SuaraSulsel.id - Puluhan perempuan asal pulau Kodingareng menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Rabu 5 Oktober 2022.
Mereka terlihat membawa replika gurita raksasa yang diletakkan di depan gerbang pintu keluar sebagai bentuk protes ke pemerintah.
Gurita raksasa itu mereka ibaratkan sebagai monster oligarki. Monster itu menunjukkan wajah kekuasaan antara pemerintah dan korporasi yang terus mengeruk pasir laut.
Aksi ini dalam rangka memperingati hari anti oligarki. Aksi tersebut dilakukan sebagai respon keras dari perempuan Pulau Kodingareng yang merasakan dampak langsung dari aktivitas tambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan. Untuk keperluan mega proyek Makassar New Port (MNP).
Mereka menuntut agar Presiden Republik Indonesia, Gubernur Sulawesi Selatan, dan Wali Kota Makassar agar menghentikan pembangunan Makassar New Port dan tambang pasir laut yang berada di wilayah tangkap nelayan.
Gubernur Sulawesi Selatan dan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dituntut agar merevisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2022-2041 yang melegalisasi zona tambang pasir laut dan reklamasi di Sulawesi Selatan.
Kemudian, menuntut PT Pelindo IV harus bertanggung jawab atas kemiskinan dan kerusakan yang terjadi di wilayah tangkap nelayan.
Begitu pun untuk PT Boskalis, perusahaan asal Belanda, sebagai mitra PT Pelindo IV harus bertanggung Jawab. Untuk mengembalikan dan memulihkan wilayah tangkap nelayan agar masyarakat dapat bisa melaut seperti sedia kala.
Perempuan pulau membuat gurita raksasa itu dari limbah plastik botol minuman yang dikumpulkan menggunakan jaring nelayan. Sementara, untuk bagian kepalanya dibuat dari bambu yang dilapisi menggunakan koran bekas. Beratnya 10 kilo gram.
Baca Juga: Mitologi Kraken, Rahasia Bawah Laut Penghancur Kapal
Salah satu warga pulau Kodingareng, Sita mengatakan salah satu mega proyek pembangunan pelabuhan bertaraf internasional, yakni Makassar New Port (MNP) paling menyengsarakan mereka.
Bagaimana tidak. Wilayah tangkap nelayan ditetapkan dan dilegalisasi sebagai wilayah tambang pasir laut. Berdasarkan peraturan daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) tahun 2019.
Kemudian tahun ini telah diintegrasikan ke dalam peraturan daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2022-2041.
Proyek reklamasi yang dilaksanakan sejak tahun 2016 itu membutuhkan pasir laut yang sangat besar. Hampir semuanya ditambang dari sekitar pulau Kodingareng.
Namun, selama tambang pasir laut berlangsung, nelayan dan perempuan pulau Kodingareng mengalami penderitaan sosial ekonomi dan wilayah tangkap nelayan rusak parah. Pendapatan nelayan menurun drastis hampir 90 persen.
"Dampak lain karena adanya perubahan arus dan kedalaman laut. Air laut menjadi keruh, terumbu karang rusak dan mengalami keputihan akibat sedimentasi tambang pasir laut," ujar Sita.
Berita Terkait
Terpopuler
- RESMI! PSSI Tolak Pemain Keturunan ini Bela Timnas Indonesia di Ronde 4
- Jangan Lewatkan Keseruan JCO Run 2025, Lari Sehat sambil Dapat Promo Spesial BRI
- 5 Mobil Bekas 60 Jutaan Muat Banyak Keluarga, Bandel dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 21 Kode Redeem FF Hari Ini 23 Juli 2025, Kesempatan Klaim Bundle Player Squid Game
- Akhirnya Jokowi Mau Tunjukkan Ijazah Asli, Tapi Kenapa Diperiksa di Solo, Bukan Jakarta?
Pilihan
-
Hasil Babak Pertama: Buang Peluang, Timnas Indonesia U-23 Masih Tertahan
-
Berubah Lagi! Ini Daftar Susunan Pemain Timnas Indonesia U-23 vs Thailand
-
Menko Airlangga: Perang Thailand-Kamboja Belum Jadi Ancaman Ekonomi RI, Tapi Tetap Waspada!
-
Fenomena 'Rojali' Hantui Mal: BPS Ungkap Kelas Rentan Tercekik, Orang Kaya Ikut 'Ngerem' Belanja!
-
Termasuk Abraham Samad, Jokowi Ungkap Alasan 12 Orang Dilaporkan ke Polisi
Terkini
-
Terbongkar! 49 Mobil Dinas DPRD Makassar Raib, Dikembalikan Paksa
-
BRI Permudah Pengajuan Kartu Kredit Tanpa ke Kantor Cabang: Bonus Penawaran Istimewa dan Voucher
-
Pemprov Sulsel Hadirkan Dokter Spesialis ke Pulau Terpencil
-
Kampus di Makassar Diwarnai Razia Mahasiswa dan Ajakan Perang
-
Kejati Sulsel Tetapkan 4 Tersangka Baru Kredit Fiktif Bank BUMN