Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 09 Agustus 2022 | 08:54 WIB
Rel kereta api Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id/Antara]

SuaraSulsel.id - Pembangunan rel kereta api untuk jalur Maros-Makassar masih diperdebatkan antara Pemerintah Kota Makassar dan Pemprov Sulsel. Hal ini membuat masyarakat bingung atau hilang akal.

Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto menginginkan agar rel kereta api di Makassar dibuat elevated atau melayang. Bukan at grade atau di atas tanah. Alasannya agar Kota Makassar tidak banjir.

Menurutnya, dampak negatif pembangunan jalur kereta api di atas tanah sudah terlihat di Kabupaten Barru. Kata Danny Pomanto, setiap tahun banjir terjadi karena dampak dari rel yang dibangun secara at grade di Barru.

"Saya hanya membela masyarakat Kota Makassar, karena saya tahu persis (soal tata ruang)," ujarnya.

Baca Juga: PSM Makassar vs Kedah Darul Aman: Misi Juku Eja Persembahkan Kado Istimewa untuk HUT Kemerdekaan Indonesia

Ia mengaku akan menyurati Kementerian Perhubungan soal ini. Ia juga sudah berkonsultasi dengan DPRD Makassar untuk menyikapi pembangunan kereta api di Makassar.

Sekretaris Komisi A DPRD Makassar Abdul Wahab Tahir mengatakan, polemik pembangunan rel kereta api di Makassar bisa didiskusikan dengan baik. Antara Pemerintah Provinsi, Balai Besar Pembangunan Jalan, Pemerintah Kota bersama DPRD sebagai perwakilan rakyat.

Menurut Wahab Tahir, jalur atas atau melayang memang mahal dibanding di atas tanah. Tapi kita juga harus ingat dampaknya. Jangan sampai dampak yang ditimbulkan seperti kemacetan dan banjir bandang jauh lebih mahal.

"UU Otonomi itu memberikan otonomi kepada pemerintah kabupaten dan kota, bukan di provinsi. Pemerintah Provinsi itu hanya perpanjangan tangan pemerintah pusat yang memiliki jalur koordinasi," katanya.

Ketua Fraksi Golkar DPRD Makassar ini menambahkan, jika Pemerintah Provinsi Sulsel "ngotot" maka UU Otonomi Daerah diabaikan.

Baca Juga: Prediksi PSM Makassar vs Kedah Darul Aman di Piala AFC 2022 Malam Ini

"Siapa pun Wali Kota nya saya aka bela. Jika mengabaikan UU Otonomi Daerah," kata Wahab.

Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman Dan Pertanahan (Perkimtan) Sulsel Iqbal Suhaeb mengatakan, masyarakat Makassar tidak perlu khawatir soal banjir. Pembangunan rel kereta api sudah didesain bebas banjir hingga 50 tahun ke depan.

Kata Iqbal, pihaknya juga sempat khawatir, sama seperti yang dirasakan Wali Kota Danny Pomanto. Namun saat melihat studi kelayakan pada wilayah yang dilalui rel kereta api di wilayah Makassar, ia mengaku paham.

"Hasilnya 50 tahun, itu tidak akan banjir. Itu sudah dianalisis dengan konsep debit air hujan yang paling tinggi yang pernah ada di Makassar," ujar Iqbal.

Kata Iqbal, Pemprov Sulsel sudah menyurat ke Kementerian Perhubungan RI, melalui Balai Pengelola Kereta Api Sulsel. Pihaknya meminta pemerintah pusat untuk menganalisis dampak banjir di Makassar.

Iqbal juga mengaku sudah memperlihatkan surat penjelasan teknis debit air dan lain sebagainya di lokasi pembangunan rel at grade di Makassar.

Dalam surat tersebut dengan nomor KA.604/4/8/BPKA-SS/2022 ditandatangani oleh Ammana Gappa sebagai Kepala BPKA Sulsel.

Secara kesimpulan, BPKA menyebutkan berdasarkan hasil survei dan analisis data hidrologi dan hidrolika, maka desain pembangunan jalur kereta api dari Mandai sampai dengan Parangloe.

Perencanaan saluran melintang berupa box culvert untuk melimpaskan debit air. Telah memperhitungkan tinggi muka air banjir maksimum dan aman terhadap banjir dengan periode 50 tahun.

"Terlampir data dukung berupa laporan survei hidrologi dan hidrolika serta executive summary DED intermoda KA ke pelabuhan Garongkong dan Makassar New Port," ujar Iqbal.

Kepala Balai Pengelola Kereta Api Sulawesi Selatan Amanna Gappa enggan mengomentari soal konflik dengan Pemkot Makassar. Ia mengaku sedang fokus untuk menuntaskan sisa pengerjaan saat ini.

Kata Amanna Gappa, kereta Api di Sulawesi Selatan mesti dikebut. Proyek tersebut harus rampung sebelum tahun 2024.

"Itu sudah tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional atau RPJMN. Harus selesai 2024," ungkapnya.

Pakar transportasi Universitas Hasanuddin Prof Sakti Adji Adisasmita mengaku sudah melihat konsep pembangunan kereta api untuk jalur Maros-Makassar. Rel at grade itu didesain bebas banjir.

"Jadi ada box culvert untuk saluran penyeimbang. Ini untuk mengendalikan banjir," kata Sakti.

Box culvert itu akan dibangun dengan tinggi jagaan atau freeboard saluran yang mengacu pada muka air banjir tertinggi.

Artinya, ada sirkulasi temporer pada saat musim penghujan pada area persawahan. Kemudian, lebar saluran yang mengacu pada debit area banjir temporer.

Kata Sakti, pembangunan rel baik elevated maupun at grade sama-sama punya kelebihan dan kekurangan.

Namun, ia mengatakan untuk jalur kereta api di Sulawesi Selatan saat ini cukup efektif jika dibangun dengan konsep rel at grade. Dari segi anggaran juga lebih murah.

Apalagi hanya melintasi daerah persawahan atau lahan terbuka. Namun, yang akan menjadi kendala adalah pembebasan lahannya.

"Karena hanya ke MNP dari Mandai, jadi memang cukup efektif jika di atas tanah (at grade). Tapi itu, (kendalanya) pembebasan lahan," ujarnya.

Kata Sakti, Pemkot bisa mengusulkan rel elevated nantinya. Misal, menambah jalur dari MNP ke mall, atau tempat perekonomian lainnya.

Apalagi kawasan aglomerasi Mamminasata (Maros, Makassar, Sungguminasa, Takalar) saat ini terus digenjot pembangunannya. Pengembangan transportasi dari moda darat ke kereta api akan cukup diminati.

"Jika sudah masuk daerah perkotaan, misalnya dari MNP ke mall, maka bisa mengusulkan untuk elevated. Pembebasan lahannya juga minim tapi mahal (kalau elevated)," jelasnya.

Satu Warga Menolak Lahannya Dibebaskan

Pembebasan lahan untuk pengerjaan Segmen E, yakni jalur Makassar-Maros mulai dirancang. Pemprov Sulsel dan BPKA sudah melakukan beberapa kali pertemuan dengan warga yang lahannya berdampak.

Kabid Pertanahan Dinas Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan Pemprov Sulsel Fakhruddin mengatakan, ada 83,9 hektar lahan yang akan dibebaskan untuk jalur Maros-Makassar. Dari luas lahan itu, ada 175 orang pemiliknya.

Hal tersebut tertuang di dalam Penlok yang sudah ditetapkan Pemprov Sulsel, baru-baru ini.

Letak lokasi rencana pembangunan akan melewati dua desa di kabupaten Maros. Sementara untuk Kota Makassar melewati Kelurahan Sudiang, Bulurokeng, Untia, dan Bira.

"Pembebasan lahan untuk Kota Makassar ada di dua kecamatan dan empat kelurahan. Di Biringkanaya dan Tamalanrea. Ada 83,9 hektar yang akan dibebaskan," ujar Fakhruddin.

Fakhruddin mengatakan sejauh ini hanya ada satu warga yang menolak lahannya dibebaskan. Jika pemerintah hanya membeli sebagian saja.

Sementara soal harga, nantinya akan ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Setelahnya akan dilakukan pembayaran oleh Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).

"(Soal harga) nantinya akan diidentifikasi oleh BPN. Masyarakat dapat mempertanyakan harga lahan mereka," ungkapnya.

PPK Pengadaan Lahan Makassar-Maros Ryco Pradana menambahkan anggaran yang disiapkan untuk pengerjaan Makassar-Maros ada Rp1,2 triliun. Namun hingga kini anggaran itu belum terserap.

Anggaran tersebut, kata Ryco, salah satunya untuk pengadaan lahan di Maros dan Makassar. Namun menurutnya, pembebasan lahan untuk proyek ini tidak akan mudah.

Belajar dari kabupaten lain, pembebasan lahan cukup ribet. Banyak warga yang menolak karena harga lahan yang ditetapkan tak sesuai dengan keinginan mereka.

"Kalau anggaran ini tidak terserap, maka akan dikembalikan ke LMAN. Dananya akan dialihkan ke proyek lain," ujarnya.

Sebelumnya, Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman mengaku sudah membentuk tim percepatan pembebasan lahan. Masing-masing dibagi dalam beberapa koridor, berdasarkan daerah yang diketuai oleh kepala daerah.

Sudirman mengaku pembagian koridor dilakukan untuk memudahkan pemetaan. Targetnya pelaksanaan pekerjaan bisa segera dilakukan.

Kata dia, Pemprov Sulsel mempersempit ruang yang menjadi konsen pemerintah. Harus ada pemetaan daerah yang belum tuntas, wilayah yang lahannya dengan sistem pembayaran langsung, serta konsinyasi.

Tujuannya agar ada langkah persuasif ke warga. Sehingga tidak ada eksekusi lahan.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More