen.

Kenaikan indeks harga yang dibayar petani secara umum pada bulan Maret 2025 sebesar 1,20 persen juga disebabkan oleh peningkatan di seluruh subsektor pertanian.

Subsektor Tanaman Pangan mengalami kenaikan indeks harga sebesar 1,20 persen, Hortikultura sebesar 1,02 persen, Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 1,32 persen, Peternakan sebesar 1,05 persen, dan Perikanan sebesar 1,23 persen.

Dengan kondisi ini, pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas harga dan meningkatkan kesejahteraan petani di Sulawesi Selatan.

Bangun Tambak

Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan atau Zulhas menyebut Pemerintah akan membangun 20 ribu hektare tambak di Pulau Jawa hingga akhir tahun 2025.

Dia mengatakan, tambak-tambak tersebut akan digunakan untuk perikanan guna mendukung kecukupan pangan, khususnya pada sisi protein.

"Untuk ikan, (lokasinya) banyak di Pulau Jawa. Tahun ini, kan nggak bisa kita sekaligus. Tahun ini 20 ribu, 20 ribu itu suatu pekerjaan yang cukup besar," ujar Zulhas di Jakarta, Selasa 8 April 2025.

Menko Pangan menyampaikan, pembangunan tambak seluas 20 ribu hektare tersebut akan menggunakan tambak-tambak lama yang sudah terbengkalai di sepanjang wilayah Pantai Utara Jawa (Pantura).

Menurutnya, terdapat 70 ribu hektare tambak yang tidak terpakai selama puluhan tahun. Tambak tersebut dulunya digunakan untuk budidaya udang windu.

"Ada 70 ribu hektare yang nggak dipergunakan lagi. Dulu udang windu, itu direvitalisasi untuk ikan," katanya.

Untuk wilayah di luar Pulau Jawa, Pemerintah akan membangun tambak-tambak untuk budidaya udang dan lainnya, khususnya perikanan tangkap.

Lebih lanjut, kata Zulhas, Pemerintah juga akan membangun pabrik pakan untuk menjaga produksi ayam dan ikan.

Pabrik pakan tersebut juga nantinya dapat menyerap jagung dari petani.

"Pemerintah juga akan ikut mengembangkan pakan. Pakan juga kalau pemerintah ikut bisa mengendalikan seperti Bulog, (harga) tidak hanya ditentukan oleh satu dua pihak, tapi nanti pakan itu ada kompetisi bersaing harganya," ucap Zulhas.

Load More