SuaraSulsel.id - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (Balitbangtan Kementan) melakukan ekspose uji lanjutan penelitian eucalyptus yakni hasil pengujian in vitro, toksisitas, dan uji klinis, terhadap virus SARS-CoV-2 atau virus penyebab COVID-19 dengan hasil sangat menggembirakan.
"Hasil pengujian terhadap virus SARS-CoV-2 yakni pengujian toksisitas pada hewan model dan uji klinis pada manusia, yang dilakukan Balibangtan Kementan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin," kata Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner Kementan, NLP Indi Dharmayanti, pada talkshow "Satu Tahun Penelitian Eucalyptus", di Auditorium Puslitbang Perkebunan, Balitbang Kementan, di Kota Bogor, Rabu 4 Mei 2021.
Pembicara lainnya adalah, Ketua Tim Riset Eucalyptus, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar dan Kepala Balitbangtan Kementan Fadjry Djufry.
Menurut Indi Dharmayanti, pengujian toksisitas pada hewan model dan uji klinis pada manusia, hasilnya sangat menggembirakan.
Baca Juga: Pertama! Pfizer Uji Obat Covid-19 dalam Bentuk Pil
Zat aktif eucalyptol dapat menjadi pilihan pengobatan yang potensial, karena berdasarkan hasil uji molekuler docking mampu mengikat Mpro pada virus SARS CoV-2 sehingga sulit bereplikasi.
Indi menjelaskan, selama setahun terakhir, bersama tim penelitinya melakukan riset lanjutan terhadap eukalyptus mulai dari uji in vitro, toksisitas, hingga uji klinis, dengan menggunakan virus SARS CoV-2 atau dikenal COVID-19.
Tim Peneliti dari Balai Besar Penelitian Veteriner, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Balai Besar Pascapanen Pertanian, serta BB Pengembangan Mekanisasi Pertanian, telah melakukan riset gabungan dengan melibatkan akademisi dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"Hasilnya, sangat menggembirakan dan menjadi harapan bagi pengobatan COVID-19 di masa mendatang," katanya.
Menurut Indi, pengujian tersebut secara umum menunjukkan bahwa bahan tunggal maupun formula eucalyptus Balitbangtan yang diuji dapat menurunkan jumlah partikel dan daya hidup virus COVID-19, serta mengurangi kerusakan sel akibat infeksi COVID-19 secara in vitro.
Baca Juga: Sebentar Lagi, Avigan Kembali Diuji Sebagai Obat Covid-19 di Jepang
Hasil penelitian tersebut dinilai berdasarkan peningkatan CT Value uji realtime PCR/rRT-PCR, peningkatan nilai Optical Density uji MTT, dan mencegah munculnya cytophatic effect (CPE) pada kultur sel. Uji toksisitas per-inhalasi pada mencit (Mus musculus) tidak menunjukkan perubahan klinis, patologi, dan histopatologi pada mencit yang diuji.
Sementara, pada uji klinis, manifestasi klinis yang didapatkan, rata-rata durasi gejala pada kelompok yang diberikan eucalyptus lebih baik, terutama pada gejala batuk, pilek, dan anosmia. Demikian juga pada nilai Neutrophil-Lymphocyte Ratio/NLR mengalami penurunan dan menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik.
Pada gambaran radiologi, secara umum juga mengalami perbaikan termasuk lima pasien yang tergolong moderat pneumonia mengalami perbaikan setelah mendapatkan terapi eucalyptus.
“Meskipun berdasarkan uji klinis produk ini dapat membantu mengurangi gejala klinis yang dirasakan penderita COVID-19, tapi penerapan protokol kesehatan dan pelaksanaan vaksinasi tetap menjadi pilihan utama dalam mencegah penularan COVID-19," kata Kepala BB Penelitian Veteriner ini.
Sementara itu, Ketua Tim Riset Eucalyptus, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, Arif Santoso, mengatakan, pihaknya harus melakukan terapi ke pasien COVID-19 yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Menurut Arif Santoso, Universitas Hasanuddin bekerja sama dengan Balitbangtan Kementan, ingin membuktikan bahwa apa yang terjadi pada pengujian in vitro, uji hewan, dan uji laboratorium, kemudian diterjemahkan ke pasien.
“Kita menggunakan metode ilmiah yang standar, memang hasilnya baik. Posisinya, eucalyptus sebagai adjuvan artinya obat tambahan. Jadi pasien mendapat obat yang seharusnya dan eucalyptus. Hasilnya lebih baik dibandingkan tanpa eucalyptus. Itu yang kami dapatkan," katanya.
Arif Santoso menambahkan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, ke depan akan meneliti dalam jumlah sampel yang lebih besar sehingga bisa diaplikasikan secara luas ke masyarakat.
Sebelumnya, Berdasarkan studi terkait aktivitas antivirus senyawa 1,8-cineole pada SARS-CoV-2 melalui uji molecular docking yang dilakukan oleh Sharma & Kaur, pada tahun 2020, memperlihatkan bahwa Main protease (Mpro) atau chymotrypsin seperti protease (3CLpro) dari COVID-19, menjadi target potensial penghambatan replikasi coronavirus.
Senyawa 1,8-cineole yang juga disebut eucalyptol, adalah komponen utama dari minyak atsiri yang ditemukan dalam daun eucalyptus. Senyawa 1,8-cineole dalam eucalyptus memiliki kemampuan dalam menetralisir virus, anti inflamasi dan antimikroba. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Mengenal Klub Sassuolo yang Ajukan Tawaran Resmi Rekrut Jay Idzes
- 6 Pilihan HP RAM 12 GB Dibawah Rp2 Juta: Baterai Jumbo, Performa Ngebut Dijamin Anti Lag!
- Polemik Ijazah Jokowi Memanas: Anggota DPR Minta Pengkritik Ditangkap, Refly Harun Murka!
- 5 Pilihan Mobil Bekas Honda 3 Baris Tahun Muda, Harga Mulai Rp50 Jutaan
- 5 AC Portable Murah Harga Rp350 Ribuan untuk Kamar Kosan: Dinginnya Juara!
Pilihan
-
BREAKING NEWS! Hasil RUPS LIB: Liga 1 Super League, Liga 2 Jadi Championship
-
5 Rekomendasi HP Murah Memori 256 GB Harga di Bawah 2 Juta, Terbaik Juli 2025
-
Timnas Putri Indonesia Gagal, Media Asing: PSSI Cuma Pakai Strategi Instan
-
8 Pilihan Sepatu Gunung Hoka: Cengkeraman Lebih Kuat, Mendaki Aman dan Nyaman
-
Daftar 6 Sepatu Diadora Murah untuk Pria: Buat Lari Oke, Hang Out Juga Cocok
Terkini
-
Pasangan Pengusaha Ini Sukses Ekspor Craftote lewat Program BRI
-
Dosen Unhas Jadi Tersangka Pelecehan Seksual, Ini Tindakan Tegas Rektor
-
Didukung Program Pemerintah dan Transformasi Digital, BBRI Diproyeksi Melesat ke Rp5.400
-
Banjir Sulsel: Saat Peringatan Kalah Cepat dari Air Bah, Teknologi Tertidur Pulas
-
10 Muharram, 2025: Bagaimana Masyarakat Sulawesi Selatan Rayakan dengan Bubur Syura?