SuaraSulsel.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau masyarakat untuk saling menghormati soal kemungkinan penetapan awal Ramadhan 1443 Hijriah yang berbeda antara pemerintah dan Muhammadiyah.
"Perbedaan itu sunnatullah, suatu keniscayaan. Wong kita juga berbeda-beda. Jangan timbul sikap melecehkan, mengejek, apalagi fitnah," ujar Sekjen MUI Amirsyah Tambunan dalam diskusi daring FMB9 yang diikuti dari Jakarta, Senin 28 Maret 2022.
Amirsyah mengatakan ada perbedaan penentuan awal bulan Hijriah. Ada yang memakai metode hisab (penghitungan secara astronomis posisi bulan) dan metode rukyat (pengamatan visibilitas hilal).
Namun, kata dia, kedua metode tersebut sebenarnya satu kesatuan. Karena baik hisab maupun rukyat saling mengonfirmasi dalam menentukan awal bulan Hijriah.
"Mengapa terjadi perbedaan? Karena ada perbedaan sudut pandang melihat. Maksud melihat itu sebenarnya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, bukan hanya dengan kepala langsung tapi menggunakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kajian ilmiah," kata dia.
Maka dari itu, ia meminta perbedaan harus membuat umat Muslim di Indonesia saling tenggang rasa, toleran, dan saling menghormati.
Sebelumnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengumumkan 1 Ramadhan 1443 Hijriah jatuh pada Sabtu, 2 April 2022, berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
Sementara 1 Syawal 1443 Hijriah akan jatuh pada Senin 2 Mei 2022. Pada Sabtu 29 Ramadhan atau 30 April 2022, ijtimak jelang Syawal 1443 Hijriah belum terlihat.
Ada Potensi Berbeda
Baca Juga: Jelajah 101 Rasa di THE 101 Yogyakarta Tugu Lewat Menu Berbuka Puasa Ramadhan Djoewara #1
Anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriah Indonesia Kementerian Agama Thomas Djamaluddin mengatakan, awal Ramadhan dan Idul Fitri 1443 Hijriah/2022 Masehi berpotensi berbeda antara Muhammadiyah dengan pemerintah.
Perbedaan itu karena adanya pedoman baru dari kesepakatan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) yang ditetapkan pada 2021.
"Kalau masih menggunakan kriteria lama ini di bagian barat wilayah Indonesia, ini 1 April masih 2 derajat, kalau kriteria lama ada potensi dengan wujudul hilal, tapi kalau lihat garis ini ada potensi perbedaan," ujar Thomas.
Dia mengatakan apabila menggunakan aturan baru dari MABIMS berupa tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat, wilayah Indonesia, Asia Tenggara, dan Arab Saudi belum memenuhi. Sehingga, tidak mungkin terjadi rukyat. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 5 Rekomendasi Bedak Tabur untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Halus dan Segar
Pilihan
-
Pengungsi Gunung Semeru "Dihantui" Gangguan Kesehatan, Stok Obat Menipis!
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaik November 2025, Cocok Buat PUBG Mobile
-
Ratusan Hewan Ternak Warga Mati Disapu Awan Panas Gunung Semeru, Dampak Erupsi Makin Meluas
Terkini
-
41 Dapur MBG Dikuasai oleh Satu Yayasan, Begini Reaksi Publik!
-
Bank Mandiri Resmi Buka Livin Fest 2025 di Makassar, Sinergikan UMKM dan Industri Kreatif
-
GMTD Diserang 'Serakahnomics', Kalla Ditantang Tunjukkan Bukti
-
Dugaan Korupsi Pengadaan Bibit Nanas di Sulsel, Kejati Kejar Dana Rp60 Miliar
-
Kejati Geledah Ruang Kepala BKAD Pemprov Sulsel Dijaga Ketat TNI