Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Jum'at, 18 Februari 2022 | 18:03 WIB
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) jadi ikon wisata baru di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id/Istimewa]

SuaraSulsel.id - Kabupaten Sidenreng Rappang atau sering disingkat Sidrap. Memperingati hari ulang tahun (HUT) ke 678. Di pertambahan usia, daerah yang terkenal sebagai penghasil beras terbesar di timur Indonesia itiu mengalami banyak perubahan.

Pembentukan Kabupaten Sidrap melalui proses sejarah yang cukup panjang. Awalnya, kerajaan Sidenreng dan kerajaan Rappang adalah kerajaan kembar yang diperintah oleh dua orang raja kakak beradik.

Oleh karena itu tidak ada batasan yang tegas memisahkan kedua wilayah tersebut. Kini kedua kerajaan tersebut berubah jadi Kabupaten Sidenreng Rappang.

Pada hasil dokumentasi Catatan Buku Kita disebutkan, bahwa dalam manuskrip Lontara Sidenreng-Rappang hanya menggambarkan bahwa penduduk di kerajaan Sidenreng dan Rappang hanya dapat dibedakan saat panen padi tiba.

Baca Juga: Sejarah Bulan Rajab, Beserta Makna dan Keutamaan Bulan Asyhurul Haram

Warga yang memanen padinya ke arah utara, itulah masyarakat Rappang. Sementara, yang memanen padi ke arah selatan adalah rakyat Sidenreng.

Selain itu, kedua rajanya juga pernah berikrar, "mate elei Rappang, mate aruwengngi Sidenreng. Mate Sriwengngi Rappang, mate ele'i Sidenreng".

Artinya, apabila rakyat Rappang meninggal ketika pagi hari, maka rakyat Sidenreng meninggal di sore hari. Sebaliknya, apabila rakyat Rappang meninggal ketika sore hari, maka rakyat Sidenreng meninggal di pagi harinya.

Nama Sidenreng sendiri pertama kalinya diberikan oleh sekelompok orang yang dipimpin oleh delapan orang bersaudara dari Sangalla, Tana Toraja. Mereka hijrah meninggalkan daerahnya akibat kezaliman rajanya.

Delapan orang tersebut adalah La Wewangriu, La Togelipu, La Pasampaoi, La Pakolongi, La Pababbari, La Panaungi, La Mappasessu, dan La Mappatunru.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Peristiwa Sampit 18 Februari 2001

Menilik nama-namanya yang tidak berciri-ciri Toraja, mereka diduga bukanlah penduduk asli Sangalla atau etnis Toraja melainkan berasal dari Luwu. Ini diperkuat oleh sumber yang mengatakan bahwa Sangalla dulu berada di bawah kekuasaan kerajaan Luwu.

Pemberian nama Sidenreng untuk memperingati peristiwa mula pertama kedatangan mereka di tempat itu. Dengan cara saling bergandeng tangan atau Sidenreng atau Sirenreng dalam bahasa Bugis.

Mereka masuk ke danau untuk mandi dan mengambil air. Danau itu kini dikenal dengan nama Danau Sidenreng.

Dari peristiwa itu, maka wilayah tersebut diberi nama Sidenreng. Namun, orang Bone, Soppeng dan Wajo menyebut tempat itu dengan nama Tanae Aja Tappareng.

Artinya, daerah yang berada di sebelah barat danau Sidenreng. Dalam bahasa Bugis, danau disebut Tappareng, sementara barat disebut Aja atau Riaja.

Di daerah Ajatappareng ini kemudian terbentuk lima kerajaan-kerajaan lokal yaitu Sidenreng, Rappang, Sawitto, Suppa dan Alitta. Kerajaan-kerajaan inilah yang sesungguhnya disebut Lima Ajatappareng.

Sekarang, Lima Ajatappareng ini diperluas wilayahnya yang meliputi bekas Afdeling Parepare, yakni Kabupaten Barru, Kota Parepare, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng Rappang.

Rappang

Selanjutnya, mengenai Rappang. Kota Rappang berasal dari kata Rappeng.

Dahulu sungai yang mengalir di Rappang sangat lebar dan bagian hulunya ditumbuhi hutan belukar yang lebat. Itulah yang disebut Rappang artinya Rappeng-rappeng berarti, dahan atau ranting yang hanyut yang kemudian membentuk pemukiman.

Sidenreng dan Rappang kemudian menjadi dua kerajaan kembar. Menurut Lontara Sidenreng dan Rappang, raja-raja yang memerintah di dua kerajaan ini berasal dari Sangalla, Tana Toraja.

Meskipun ada pula versi yang mengatakan bahwa tanah ini berasal dari Tomanurung atau sosok manusia yang turun dari langit dan tidak diketahui asal-usulnya. Seperti halnya cerita-cerita kemunculan berbagai kerajaan lokal di Sulawesi Selatan.

Diceritakan bahwa setelah La Maddaremmeng serta delapan saudaranya telah meninggal, maka salah seorang anaknya yang bernama Balopattina bersama istrinya Datupatilla menyusul ke Sidenreng tetapi setelah mengetahui bahwa orang tuanya tidak ada lagi.

Maka ia memutuskan untuk tinggal di Rappang. Disanalah ia melahirkan tiga orang anak yaitu La Mallimbureng, We Tipu Uleng dan seorang laki-laki yang tidak diketahui namanya.

La Mallimburreng-lah kemudian yang diangkat menjadi raja pertama Sidenreng dengan gelar Addatuang Sidenreng. Sedangkan We Tipu Uleng dinobatkan menjadi raja pertama di Rappang dengan gelar arung rappang.

Sementara versi To Manurung mengatakan bahwa addatuang pertama Sidenreng ialah Manurungnge ri Bululoa dan addatuang pertama Rappang adalah We Tipu Uleng.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More