Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 22 Juni 2021 | 13:14 WIB
Sidang kasus Agung Sucipto, terdakwa penyuap Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah menghadirkan sejumlah saksi di Pengadilan Negeri Makassar, Kamis 10 Juni 2021 / [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Kasus suap dan gratifikasi yang menyeret nama Gubernur Sulawesi Selatan non aktif, Nurdin Abdullah membuktikan bahwa permintaan fee proyek ke kontraktor sudah membudaya di Pemprov Sulsel.

Hingga kini ada tujuh nama kontraktor yang disebut-sebut pernah memberi uang ke Nurdin Abdullah. Satu diantaranya bahkan sudah menjadi terdakwa, yakni Agung Sucipto.

Kemudian ada nama lain diantaranya, Haeruddin, Ferdinand, Petrus Yalim, Andi Kemal, Robert, dan Ferry.

Petrus saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Makassar 10 Juni 2021, blak-blakan. Mengungkap cara sejumlah pejabat di Pemprov Sulsel ketika meminta uang ke kontraktor.

Baca Juga: Program Satu Hati, Astra Motor Sulsel Bangun Fasilitas MCK Korban Gempa Mamuju

Alasannya macam-macam. Mulai dari alasan biaya operasional, biaya berobat, bahkan untuk membiayai kendaraan yang sedang masuk bengkel.

"Ada yang minta untuk biaya operasional, biaya berobat, sama untuk perbaiki mobilnya yang lagi di bengkel," ujar Petrus.

Pemilik PT Putra Jaya itu tak menampik soal permintaan oknum pejabat yang dimaksud. Karena tak ada nominal pasti.

Namun, kadang diberi, kadang juga tidak. Itu pun jika diberi, bukan untuk mendapatkan proyek khusus. Menurutnya, itu hanya sekadar sumbangan saja.

Sebab, mereka tetap harus mengikuti prosedur lelang sesuai ketentuan. Beruntung jika menjadi pemenang. Jika tak sesuai ketentuan, maka mereka juga terdepak.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Sulawesi Selatan Minggu 20 Juni 2021

Di Pemprov Sulsel, perusahaannya baru mendapat proyek untuk pengerjaan jalan ke Pucak. Sebelumnya, ada beberapa paket proyek yang diikuti proses tendernya, namun tak lolos.

"Kalau (proyek) di Pucak itu, AMP (asphal mixing plant) perusahaan kami yang satu-satunya punya itu, makanya menang. Itu kan syaratnya kalau (pengerjaan) jalan harus punya AMP," bebernya.

Petrus mengatakan, lelang proyek saat ini memang sudah transparan. Siapa pun bisa memantau di laman website.

Hanya saja, bisa dimainkan oleh oknum di Unit Layanan Pengadaan atau ULP. Hal tersebut juga kadang dikeluhkan para pengusaha.

Petrus berharap ada pembenahan di ULP. Sehingga untuk mendapatkan proyek, para kontraktor bisa bersaing secara sehat.

"Permintaan fee sebelum pengerjaan dimulai bisa dihilangkan. Kontraktor juga bisa bekerja tenang," harapnya.

Ketua DPD Gapeksindo Sulsel Andi Troy Martino menambahkan, cara seperti ini sebenarnya bukan rahasia umum. Bahkan sudah terjadi sejak zaman dulu.

"Sudah seperti hal yang biasa. Utamanya di proyek-proyek pemerintah. Sudah menjadi budaya. Bahkan sudah sampai transaksional," kata Martino saat dikonfirmasi, Selasa 22 Juni 2021.

Ia menjelaskan, seiring reformasi dan arah pemerintahan yang mengkampanyekan good and clean governance, praktik macam ini bahkan masih berlangsung. Padahal, lembaga anti rasuah sendiri mulai bermunculan.

"Tapi praktik ini masih berjalan walau dibawa bayang-bayang risiko hukum dan jabatan. Kenapa tetap eksis? banyak faktor. Seperti kekuasaan, ekonomi, politik, gaya kebudayaan kita di Indonesia seperti kekerabatan dan kekeluargaan yang saling menyanggah menjadi keutamaan," jelasnya.

Ia mengaku praktik ini masih akan terus berjalan. Jika tidak dibarengi dengan pengawasan yang baik dan penindakan.

"Poinnya praktik ini masih marak. Tetapi kami yakin ada arah positif untuk merubah budaya negatif ini, walau membutuhkan waktu yang lama," katanya.

Andi Sudirman Sulaiman Plt Gubernur Sulawesi Selatan meninjai ruas jalan di Toraja, Minggu 23 Mei 2021 / [SuaraSulsel.id / Istimewa]

Pokja Diacak, Tunjangan Dinaikkan

Pelaksana Tugas Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman mengaku budaya permintaan fee proyek harus dihilangkan. Pihaknya sudah buat sistem yang mulai diberlakukan bulan ini.

Sistem online itu akan mengacak Pokja. Nantinya PPK, Pengusaha dan Pokja tidak akan bisa bertemu.

"Karena diacak. PPK-nya juga nanti secara online sehingga tidak bisa ketemu. Tidak bisa lagi bikin deal-deal karena orangnya tidak permanen, tidak kayak kemarin," kata Sudirman.

Pihaknya juga sedang menggodok tambahan penghasilan untuk Anggota Pokja tersebut. Jumlahnya lebih besar dari sebelumnya.

"Ini kita buatkan sistem pelan-pelan agar tidak ada masalah di pengadaan barang dan jasa. Kita juga lagi menggodok perbaikan tunjangan mereka," tambahnya.

Panitia atau kelompok kerja (Pokja) lelang di Biro Pengadaan Barang dan Jasa akan mendapat tambahan penghasilan pegawai (TPP) yang besar. Bahkan bisa lebih banyak dari pejabat eselon II.

Plt Kepala Inspektorat Sulsel, Sulkaf S Latief mengatakan penggodokan pembayaran TPP Pokja bisa selesai bulan ini. Nantinya, nilai tunjangan yang diterima akan berdasarkan kinerja pokja di Unit Layanan Pengadaan (ULP).

"Bisa sekitar Rp 20 juta per bulannya, bahkan lebih," kata Sulkaf.

Ia bilang nilai besaran tunjangan bagi panitia lelang memang belum ditentukan. Hanya saja, pihaknya berencana menyetarakan TPP-nya dengan eselon II.

Upaya ini dilakukan agar tak ada lagi panitia lelang yang berani bermain proyek. Makanya tunjangan yang diberikan mesti lebih besar.

"Tidak main lagi saat proses lelang. Betul-betul menjalankan tugasnya dengan baik," ujarnya.

Plt Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Pemprov Sulsel, Bakti Haruni mengatakan, selama ini para panitia lelang kadang menerima TPP sebesar Rp 10 juta sampai Rp 12 juta per bulan. Nantinya rencananya akan diberikan lebih besar.

"Tambahan tersebut agar tak ada lagi yang bermain dengan kontraktor," tegasnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More