Sejak tahun 2022 ketika Perda RTRW provinsi terbit, kawasan tersebut sudah masuk wilayah darat. Itu terlihat dari peta Badan Informasi Geospasial (BIG).
Namun yang disayangkan adalah SHGB terbit ketika masih berupa air laut. Artinya, keberadaan hak guna bangunan di atas laut ini mengindikasi sudah ada aroma reklamasi sejak dulu.
Dalam RTRW Provinsi Sulsel, memang ada kawasan wilayah jasa perdagangan dan wilayah tersebut boleh direklamasi.
Di luar dari pada itu adalah wilayah perikanan tangkap dan tidak boleh direklamasi karena merupakan alur pelayaran laut dan alur pelayaran nelayan ikan.
Surat Teguran
Pemprov Sulsel sebelumnya sudah melayangkan surat teguran untuk lima perusahaan yang punya aktivitas pemanfaatan ruang di peisir Makassar. Namun, yang berhak memberikan sanksi kepada perusahaan tersebut adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sementara, Ketua Forum Komunitas Hijau (FKH) Ahmad Yusran mengatakan ada 46 titik koordinat SHGB yang dimiliki oleh PT DG.
Awalnya, izin itu didapatkan secara online (OSS) dengan luas 7,5 hektare. Dahulu, semua lahan di kawasan tersebut masih wilayah laut sebelum reklamasi.
Namun, berdasarkan titik koordinat yang telah dirangkum pada rapat tindak lanjut laporan kegiatan reklamasi tak berizin yang digelar Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, pengembang, dan Pemerintah Kota Makassar, ditemukan titik koordinat ternyata lebih dari 7,5 hektare. Tapi ada sekitar 23 hektare.
Baca Juga: Drama Pilkada Makassar: KPU Akui Tanda Tangan Tak Identik, Akankah PSU Terjadi?
"Tiga kali lebih besar dibandingkan perizinan yang diajukan di awal atau lebih dari 23 hektare. Ini patut dipertanyakan," ujarnya saat dikonfirmasi, Sabtu, 25 Januari 2025.
Selain PT DG, ia mengungkap kapling laut juga dilakukan PT BW. Perusahaan ini punya HGB dan hak milik.
Padahal, pada putusan MK 85/PUU-XI/2013 diatur pelarangan pemanfaatan ruang dengan status HGB di atas wilayah perairan. Putusan tersebut menegaskan bahwa laut adalah ruang publik yang tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan privat atau komersial.
Dengan demikian, Yusran meminta pemerintah pusat dan para pihak yang terkait untuk melakukan audit penertiban pemanfaatan ruang sistematis lengkap (PPRSL).
Tujuannya untuk transparansi jumlah indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang dan jumlah kasus yang perlu pengenaan sanksi administrasi.
Sanksi administrasi bidang kelautan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 31 tahun 2021.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Pencipta Sound Horeg? Ini Sosok Edi Sound yang Dijuluki Thomas Alva Edisound dari Jawa Timur
- Jelang Ronde Keempat, Kluivert Justru Dikabarkan Gabung Olympique Lyon
- Akal Bulus Dibongkar KPK, Ridwan Kamil Catut Nama Pegawai Demi Samarkan Kepemilikan Kendaraan
- Bupati Sleman Akui Pahit, Sakit, Malu Usai Diskominfo Digeledah Kejati DIY Terkait Korupsi Internet
- Pemain Keturunan Purwokerto Tiba di Indonesia, Diproses Naturalisasi?
Pilihan
-
Daftar 5 Mobil Bekas yang Harganya Nggak Anjlok, Tetap Cuan Jika Dijual Lagi
-
Layak Jadi Striker Utama Persija Jakarta, Begini Respon Eksel Runtukahu
-
8 Rekomendasi HP Murah Anti Air dan Debu, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Fenomena Rojali dan Rohana Justru Sinyal Positif untuk Ekonomi Indonesia
-
5 Rekomendasi HP 5G Xiaomi di Bawah Rp 4 Juta, Harga Murah Spek Melimpah
Terkini
-
Wagub Sulsel Tegas: Stunting Bukan Hanya Urusan Satu Instansi
-
Gubernur Andi Sudirman Serahkan Hibah Rp5 Miliar untuk Masjid Ikhtiar Unhas
-
8 Kru Kapal Selamat dari Maut Berkat Laporan Kapal Australia
-
Pemprov Sulsel Ajak Ibu-Ibu Cinta Buku KIA di Hari Anak Nasional 2025
-
Sulsel Kini Punya MICU, Rumah Sakit Bergerak Lengkap dengan Ruang Operasi