Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 07 Februari 2022 | 15:00 WIB
Ramsiah Tasruddin bersama Anggota LBH Makassar, Senin 7 Februari 2022 [SuaraSulsel.id/Muhammad Aidil]

SuaraSulsel.id - Raut wajah Ramsiah Tasruddin akhirnya mulai terlihat ceria. Setelah Penyidik Satuan Reserse Polres Gowa menghentikan penyelidikan kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang sempat menjeratnya menjadi tersangka pada tahun September 2019 lalu.

Ramsiah merupakan dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Kota Makassar. Menyandang status sebagai tersangka selama 2,4 tahun lamanya. Akibat Dugaan penghinaan atau pencemaran nama baik atas Pasal 27 ayat 3 UU ITE.

"2,4 tahun jadi tersangka yang berproses. 3 Februari 2022 dihentikan kasusnya," kata Ramsiah saat ditemui SuaraSulsel.id di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Makassar, Jalan Nikel Senin 7 Februari 2022.

Ramsiah menjadi tersangka atas laporan yang dilayangkan oleh Nursyamsyiah yang waktu itu diketahui masih menjabat sebagai Wakil Dekan III Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Kota Makassar. Laporan ini dilakukan di Polres Gowa terkait tuduhan pelanggaran Undang-Undang ITE pada Juni 2017.

Baca Juga: Ini Beda Ujaran Kebencian dengan Kritik yang Perlu Anda Ketahui

Ramsiah dilaporkan ke polisi karena mengkritik tindakan mengenai penghentian dan penutupan secara paksa aktivitas siaran radio Syiar di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Alauddin Makassar. Diduga dilakukan oleh Nursyamsiah.

Kala itu, Ramsiah masih menjabat sebagai Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UIN Alauddin Makassar.

"4,8 tahun mulai berproses sejak dilaporkan. Juni 2017 dilaporkan pertama. Saya tersangka Mei 2019," jelas Ramsiah.

Empat tahun sudah berlalu, kini Ramsiah sudah dapat bernapas lega. Setelah 55 bulan lamanya berjuang menghadapi kasus Undang-Undang ITE yang pernah menjeratnya akibat membahas persoalan penutupan aktivitas siaran radio Syiar melalui sebuah grup WhatsApp secara internal di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Alauddin Makassar.

"Kami membahas kasus ini di WhatsApp internal tertutup dan ini terkait dengan penutupan radio Syiar. Lalu kemudian dari hasil dialog tersebut di-screensoot dan dilaporkan," terang Ramsiah.

Baca Juga: Anak Bupati Labuhanbatu Selatan Diperiksa Polisi, Dicecar 16 Pertanyaan

Seingat Ramsiah setelah kasus ini dilaporkan, seminggu sebelum dirinya dilantik menjadi Wakil Dekan I Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Alauddin Makassar.

Petaka pun datang menghampirinya melalui sebuah surat bahwa dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Gowa terkait kasus dugaan penghinaan atau pencemaran nama baik atas Pasal 27 ayat 3 UU ITE.

"Saya ingat adalah seminggu sebelum saya dilantik menjadi Wakil Dekan 1. Saat itu saya sudah dilamar oleh dekan terpilih saat itu, dilantik jadi Wakil Dekan dan surat tersangka datang di ruangan saya waktu itu saya ketua jurusan. Dan dibawa oleh penyidik yang ketiga," ungkap Ramsiah.

Selama kasus ini bergulir di Polres Gowa, Ramsiah tidak tinggal diam begitu saja. Berbagai upaya pun ditempuhnya agar dapat terbebas dari jeratan UU ITE. Termasuk meminta bantuan kepada Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Makassar dan Aliansi Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi.

"Saya kemudian meminta bantuan secara eksternal kepada teman-teman YLBH dan dibantu juga oleh Aliansi Jurnalis dan Kebebasan Berekpresi dan kita melaksanakan aksi Kamisan," kata dia.

"Dimana aksi kamisan ini mempunyai tujuan yang pertama adalah memperjuangkan masalah yang saya hadapi dan kedua tuntutan kami dalam merevisi UU ITE," tambah Ramsiah.

Dua tahun menyandang status sebagai tersangka, Ramsiah mengemukakan bahwa perjuangannya dalam menghadapi kasus UU ITE ini cukup panjang. Namun, Ramsiah tetap teguh menghadapi cobaan tersebut. Hingga mendapat dukungan dari berbagai kalangan.

"Saya justru banyak mendapatkan dukungan secara eksternal. Dari teman-teman LBH dan Aliansi Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi. Setiap kamis sore kami melakukan aksi Kamisan dan saya juga disuport oleh Komnas Perempuan. Jadi dua tahun jadi tersangka ini banyak sebenarnya suka dukanya," beber Ramsiah.

Batal Jadi Wakil Dekan

Ramsiah mengaku bahwa akibat kasus tersebut dirinya pun terpaksa tidak dilantik menjadi Wakil Dekan. Sehingga harus menjalani profesi sebagai dosen biasa setelah periodenya sebagai Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UIN Alauddin Makassar berakhir.

Sebagai dosen, Ramsiah tetap profesional menjalankan tugasnya. Dia tetap mengajar dan memberikan tugas kepada para mahasiswanya. Aktivitas tersebut dilakukan Ramsiah secara daring atau online karena waktu itu memang bertepatan dengan pandemi covid-19.

Selain itu, menyandang status sebagai tersangka rupanya Ramsiah juga mengalami tekanan secara psikis dan psikolog. Namun, dia tetap bersemangat dan terus berpikir positif setelah mendapat dukungan dari berbagai kalangan.

"Sebagai dosen tetap saya menjalankan tugas, tetap mengajar, menguji dari rumah. Karena bersamaan pandemi dan itu justru memberikan ketenangan mental buat saya. Saya justru enjoy melaksanakan tugas secara online dan sesekali masuk kampus jika diperlukan. Itu secara akademik dampaknya," ujar dia.

Hingga pada suatu hari, perjuangan Ramsiah pun akhirnya membuahkan hasil. Sebab, Polres Gowa akhirnya menerbitkan Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/119.i/II/2022 Reskrim tentang Penghentian Penyidikan terhitung mulai tanggal 03 Februari 2022. Dengan alasan tidak cukup bukti.

"Alhamdulillah 3 Februari kemarin itu SP3 sudah kami dapatkan dan langsung dijemput oleh pak Aziz dari LBH. Alhamdulillah sebagai makhluk Allah pasti kita bersyukur. Saya akhirnya menemukan kebenaran. Ini adalah kado saya di Februari ini karena bulan Februari ini juga hari ulang tahun saya. Ini kado yang terindah buat saya, terima kasih ya Allah," tutur Ramsiah sambil meneteskan air mata.

Ramsiah berharap agar kasus yang pernah menimpanya dapat menjadi pelajaran. Sehingga, masyarakat umum yang memiliki persoalan yang serupa dengannya tidak pernah berhenti untuk berjuang dan tetap yakin bahwa masih banyak orang-orang baik yang akan membantu.

"Yang punya masalah seperti saya untuk tidak pernah berhenti berjuang dan yakin banyak orang-orang baik yang membantu. Jika ada hal-hal yang terkait dengan pencemaran nama baik. Upaya kita untuk merevisi UU ITE sebaiknya kita tidak menggunakan UU ITE atau paling tidak kita mencoba menyelesaikan masalah itu dengan baik," kata dia.

"Dan ini menyangkut pemulihan nama baik, saya selalu berharap kedepannya ini juga akan mendapatkan hasil yang baik. Kalau terkait akhirnya proses ini saya tidak mendapatkan posisi, itu lain masalahnya. Satu hal yang membuat saya bahagia adalah saya mendapatkan banyak teman-teman dan alhamdulillah pelajaran yang berharga kedepannya buat kehidupan saya," sambung Ramsiah.

Abdul Aziz Dumpa dari LBH Makassar selaku Penasehat Hukum Ramsiah mengungkapkan dalam tafsiran Undang-Undang ITE itu sudah jelas bahwa ketika komentar tersebut ditujukan kepada publik, maka hal itu bukanlah penghinaan dan pencemaran nama baik. Apalagi, komentar tersebut disampaikan dalam grup WhatsApp tertutup.

"Apalagi sebenarnya UU ITE ini juga masuk dalam prolegnas (Prioritas tahun 2021). Yang salah satu yang akan direvisi adalah Pasal 27 ayat 3 dan tafsirnya itu sudah dimuat di SKB. Jadi menurut kami secara materil kasus ini sudah berhenti," ungkap Aziz.

Menurut Aziz, sebenarnya Undang-Undang ITE ini adalah undang-undang yang mengandung pasal karet. Sehingga, kepolisian harus dapat melihat konteks dari pembicaraan yang dilaporkan dalam grup WhatsApp. Seperti yang menimpah Ramsiah selaku kliennya.

"Kepolisian yang harus bisa melihat konteks dari pembicaraan yang dilaporkan dalam group WhatsApp itu karena konteksnya kepentingan publik dan disampaikan di group WhatsApp tertutup dan diisi oleh sesama internal dan pembahasannya juga masalah internal," katanya.

Dalam kasus ini, kata dia, persoalannya terdapat pada undang-undangnya dan penegakan hukumnya. Namun yang paling utama adalah masalah undang-undangnya yang memang dinilai pasal karet sehingga harus segera direvisi.

"Pasal penghinaan dan pencemaran nama baik itu dicabut saja karena bisa membahayakan dan kedepan akan ada lagi Ramsiah selanjutnya," tegas Aziz.

Selama empat tahun kasus ini berproses, kata dia, penyidik sudah empat kali menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan setelah berkas yang dilimpahkan oleh penyidik ditolak oleh jaksa. Karena tidak cukup alat bukti dan waktunya telah habis. Sehingga kasus ini dianggap sangat dipaksakan.

"Setelah jaksa mengembalikan berkas karena tidak cukup bukti, waktunya habis. Terbitkan lagi surat perintah dimulainya penyidikan. Itu sampai ada empat kali selama empat tahun artinya kasus ini memang dipaksakan sejak awal," tutup Aziz.

Kontributor : Muhammad Aidil

Load More