Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 21 Agustus 2024 | 13:58 WIB
Suasana sidang MK atas gugatan uji materi yang diajukan Partai Perindo [Suara.com/Erick Tanjung]

SuaraSulsel.id - Pakar Politik Universitas Hasanuddin Andi Ali Armunanto menilai putusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang mengubah aturan dalam UU Pilkada. Terkait ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah akan merubah konstalasi di Pilgub Sulsel.

Dengan adanya perubahan aturan ini, ada 6 partai politik yang kini berpeluang mengusung calonnya sendiri di Pilgub Sulsel. Yakni Nasdem 17,43 persen, Gerindra 15,95 persen, Golkar 15,13 persen, Demokrat 8,31 persen, PPP 8,29 persen dan PKB 7,65 persen.

"Ini angin segar bagi demokrasi sekaligus kejutan. Artinya putusan MK khususnya di Pilkada Sulsel itu akan sangat banyak calon-calon yang diuntungkan. Partai juga bisa saja memikirkan ulang untuk mengusung kader sendiri," ujarnya saat dihubungi Rabu, 21 Agustus 2024.

Andi Ali menegaskan upaya membangun kotak kosong di Pilgub Sulawesi Selatan terpatahkan dengan sendirinya. Putusan MK akan memudahkan pencalonan bagi figur lain yang hendak bertarung.

Baca Juga: MK Ubah Aturan Pilkada 2024, Ini Tanggapan KPU Sulsel

Kemarin, MK memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah bukan lagi sebesar 25 persen suara parpol atau gabungan partai politik pada hasil Pileg 2024. Di Sulsel misalnya, Parpol minimal memperoleh 17 kursi dari total 85 kursi.

Jika merujuk pada putusan MK dalam kategori pasal 40 huruf c, MK mengklasifikasikan daerah dengan DPT 6-12 juta bisa mengusung calon dengan perolehan suara minimal 7,5 persen. Sementara, Sulawesi Selatan punya DPT 6,6 Juta.

Sebelumnya, sejumlah parpol di Sulsel kesulitan memenuhi ambang batas 20 persen tanpa koalisi, kecuali NasDem. Namun dengan adanya putusan MK tersebut, dinilai akan mempengaruhi dinamika politik di Pilgub.

Sekarang ini, pasangan calon Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi sudah mengantongi tujuh dukungan partai politik untuk maju dalam Pilgub Sulsel 2024. Pasangan dengan tagline Andalan Hati ini sempat diprediksi akan melenggang mulus sebagai pasangan calon tunggal.

"Akan terjadi pembicaraan ulang dalam koalisi dan di internal partai apakah mereka akan tetap pada posisinya di koalisi atau cari alternatif lain. Ini yang saya rasa pengaruhnya paling besar. Sehingga ini membuat calon yang sudah mengkalkulasi politik (uang) sampai strateginya akan dikalibrasi ulang," jelasnya.

Baca Juga: MK Ubah Aturan Pilkada, Danny Pomanto: Keinginan Allah yang Jadi

Namun, dengan putusan MK, Pilgub diperkirakan akan jauh lebih kompetitif. Pasangan Danny Pomanto-Azhar Arsyad salah satunya yang diyakini maju meski hanya didukung PKB dan PDIP.

Selain itu, ada sosok Andi Ilham Sirajuddin, Adnan Purichta, Andi Iwan Aras juga yang sebelumnya sudah patah arang dan putus asa masih punya peluang yang sama.

"Misal, Andi Sudirman Sulaiman yang sebelumnya sudah merasa tersetting akan terancam. Di sisi lain, calon yang sebelumnya tersingkir punya harapan. Ada Ilham Arief Sirajuddin, Adnan Purichta, Andi Iwan Aras itu kembali punya harapan peluang untuk bertarung. Ya bisa sampai lima kalau Parpol punya komitmen membangun demokrasi," ucapnya.

Namun, menurut Andi Ali, putusan MK akan membuat parpol akan memasang mahar politik yang tinggi. Sebab para calon yang ingin maju tentu akan melakukan tawar menawar ulang.

"Pasti naik dan itu akan ada renegosiasi ulang. Anda mau bertahan atau kami jual kursi kami ke calon lain," sebutnya.

Andi Ali juga menilai putusan MK tidak akan menyenangkan semua pihak. Termasuk ada upaya melawan dari DPR.

DPR melalui Badan Legislasi akan menggelar rapat seusai putusan MK menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah. Baleg disebut menyiapkan dua scenario terkait pengesahan putusan MK menjadi Undang-undang.

Pertama, rencana untuk mengembalikan aturan ambang batas Pilkada yang lama, yaitu minimal perolehan 20 kursi DPRD untuk pengusungan calon. Dan kedua, memberlakukan putusan MK tersebut pada Pilkada 2029.

"Kita lihat memang ada upaya perlawanan terhadap putusan MK dari kartel-kartel politik DPR dan sangat tidak masuk akal. Publik harus menyoroti ini," imbaunya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More