"Kalau soal SK kan sudah ada yang keluar dari rektorat. Untuk pembentukan ULT dan SOP itu. Iya, akan diterapkan tapi kita ada sendiri. Jadi ada dua itu Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 dengan SK Dirjen Dikti, Pendidikan Tinggi Islam. Itu yang dijabarkan maka lahirlah yang disebut SOP dan sudah di ULT itu," jelas Darussalam.
Ketua Unit Layanan Terpadu UIN Alauddin Makassar, Rosmini Amin mengemukakan dalam konteks pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, pimpinan kampus telah menyediakan Unit Layanan Terpadu (ULT). Lembaga ini dibentuk khusus untuk berkonsentrasi pada Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan UIN Alauddin Makassar.
Pada lembaga ini, kata Rosmini, ada tiga devisi. Masing-masing adalah devisi pencegahan yang dikawal oleh delapan Wakil Ddekan 3. Kemudian ada devisi pendampingan hukum yang dikawal oleh sejumlah dosen yang tergabung dalam LKBH Fakultas Syariah dan Hukum.
Ada juga devisi pemulihan korban yang melibatkan personil dua lembaga konseling yang ada di UIN Alauddin Makassar, yaitu Unit Konseling Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Serta Laboratorium Konseling Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
Baca Juga: Tak Masuk Paripurna, Ketua Panja RUU TPKS: Kami akan Berjuang Terus
"Akan memproses hal ini jika kasus ini terlaporkan secara resmi, dengan prosedur dan mekanisme yang ada," kata Rosmini.
Rosmini tidak menampik terkait adanya sejumlah kasus kekerasan seksual yang pernah terjadi di UIN Alauddin Makassar. Menurut dia, kejadian itu sangat memprihatinkan dan sangat miris mendengar kejadian serupa berulang kejadiannya. Terlebih lagi, lokasi terjadinya kasus itu berada tidak jauh dari UIN Alauddin Makassar.
"Dan ternyata korbannya adalah mahasiswi UIN. Boleh jadi, kejadian seperti ini korbannya bukan saja mahasiswi UIN, tapi masyarakat di luar warga UIN banyak juga yang menjadi korban perilaku menyimpang ini. Mungkin di wilayah sekitar UIN ataukah di wilayah lain," ucap Rosmini.
Dalam interaksi sosial masyarakat, kata dia, tidak dapat dipungkiri akan adanya orang-orang tertentu yang memiliki perilaku menyimpang. Terutama dalam hal kecenderungan dan dalam perilaku seksual. Karena itu, hal ini tidak dapat menjadi alasan untuk tidak persoalkan.
Penyebabnya, karena perilaku mempertontonkan atau memperlihatkan alat kelamin yang bukan pada tempatnya cukup meresahkan masyarakat. Apalagi, dapat menimbulkan efek traumatis yang berkepanjangan kepada korban.
Baca Juga: Tersangka Kasus Pencabulan, Praperadilan Putra Kiai di Jombang Ditolak
"Perilaku seksual yang menyimpang seperti ini, termasuk tindak pidana kekerasan seksual dan akan tetap dipersoalkan secara hukum dan etik berdasarkan SOP KPKE, meskipun pelakunya berdalih karena penyakit yang dialaminya," tegas Rosmini.
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- Duet Elkan Baggott dan Jay Idzes, Prediksi Susunan Pemain Timnas Indonesia vs China
- 27 Kode Redeem FF Terbaru 17 Mei: Klaim Diamond, Token, dan Skin Cobra MP40
- Penampilan Syahrini di Cannes Mengejutkan, Dianggap Berbeda dengan yang di Instagram
- 8 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Vitamin C, Ampuh Hilangkan Noda Hitam
- Ditegur Dudung Abdurachman, Hercules Akhirnya Minta Maaf ke Gatot Nurmatyo dan Yayat Sudrajat
Pilihan
-
PSSI Bongkar Alasan Tak Panggil Elkan Baggott meski Sudah Sampai di Bali
-
Kurator Didesak Penuhi Hak Karyawan PT Sritex, Tagihan Pembayaran Capai Rp 337 Miliar
-
Menelisik Kinerja Emiten Kongsian Aguan dan Salim
-
Mudah Ditebak, Ini Prediksi Starting XI Timnas Indonesia vs China
-
Muhammadiyah dan BSI Rujuk?
Terkini
-
Penumpang KM Tidar Diduga Terjun ke Laut di Makassar, Pencarian Masih Berlangsung
-
Gawat! Demo Ojol Nasional Ancam Lumpuhkan Kota-Kota Besar
-
Pemprov Sulsel Laporkan Magdalena De Munnik ke Polisi atas Dugaan Dokumen Palsu
-
Klaim Saldo DANA Kaget Ratusan Ribu di Hari Senin, Begini Caranya!
-
BRI dorong berkelanjutan hingga salurkan Rp796 Triliun untuk Sustainable Finance