Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 24 Agustus 2021 | 05:05 WIB
Tugu pahlawan di Jalan Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Untuk mengenang perlawanan TNI terhadap KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indische Leger) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

Jelang bubarnya KNIL, menurut Laporan Djawatan Kepolisian Negara (bagian PAM) kepada Presiden perihal: Aksi Westerling (21/02/1950), muncul isu di kalangan mereka bahwa bekas KNIL yang masuk TNI akan disudutkan dan dicari-cari kesalahannya.

Pasukan dari TNI kemudian dikirim ke Makassar. Ide itu dari parlemen Negara Indonesia Timur (NIT) pro-republik yakni Andi Rasyid Fakih, Haji Mattekawang Daeng Raja, dan A. Karim Mamangka.

Mereka mengirim mosi pada 23 Desember 1949 ke Menteri Pertahanan RIS, Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang isinya mendesak pemerintah RIS untuk segera mengirimkan pasukan TNI ke Sulawesi Selatan.

Sri Sultan menerima mosi itu ketika mengadakan inspeksi ke Indonesia Timur. Kaum federalis tentu menentang mosi tersebut.

Baca Juga: Potret Perjuangan Kemanusiaan di Masa Kemerdekaan dalam Film Soegija

Tugu pahlawan di Jalan Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Untuk mengenang perlawanan TNI terhadap KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indische Leger) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

Sri Sultan pun membentuk sebuah komisi militer sebelum kedatangan pasukan TNI dari Jawa. Bertindak sebagai ketua komisi adalah Ir. Putuhena. Sebagai anggota, ada Mayor Alex Nanlohy dari pihak KNIL dan Letnan Kolonel Ahmad Junus Mokoginta dari pihak TNI.

Mokoginta, sebelum Jepang mendarat di Indonesia pada 1942, juga adalah perwira KNIL. Ketika berkunjung, Sri Sultan didampingi oleh Mokoginta.

Jebolan KMA Bandung ini diangkat sebagai Kepala Tentara dan Teritorium di Indonesia Timur. Komisi Militer RI ini pada 27 Desember 1949, di hari pengembalian kedaulatan RI dari pemerintah Belanda, menerima tanggung jawab dari Markas Besar Tentara Belanda di Makassar atas keamanan Indonesia Timur.

Dalam penyerahan tanggung jawab itu, Komisi Militer diwakili oleh Letnan Kolonel Mokoginta karena Ir. Putuhena dan Mayor Nanlohy belum datang ke Makassar.

Mokoginta dalam menjalankan tugasnya dibantu beberapa anggota staf seperti Mayor Saleh Lahade, Mayor H.N.V. Sumual, Mayor Pieters, serta seorang ajudan yakni Kapten Andi Muhamad Yusuf.

Baca Juga: Profil Zeljeznicar Banja Luka, Klub yang Akan Dituju Wonderkid PSM Edgard Amping

Namun, apapun perjanjian dan wewenangnya, Mokoginta tak dihormati oleh serdadu-serdadu KNIL. Mereka kemudian mengamuk di Makassar.

Load More