Sementara, pada uji klinis, manifestasi klinis yang didapatkan, rata-rata durasi gejala pada kelompok yang diberikan eucalyptus lebih baik, terutama pada gejala batuk, pilek, dan anosmia. Demikian juga pada nilai Neutrophil-Lymphocyte Ratio/NLR mengalami penurunan dan menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik.
Pada gambaran radiologi, secara umum juga mengalami perbaikan termasuk lima pasien yang tergolong moderat pneumonia mengalami perbaikan setelah mendapatkan terapi eucalyptus.
“Meskipun berdasarkan uji klinis produk ini dapat membantu mengurangi gejala klinis yang dirasakan penderita COVID-19, tapi penerapan protokol kesehatan dan pelaksanaan vaksinasi tetap menjadi pilihan utama dalam mencegah penularan COVID-19," kata Kepala BB Penelitian Veteriner ini.
Sementara itu, Ketua Tim Riset Eucalyptus, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, Arif Santoso, mengatakan, pihaknya harus melakukan terapi ke pasien COVID-19 yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Baca Juga: Pertama! Pfizer Uji Obat Covid-19 dalam Bentuk Pil
Menurut Arif Santoso, Universitas Hasanuddin bekerja sama dengan Balitbangtan Kementan, ingin membuktikan bahwa apa yang terjadi pada pengujian in vitro, uji hewan, dan uji laboratorium, kemudian diterjemahkan ke pasien.
“Kita menggunakan metode ilmiah yang standar, memang hasilnya baik. Posisinya, eucalyptus sebagai adjuvan artinya obat tambahan. Jadi pasien mendapat obat yang seharusnya dan eucalyptus. Hasilnya lebih baik dibandingkan tanpa eucalyptus. Itu yang kami dapatkan," katanya.
Arif Santoso menambahkan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, ke depan akan meneliti dalam jumlah sampel yang lebih besar sehingga bisa diaplikasikan secara luas ke masyarakat.
Sebelumnya, Berdasarkan studi terkait aktivitas antivirus senyawa 1,8-cineole pada SARS-CoV-2 melalui uji molecular docking yang dilakukan oleh Sharma & Kaur, pada tahun 2020, memperlihatkan bahwa Main protease (Mpro) atau chymotrypsin seperti protease (3CLpro) dari COVID-19, menjadi target potensial penghambatan replikasi coronavirus.
Senyawa 1,8-cineole yang juga disebut eucalyptol, adalah komponen utama dari minyak atsiri yang ditemukan dalam daun eucalyptus. Senyawa 1,8-cineole dalam eucalyptus memiliki kemampuan dalam menetralisir virus, anti inflamasi dan antimikroba. (Antara)
Baca Juga: Sebentar Lagi, Avigan Kembali Diuji Sebagai Obat Covid-19 di Jepang
Berita Terkait
-
Hukum Pakai Minyak Kayu Putih Saat Puasa, Batal atau Tidak?
-
Cara Menghilangkan Stiker pada Mobil dengan Mudah: Benda Sederhana Ini Jadi Kuncinya
-
Menilik 6 Manfaat Tersembunyi Minyak Kayu Putih untuk Kesehatan Rambut
-
5 Manfaat Minyak Eucalyptus bagi Kesehatan yang Jarang Diketahui
-
5 Tips Merawat Tanaman Eucalyptus dengan Mudah di Dalam Ruangan
Terpopuler
- Dedi Mulyadi Syok, Bapak 11 Anak dengan Hidup Pas-pasan Tolak KB: Kan Nggak Mesti Begitu
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Review Pabrik Gula: Upgrade KKN di Desa Penari yang Melebihi Ekspektasi
- Harga Tiket Pesawat Medan-Batam Nyaris Rp18 Juta Sekali Penerbangan
- Rekaman Lisa Mariana Peras Ridwan Kamil Rp2,5 M Viral, Psikolog Beri Komentar Menohok
Pilihan
-
Hasil Akhir! Pesta Gol, Timnas Indonesia U-17 Lolos Piala Dunia
-
Hasil Babak Pertama: Gol Indah Zahaby Gholy Bawa Timnas Indonesia U-17 Unggul Dua Gol
-
BREAKING NEWS! Daftar Susunan Pemain Timnas Indonesia U-17 vs Yaman
-
Baru Gabung Timnas Indonesia, Emil Audero Bongkar Rencana Masa Depan
-
Sosok Murdaya Poo, Salah Satu Orang Terkaya di Indonesia Meninggal Dunia Hari Ini
Terkini
-
Cuti Lebaran Usai! ASN Sulsel Wajib Ngantor Besok, Nekat Libur? Ini Sanksinya!
-
Balap Perahu Hias dan Lebaran Ketupat: Dua Tradisi Unik di Gorontalo dan Mataram
-
Gelap Ruang Jiwa: Bisnis Aksesori Binaan BRI yang Ekspansi Global Lewat BRI UMKM EXPO(RT) 2025
-
Batal Nikah Gegara Uang Panai? Rumah Calon Pengantin Pria di Jeneponto Hancur
-
Muhammadiyah Sindir Tata Kelola Kampus: Hindari Personal, Keluarga, dan Kelompok