SuaraSulsel.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan lima tersangka pada kasus dugaan tindak pidana korupsi di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemprov Sulawesi Selatan. Empat diantaranya adalah auditor BPK.
Mereka adalah AS, JPHM, WIW, dan GG. Satu orang lainnya adalah Edy Rahmat yang saat ini sudah mendekam di Lapas Suka Miskin, Jawa Barat.
Edy Rahmat disebut sebagai pihak pemberi. Sementara empat auditor BPK adalah penerima.
"Tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan terhadap tersangka, mulai tanggal 18 Agustus sampai 6 September 2022," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Kamis, 18 Agustus 2022.
Alexander menegaskan kasus ini merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya yang menyeret mantan Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah.
Empat orang auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sulsel diduga menerima hadiah dari terpidana Edy Rahmat.
Uang itu diberikan ke salah satu tersangka atas nama Gilang. Tujuannya agar BPK menghapus hasil temuan di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Pemprov Sulsel.
Kata Alex, temuan itu berkaitan dengan pengerjaan sejumlah proyek infrastruktur. BPK menemukan proyek itu anggarannya digelembungkan dan tidak sesuai dengan pengerjaan.
Agar Pemprov Sulsel bisa mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada laporan keuangan tahun anggaran 2019 dan 2022, maka disuaplah auditor.
Baca Juga: KPK Kembali Tahan Mantan Walikota Cimahi
Alexander menegaskan agar kasus serupa tak terjadi lagi. Apalagi tahun 2022 ini, KPK juga melakukan operasi tangkap tangan dengan kasus yang sama di Bogor, Jawa Barat.
"Ada 500 lebih Pemda yang diaudit BPK tiap tahun. Tahun ini ada dua Pemda (yang terlibat korupsi). Kecil sih, sebetulnya," ujar Alexander.
Bagaimana dengan daerah lain?
"Kita gak tau. Kami sih, berharap itu ga ada. Di BPK pengawasannya juga sudah sangat ketat. Ini pun sebetulnya hanya perkara pengembangan dari Nurdin Abdullah," ungkapnya.
Alexander mengimbau agar Pemda bisa melaporkan segala bentuk tindak pidana korupsi ke KPK. Salah satunya jika ada auditor yang meminta uang.
Ia juga berharap Pemda tak lagi menyuap demi bisa meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Menurutnya, tanpa WTP pun, Pemda tidak akan bangkrut.
"Jangan berjuang dengan berbagai cara untuk mendapatkan WTP. Ga usah takut kalau ga dapat WTP. Toh, kan bisa diperbaiki tahun depan. Tanpa opini WTP pun, Pemda tidak akan bangkrut. Ini hanya penilaian wajar terhadap anggaran," tegasnya.
Menurutnya, percuma meraih WTP jika hasil suap.
"Ini harus jadi perhatian auditor agar profesional memberikan penilaian. Jangan berani jual beli temuan. Kalau dari sisi auditornya ga benar, maka akan begini-begini aja terus. Kami berharap di BPK, belajar dari kasus ini. Jangan temuan ditutupi dengan suap," tegas Alex.
Seperti diketahui, sejumlah fakta baru muncul selama sidang kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Sulsel, pada tahun 2021 lalu.
Terpidana Edy Rahmat sebelumnya membeberkan pernah menyetor uang ke oknum pegawai BPK Rp2,8 miliar atas nama Gilang. Uang itu dikumpul dari 11 pengusaha untuk menghilangkan hasil temuan pada pengerjaan proyek.
Dari 11 pengusaha itu, uang yang terkumpul Rp3,2 miliar. Rp2,8 miliar disetor ke Gilang sementara Rp320 juta lebih merupakan jatah untuk Edy.
Saat itu, Edy menjelaskan pernah bertemu dengan salah satu auditor BPK atas nama Gilang pada Desember 2020. Saat itu Gilang menghubunginya lewat telepon.
Mereka bertemu di Hotel Teras Kita, di Jalan Pettarani, Makassar. Alasannya untuk ngopi.
Saat bertemu, kata Edy, Gilang menyampaikan bahwa pihaknya akan memulai pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2020 pada Januari 2021. Jika ada kontraktor yang hendak berpartisipasi, bisa menyetor 1 persen untuk menghilangkan temuan.
"Desember 2020 saya ketemu, dia yang telepon Saya. saat ketemu, dia bilang BPK akhir Januari (2021) akan masuk pemeriksaan di Pemprov. Siapa tahu ada kontraktor yang ingin berpartisipasi. Nilainya 1 persen untuk bisa dipakai bayar temuan," ujar Edy di ruang sidang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, 13 Oktober 2021.
Kemudian, pada bulan Januari, Gilang menghubunginya lagi. Pegawai Humas di BPK itu menanyakan apakah uang dari kontraktor sudah ada?
"Jadi saya sampaikan ke kontraktor dan terkumpul Rp3,2 miliar. Pada Januari BPK masuk lakukan pemeriksaan, tapi bukan Gilang yang periksa," bebernya.
Dari jumlah Rp3,2 miliar yang dikumpulkan Edy dari kontraktor itu, ia dijatah 10 persen. Atau sekitar Rp320 juta.
Edy menambahkan BPK melakukan pemeriksaan empat kali. Sementara total uang yang disetor ke BPK jumlahnya Rp2,8 miliar.
"Uang saya serahkan ke Gilang. Dia ambil di depan kantor (BPK), di mobil saya. Baru saya antar masuk ke asramanya (di belakang kantor)," ungkapnya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Bank Mandiri Resmi Buka Livin Fest 2025 di Makassar, Sinergikan UMKM dan Industri Kreatif
-
GMTD Diserang 'Serakahnomics', Kalla Ditantang Tunjukkan Bukti
-
Dugaan Korupsi Pengadaan Bibit Nanas di Sulsel, Kejati Kejar Dana Rp60 Miliar
-
Kejati Geledah Ruang Kepala BKAD Pemprov Sulsel Dijaga Ketat TNI
-
BREAKING NEWS: Kejati Sulsel Geledah Kantor Dinas Tanaman Pangan