Muhammad Yunus
Rabu, 08 Mei 2024 | 07:24 WIB
Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin (kanan) didampingi Direktur LBH Makassar Fajriani Langgeng (kiri) menunjukkan dokumen Amicus Curiae atau 'sahabat pengadilan' untuk diajukan di Kantor Pengadilan Negeri Kelas I Makassar, Jalan RA Kartini Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (7/5/2024) [SuaraSulsel.id/ANTARA]

Ia mengemukakan, majelis hakim tentu memiliki kewajiban untuk melihat rasa keadilan. Sebab, hakim juga ingin melihat rasa keadilan dari berbagai sumber dari mana saja yang dianggap menjadi sebuah kebenaran.

"Saya pikir sumbernya (hakim) dari manapun baik itu penggugat, tergugat, masyarakat sipil, termasuk Amicus Curiae," paparnya.

Pihaknya memandang, gugatan ini bukan layaknya seperti perkara sipil biasa, namun ada kepentingan publik yang berpotensi terhambat bila diproses hukum. Alasannya, tergugat tersebut perusahaan media dan dua jurnalis.

"Perusahaan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Pers mendapatkan perlindungan hukum tapi ini malah jadi tergugat," ujarnya mempertanyakan.

Kendati pengadilan tidak bisa menolak gugatan, namun penggugat yang merupakan mantan pejabat publik harus disoroti. Sebab, karya jurnalistik yang menjadi dijadikan gugatan padahal bisa saja itu memiliki kepentingan publik yang lebih luas.

"Ini bukan semata-mata gugatan biasa. Tapi dibalik itu ada motif misalnya pembangkrutan media," ucapnya.

Perwakilan Ombudsman RI Sulsel, Aswiwin Sirua yang menjadi narasumber pada diskusi itu mengatakan, seorang pejabat publik harus terbuka karena pada prinsipnya mereka hadir untuk melayani masyarakat. Sehingga paradigma melayani itu harus melekat pada dirinya.

"Paradigma melayani itu yang harus melekat pada seorang pejabat publik, mulai dari yang paling bawah sampai pejabat yang paling atas. Kami juga prihatin atas adanya perkara pers disidangkan," ujarnya Kepala Keasistenan Bidang Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Perwakilan Sulsel itu.

Baca Juga: Puluhan Jurnalis Gelar Aksi Damai Tolak Pembungkaman Pers di Makassar

Load More