Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Minggu, 17 Oktober 2021 | 17:10 WIB
Pasien korban dugaan malpraktik di Gorontalo meninggal dunia [gopos.id]

SuaraSulsel.id - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Pengurus Wilayah Provinsi Gorontalo merespons laporan dugaan malpraktik di Rumah Sakit Multazam Kota Gorontalo.

Ketua IDI Provinsi Gorontalo dr. Irianto Dunda, mengatakan organisasi yang menaungi para dokter itu telah meminta Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Untuk memproses lebih lanjut sesuai ketentuan.

Mengutip gopos.id -- jaringan Suara.com, Irianto mengatakan, IDI sudah meminta keterangan terkait dugaan malpraktik. Dengan menggelar rapat koordinasi yang melibatkan banyak pihak. Antara lain IDI Cabang Gorontalo, Perhimpunan Dokter Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Perhimpunan Dokter Bedah Indonesia, serta jajaran Direktur dan Komite Medik Rumah Sakit terkait.

“Rapat koordinasi juga ikut dihadiri ketiga orang dokter yang melakukan operasi pada pasien tersebut,” ujar Irianto Dunda.

Baca Juga: Razia Kartu Vaksin Covid-19 di Gorontalo

Dokter spesialis syaraf itu menegaskan, tidak ada perbedaan hasil pemeriksaan diantara dokter yang menangani pasien. Hal itu didasarkan pada klarifikasi dan konfirmasi kepada sejumlah dokter yang disebutkan menangani pasien.

Oleh karena itu, Irianto Dunda, menekankan agar masyarakat tidak ikut menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu.

“IDI meminta kepada sejumlah pihak untuk menahan diri untuk tidak menjustifikasi tindakan yang dilakukan oleh dokter termasuk dugan malpraktik dan lebih mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Sebelum ada keputusan resmi dari MKEK IDI,” ujar Irianto Dunda.

Pasien korban dugaan malpraktik di Gorontalo meninggal dunia [gopos.id]

Korban meninggal dunia

Kasus ini terungkap Jumat (15/10/2021). Setelah pasien yang menjadi korban dugaan malaraktik tersebut meninggal dunia. Pasien berinisial MA sempat mendapat perawatan dan menjalani operasi di Rumah Sakit Multazam Kota Gorontalo.

Baca Juga: Tersinggung Dengar Suara Knalpot Motor, Pengendara Motor Ditikam

Namun operasi tersebut diduga gagal. Kemudian pasien dipaksa keluar rumah sakit. Membuat korban kritis dan meninggal dunia.

Suami korban YH, kepada gopos.id -- jaringan Suara.com membeberkan kronologi perawatan medis korban. Selama dirawat di Rumah Sakit Multazam Kota Gorontalo.

Kamis tanggal 16 September 2021, YH bersama korban melakukan konsultasi ke salah satu dokter spesialis kandungan di Kota Gorontalo.

Korban menyampaikan keluhan yang ia rasa berupa haid kurang lancar, dan rasa nyeri di bagian perut.

Selanjutnya oknum dokter tersebut mendiagnosa pasien memiliki kista berukuran 5,0 dan dan Miom berukuran 9,8 atau berukuran sebesar kepala bayi.

Setelah mendengar hasil diagnosa tersebut, YH dan korban menanyakan upaya untuk menyembuhkannya? Oleh dokter spesialis obgyn itu, dijelaskan bahwa kondisi korban tidak akan sembuh. Walaupun sudah minum obat yang banyak. Solusinya operasi untuk mengangkat kista dan miom tersebut.

Selanjutnya, pada Kamis 16 September 2021, pasien didampingi YH mendatangi lagi dokter spesialis itu. Untuk berkonsultasi. Saat itu juga dokter tersebut meminta kepada pasien untuk segera menjadwalkan waktu operasi.

“Waktu operasi pun dijadwalkan pada Senin 20 September 2021 bertempat di Rumah Sakit Multazam Gorontalo, dimana yang akan melakukan operasi tersebut adalah oknum dokter tersebut,” ucap YH.

Pada tanggal 20 September 2021 korban akhirnya menjalani operasi namun tanpa ditemani oleh keluarga. Selang beberapa menit, di dalam ruang operasi atau sesaat melakukan tindakan operasi, oknum dokter tersebut keluar. Menyampaikan kepada keluarga pasien bahwa operasi telah gagal.

Operasi tidak dapat dilanjutkan dengan alasan telah terjadi pelengketan usus di seluruh lapisan perut pasien. Pengangkatan penyakit miom dan kista sudah tidak dapat dilanjutkan lagi.

Saat itu, oknum dokter spesialis itu menyampaikan tindakan operasi selanjutnya akan dilanjutkan oleh dokter bedah lainnya.

“Kami sangat sayangkan, pasien hanya dibiarkan dalam kondisi perut terbelah, dan yang melanjutkan jahitan operasinya ialah dokter lainnya,” jelas suami korban.

YH menambahkan, dokter kedua yang melakukan tindakan operasi saat itu menyampaikan. Telah terjadi robekan pada usus pasien. Diakibatkan oleh sayatan atau operasi oleh dokter sebelumnya.

Setelah tindakan operasi tersebut, pasien tidak diizinkan makan selama 10 Hari, dan disarankan untuk belajar duduk.

Namun pada hari ke-5 setelah operasi tersebut, pasien diminta untuk duduk dan menggerak-gerakkan badan.

Pada hari Jumat, tanggal 24 September 2021 keluar cairan berwarna hijau dan berbau busuk dari perut korban. Saat dikonsultasikan ke dokter bedah, dokter menjawab “itu hanya darah kotor yang keluar”.

Selanjutnya pada tanggal 5 Oktober 2021, setelah 17 hari berada di Rumah Sakit Multazam, pasien diminta keluar oleh dokter bedah terebut. Dalam kondisi luka bekas operasi terbuka menganga dan mengeluarkan bau busuk.

“Melihat kondisi pasien seperti ini, usus-usus terlihat dari luar dengan luka menganga, saya bertanya ke dokter, apakah pasien tidak akan dirujuk dulu ke rumah sakit lain,” tanya YH kepada dokter bedah Rumah Sakit Multazam.

Pihaknya merasa tidak puas dan meminta agar isterinya tersebut untuk dirujuk ke rumah sakit lain, namun sayangnya permintaan tersebut ditolak oleh pihak Rumah Sakit Multazam.

“Yang membuat kami kecewa, mendapati jawaban dari dokter ahli bedah terebut bahwa pasien sudah tidak bisa diapa-apakan lagi dan disarankan keluarga untuk banyak berdoa,” ungkap YH sambil menangis.

“Dokter menyampaikan pasien tidak dapat lagi dirujuk ke rumah sakit mana pun, dan sudah tidak ada lagi harapan untuk sembuh,"

Keluarga sangat menyayangkan sikap dokter bedah dan pihak Rumah Sakit Multazam. Membiarkan pasien keluar dengan kondisi luka di perut yang tidak terjahit. Pasien keluar tidak diberikan obat apa pun.

Tidak ada resep obat. Bahkan tidak direkomendasikan lagi untuk dilakukan perawatan intensif ke rumah sakit lain, dan hanya disuruh berdoa.

Ketua IDI Provinsi Gorontalo dr. Irianto Dunda [gopos.id]

Keluarga Inisiatif Bawa Korban ke Rumah Sakit Lain

Selanjutnya pada hari kamis tanggal 7 oktober 2021, pasien dibawa ke RSAS dan ditangani oleh Dokter Enrico Ambang Banua Medellu, Sp.B, atas inisiatif dari keluarga.

Setelah dilakukan perawatan, kemudian diagendakan untuk operasi pada hari sabtu tanggal 9 Oktober 2021. Dimana pada saat tindakan operasi, dokter Enrico mengajak suami pasien ke dalam ruang operasi.

Dokter menunjukkan secara langsung. Bahwa tidak ada kista sebesar berukuran 5,0 dan dan miom berukuran 9,8 sebagaimana yang disampaikan oleh dokter pertama yang melakukan operasi.

“Jadi tidak ada kista sebesar berukuran 5,0 dan dan miom berukuran 9,8. Sebagaimana yang disampaikan oleh dokter pertama yang melakukan operasi,” ungkap YH.

YH melanjutkan, bahkan tidak terdapat pelengketan usus di dinding perut. Sebagaimana yang disampaikan oleh dokter sebelumnya.

“Faktanya yang terjadi adalah, terdapat usus besar dan usus halus serta empedu yang tersayat akibat operasi sebelumnya,” tegas suami Korban YH, yang mengulangi keterangan dari dokter Enrico.

Terpisah pihak rumah sakit Multazam Gorontalo sejauh ini belum dapat dikonfirmasi. Ketika gopos.id ke Rumah Sakit Multazam, pihak manajemen rumah sakit tidak berada di tempat.

Direktur Rumah Sakit Multazam Gorontalo, Sam Biaya saat dikonfrimasi belum mau memberikan keterangan terkait kasus ini.

Load More