Padahal sejarah tugu Pahlawan ini jadi saksi bisu, betapa kukuhnya Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) yang saat ini bernama TNI mempertahankan kemerdekaan.
Belanda lewat KNIL berencana kembali menguasai tanah air. Saat itu terjadi pemberontakan besar-besaran di Makassar.
Peran besar KNIL di Indonesia adalah menggempur para pejuang republik tanpa ampun. Ada yang bertempur habis-habisan karena sumpah setia kepada Ratu Belanda, tapi ada pula yang terjebak.
Disebutkan banyak serdadu KNIL masuk tentara Belanda karena terjebak propaganda bohong. Sebagian serdadu yang dalam Perang Dunia II pergi ke Australia seperti Heiho serta Romusha sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi di tanah air selama berada di sana.
Dengan propaganda seperti itu, mereka kemudian sulit berdamai dengan Republik Indonesia yang dipimpin Soekarno-Hatta.
Jelang bubarnya KNIL, menurut Laporan Djawatan Kepolisian Negara (bagian PAM) kepada Presiden perihal: Aksi Westerling (21/02/1950), muncul isu di kalangan mereka bahwa bekas KNIL yang masuk TNI akan disudutkan dan dicari-cari kesalahannya.
Pasukan dari TNI kemudian dikirim ke Makassar. Ide itu dari parlemen Negara Indonesia Timur (NIT) pro-republik yakni Andi Rasyid Fakih, Haji Mattekawang Daeng Raja, dan A. Karim Mamangka.
Mereka mengirim mosi pada 23 Desember 1949 ke Menteri Pertahanan RIS, Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang isinya mendesak pemerintah RIS untuk segera mengirimkan pasukan TNI ke Sulawesi Selatan.
Sri Sultan menerima mosi itu ketika mengadakan inspeksi ke Indonesia Timur. Kaum federalis tentu menentang mosi tersebut.
Baca Juga: Potret Perjuangan Kemanusiaan di Masa Kemerdekaan dalam Film Soegija
Sri Sultan pun membentuk sebuah komisi militer sebelum kedatangan pasukan TNI dari Jawa. Bertindak sebagai ketua komisi adalah Ir. Putuhena. Sebagai anggota, ada Mayor Alex Nanlohy dari pihak KNIL dan Letnan Kolonel Ahmad Junus Mokoginta dari pihak TNI.
Mokoginta, sebelum Jepang mendarat di Indonesia pada 1942, juga adalah perwira KNIL. Ketika berkunjung, Sri Sultan didampingi oleh Mokoginta.
Jebolan KMA Bandung ini diangkat sebagai Kepala Tentara dan Teritorium di Indonesia Timur. Komisi Militer RI ini pada 27 Desember 1949, di hari pengembalian kedaulatan RI dari pemerintah Belanda, menerima tanggung jawab dari Markas Besar Tentara Belanda di Makassar atas keamanan Indonesia Timur.
Dalam penyerahan tanggung jawab itu, Komisi Militer diwakili oleh Letnan Kolonel Mokoginta karena Ir. Putuhena dan Mayor Nanlohy belum datang ke Makassar.
Mokoginta dalam menjalankan tugasnya dibantu beberapa anggota staf seperti Mayor Saleh Lahade, Mayor H.N.V. Sumual, Mayor Pieters, serta seorang ajudan yakni Kapten Andi Muhamad Yusuf.
Namun, apapun perjanjian dan wewenangnya, Mokoginta tak dihormati oleh serdadu-serdadu KNIL. Mereka kemudian mengamuk di Makassar.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
Gubernur Sulsel Luncurkan Program Mandiri Benih Padi Andalan 2025
-
Gubernur Sulsel: KKSS Jadi Wadah Pemersatu Dunia
-
Pemprov Sulsel Apresiasi Layanan Kesehatan Gratis dan Pasar Sembako Murah KKSS
-
Kronologi Lengkap Tewasnya Polisi di Tangan PNS Gara-gara Cemburu
-
Riset Nanotheranostics Penanganan Kanker Payudara Mahasiswa Unhas Raih Juara 1