SuaraSulsel.id - Pembangunan PLTMH Ma'dong mulai dikerjakan oleh PT Nagata Hidro Ma'dong sejak tahun 2019. Namun UKL-UPL telah terbit pada tahun 2013.
PLTMH Ma'dong ini akan memiliki kapasitas daya sebesar 10 MW yang memanfaatkan aliran Sungai Maiting. PLTMH ini ditargetkan beroperasi di awal tahun 2022.
Andi, salah satu warga yang terdampak menjelaskan, sebelum pembangunan Bendungan PLTMH Ma'dong, Sungai Maiting dimanfaatkan sebagai lokasi wisata arung jeram. Namun semenjak pembangun bendungan dilakukan debit air Sungai Maiting sudah tidak dapat dibuat arung jeram.
Selain itu, Andi juga menjelaskan pembangunan PLTMH Ma'dong di dua lembang yakni Lembang Ma'dong dan Lembang Paku. Akan berdampak kepada 22 kepala keluarga.
Jika lahan mereka rusak akibat pembangunan PLTMH sedangkan ganti rugi yang diberikan tidak sesuai dengan harga yang diinginkan warga.
"Lahan kami itu ada yang rusak karena proyek PLTMH dan ganti rugi yang diberikan tidak sesuai harga yang kami inginkan. Padahal kebun kami itu tempat kami hidup dan juga di situ sumber pakan ternak babi kami," ungkapnya, Selasa 2 November 2021.
Tidak hanya itu, ketika warga menuntut hak yang diambil perusahaan, Andi mengaku mendapatkan intimidasi dari oknum aparat yang ada di sekitar proyek PLTMH Ma'Dong.
"Kami itu hanya menuntut ganti rugi dan hak kami. Itu saja," tegasnya.
Arfiandi Anas Anggota WALHI Sulsel menjelaskan, pembangunan PLTMH yang terletak di Kecamatan Denpina terdapat beberapa pelanggaran kesesuaian tata ruang.
Baca Juga: Tanggap Darurat Bencana Banjir Luwu, WALHI Sulsel: Prioritaskan Kelompok Rentan
Pertama adalah lokasi PLTMH bukan sebagai lokasi ruang energi. Dalam PP Nomor 21 tahun 2012 yang diubah menjadi PP 22 tahun 2021 menyebutkan bila lokasi kegiatan harus sesuai dengan tata ruang yang ada. Menurut staf Advokasi dan Kajian WALHI Sulsel ini tidak sesuai dengan peruntukan ruang.
"Jika kita melihat Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Toraja, dalam Pasal 11 dimana Perda tersebut tidak meletakkan Lembang Paku dan Ma'dong Kecamatan Denpina sebagai lokasi ruang energi. Sedangkan setiap pembangunan harus mematuhi aturan yang berlaku," ujarnya.
Kedua adalah Kecamatan Denpina merupakan wilayah rawan bencana. Sehingga pengerjaan proyek PLTMH akan memperbesar potensi bencana yang terjadi.
"Lokasi pembangunan PLTMH di Lembang Paku berdampak terhadap kondisi tanah yang sudah rawan longsor. Dimana tidak adanya penahan atau tanggul di areal pengerjaan proyek. Hal itu akan membahayakan pemukiman serta area perkebunan warga," terangnya.
Secara kajian lingkungan, pembangunan PLTMH ini memiliki dampak yang mencakup dua lembang, yakni Lembang Ma'dong dan Lembang Paku. Sedimentasi dan penyempitan lahan yang berdampak terhadap penurunan kualitas air.
"Sungai Maiting yang menghidupi banyak orang untuk konsumsi dan irigasi pertanian warga sangat penting untuk dijaga. Menurunnya debit dan kualitas air akan menyebabkan ancaman kekeringan," jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pemain Terbaik Liga 2: Saya Siap Gantikan Ole Romeny!
- Pemain Arsenal Mengaku Terbuka Bela Timnas Indonesia
- 1 Detik Pascal Struijk Resmi Jadi WNI, Cetak Sejarah di Timnas Indonesia
- 4 Sedan Bekas Murah di Bawah Rp 30 Juta: Perawatan Mudah, Cocok untuk Anak Muda
- Pelatih Belanda Dukung Timnas Indonesia ke Piala Dunia: Kluivert Boleh Ambil Semua Pemain Saya
Pilihan
-
5 Rekomendasi HP 5G Xiaomi di Bawah Rp 4 Juta Terbaru Juli 2025
-
5 Rekomendasi HP 5G Samsung di Bawah Rp 4 Juta, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Pegawai Kemenkeu Berkurang Hampir 1.000 Orang, Sri Mulyani: Dampak Digitalisasi!
-
Bos Garuda Blak-blakan Soal Dana Pembelian 50 Pesawat Boeing, Erick Thohir Disebut Setuju
-
Menko Airlangga Kumpulkan Para Pengusaha Usai Tarif Trump 19 Persen
Terkini
-
Negara Akui Tedong Bonga! Simbol Status dan Jati Diri Toraja
-
Bukti Transformasi Digital BRI Sukses: BRImo Super App Tembus 42,7 Juta Pengguna
-
Koperasi Desa Merah Putih di Sulsel Hadirkan Kafe, Klinik, Hingga Pembiayaan Syariah
-
Volume Transaksi AgenBRILink Tembus Rp843 T, BRI Perkuat Akses di 3T
-
Rahasia Hemat Biaya Renovasi Rumah