Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 27 September 2022 | 14:48 WIB
Direktur Hasanuddin Contact Prof Alimin Maidin [SuaraSulsel.id/Antara]

SuaraSulsel.id - Direktur Hasanuddin Contact Prof Alimin Maidin mengatakan, sekitar 32 persen anak remaja merokok. Karena dipengaruhi oleh iklan.

"Dari hasil penelitian yang kami lakukan Hasanuddin Contact diketahui sekitar 32 persen anak-anak remaja merokok itu gara-gara iklan," kata Alimin di Makassar, Senin 26 September 2022.

Hasanuddin Contact merupakan lembaga yang berada di bawah naungan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin.

Lembaga ini dibentuk dengan tujuan memperluas pengendalian tembakau dan pencegahan penyakit tidak menular di Indonesia bagian timur.

Baca Juga: Miris, Ditemukan Linglung Gadis 14 Tahun di Kubu Raya Disekap dan Disetubuhi Tiga Pria Secara Bergilir

Alimin mengatakan hal tersebut saat promosi Doktor Wahyuti yang mengangkat tema disertasi "Kepatuhan Masyarakat dan Ketertiban Stakeholder dalam penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Jayapura".

Iklan merokok itu sebenarnya tidak boleh ada sekitar 500 meter dari lokasi yang ditetapkan sebagai KTR.

"Jadi iklan rokok itu tidak boleh ada 500 meter dari lokasi sekolah, rumah ibadah, rumah sakit, tempat atau taman bermain anak, kendaraan umum serta tempat-tempat tertentu yang merupakan KTR," ujarnya.

Mencermati fenomena itu, lanjut dia, seharusnya pihak Wali Kota Makassar atau pemerintah daerah mengambil sikap tegas terhadap pemasangan iklan rokok di lapangan.

Hal tersebut perlu disikapi cepat untuk menyelamatkan anak dan generasi muda yang otaknya bakal tidak berkembang karena pengaruh asap rokok.

Baca Juga: 4 Kesalahan Pola Asuh yang Bisa Menyebabkan Anak Tumbuh Durhaka

"Harusnya ada peraturan dan sanksi yang dikeluarkan Wali Kota untuk melindungi anak dan generasi kita," ujarnya.

Sementara itu, Wahyuti yang merupakan Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Cendrawasih, Jayapura mengatakan, dari hasil penelitian yang telah dilakukan, tingkat kepatuhan masyarakat dan stakeholder di KTR masih bervariasi di lokasi yang berbeda.

"Sebagai gambaran, kepatuhan di KTR di rumah ibadah itu lebih tinggi dibandingkan di lokasi sekolah, kantor, dan taman bermain anak," katanya.

Kondisi tersebut, lanjut alumni Doktor di Universitas Negeri Makassar, sedikit banyaknya dipengaruhi oleh budaya setempat. Sehingga harus dilakukan pendekatan khusus. Termasuk inklusi agar warga di Jayapura dapat melindungi anak dan generasi muda ke depan. (Antara)

Load More