SuaraSulsel.id - Jaksa penuntut umum menahan tiga dari empat tersangka kasus korupsi. Proyek penambahan ruang operasi dan ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
"Penahanan tiga tersangka kami titipkan di Rutan Polda NTB," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram Heru Sandika Triyana di Mataram, Rabu 20 April 2022.
Tiga tersangka yang menjalani penahanan tersebut adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial EB, direktur konsultan pengawas CV Cipta Pandu Utama berinisial DD, dan direktur perusahaan pelaksana proyek PT Apro Megatama asal Makassar, Sulawesi Selatan, berinisial DT.
"Mereka kami tahan terhitung hari ini setelah kami menerima tahap dua (pelimpahan tersangka dan barang bukti) dari jaksa penyidik," ujarnya.
Sedangkan untuk satu tersangka lagi, yakni mantan Direktur RSUD Lombok Utara dengan peran kuasa pengguna anggaran (KPA) berinisial SH, Heru mengakui pihaknya belum melakukan penahanan.
"Karena yang kami terima ini baru tiga orang, jadi yang ada ini kita tahan," ucap dia.
Perihal belum dilakukannya tahap dua untuk tersangka SH, Heru mengaku tidak mengetahui alasan pertimbangannya.
"Untuk alasannya, itu kewenangan jaksa penyidik yang bisa sampaikan. Kami di sini hanya bertugas melanjutkan apa yang dilimpahkan saja," katanya.
Namun perihal SH tidak turut serta bersama tiga tersangka lainnya dalam pelaksanaan tahap dua, Rabu (20/4), kuasa hukumnya Herman Sorenggana mengonfirmasi bahwa kliennya kini sedang sibuk menjalankan tugas di Pulau Sumbawa.
Baca Juga: Batal Bubar, Jatanras Makassar: Mohon Maaf Telah Membuat Gaduh
"Kan beliau sekarang jadi Ketua Satgas Penanggulangan dan Pencegahan COVID-19 di Sumbawa, makanya sibuk di sana, belum bisa hadir pemeriksaan hari ini," ujar Jerman.
Karena alasan demikian, Herman mengaku bahwa dirinya yang mewakili kliennya hadir ke hadapan jaksa penyidik.
"Jadi, saya sendiri yang datang ke hadapan jaksa penyidik. Saya sampaikan surat permohonan penundaan (tahap dua) dengan alasan itu tadi," kata dia.
Proyek penambahan ruang operasi dan ICU ini terlaksana di tahun anggaran 2019. Proyek ini menelan dana APBD senilai Rp6,4 miliar.
Dugaan korupsinya muncul karena pekerjaan molor hingga menimbulkan denda. Hal itu mengakibatkan adanya potensi kerugian negara Rp1,7 miliar. Nilai tersebut muncul berdasarkan hasil audit Inspektorat Lombok Utara. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Bank Mandiri Resmi Buka Livin Fest 2025 di Makassar, Sinergikan UMKM dan Industri Kreatif
-
GMTD Diserang 'Serakahnomics', Kalla Ditantang Tunjukkan Bukti
-
Dugaan Korupsi Pengadaan Bibit Nanas di Sulsel, Kejati Kejar Dana Rp60 Miliar
-
Kejati Geledah Ruang Kepala BKAD Pemprov Sulsel Dijaga Ketat TNI
-
BREAKING NEWS: Kejati Sulsel Geledah Kantor Dinas Tanaman Pangan