Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 21 April 2021 | 04:07 WIB
Masjid Al Jihad berhadapan langsung dengan Gereja Advent di Jalan Baji Ati 1 Nomor 49, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar / [SuaraSulsel.id / Muhammad Aidil]

SuaraSulsel.id - Kerukunan umat beragama ditunjukkan masyarakat di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Karena mereka mampu hidup berdampingan dengan masyarakat yang berbeda agama. Tanpa harus saling bermusuhan.

Toleransi antar pemeluk agama ini terlihat pada Masjid Al Jihad yang berhadapan langsung dengan Gereja Advent. Terletak di Jalan Baji Ati 1 Nomor 49, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar.

SuaraSulsel.id berkesempatan mengunjungi masjid dan gereja tersebut. Lokasinya berada di sebuah pemukiman warga yang memiliki jalanan kecil.

Antara Masjid Al Jihad dengan Gereja Advent hanya dipisahkan lorong kecil dan pagar bangunan Masjid Al Jihad dan Gereja Advent.

Baca Juga: Kunjungi Korban Bom Makassar, Risma Serahkan Santunan

Ketua Masjid Al Jihad, Margunawan, mengatakan Masjid Al Jihad dan Gereja Advent telah menjadi ikon toleransi umat beragama di Makassar.

"Ini menjadi ikon toleransi keberagaman betul. Karena kalau orang bertanya di mana Masjid Al Jihad pasti ketemu Gereja Advent. Kan di sini banyak gereja. Ada tiga gereja," kata Margunawan saat ditemui SuaraSulsel.id di depan Masjid Al Jihad, Selasa 20 April 2021.

Margunawan mengungkapkan sebelum menjadi Masjid Al Jihad, bangunan ini awalnya merupakan sebuah Musala. Sebagai tempat kegiatan ibadah para umat muslim yang berada di sekitar pemukiman Jalan Baji Ati 1, Makassar.

"Musala Al Jihad juga dulu namanya pada tahun 1980-an," ungkap Margunawan.

Namun seiring berjalannya waktu, kondisi bangunan musala hancur dimakan usia. Para pengurus kemudian berbondong-bondong melakukan perbaikan dengan membangun kembali bangunan tersebut menjadi sebuah masjid.

Baca Juga: Jadwal Buka Puasa Makassar dan Sekitarnya Selasa 20 April 2021

Masjid itu pun tetap diberi nama Masjid Al Jihad, yang tidak lepas dari nama bangunan sebelumnya. Nama Al Jihad diambil setelah melihat perjuangan pengurus yang tetap berusaha membangun masjid itu. Al Jihad memilik arti mendirikan sesuatu yang sangat susah.

"Kan namanya Jihad. Dan yang membangun mengatakan ini Al Jihad. Jadi seperti berjuang maknanya," terang Margunawan.

Luas bangunan Masjid Al Jihad, kata Margunawan, hanya dapat menampung 8 shaf hingga 12 shaf jemaah saja. Meski begitu, Margunawan tetap bersyukur sebab jemaah tetap antusias untuk menggunakan Masjid Al Jihad sebagai tempat kegiatan ibadah. Utamanya pada momentum bulan suci Ramadhan seperti sekarang ini.

"Jemaahnya dari pemukiman sini saja. Dan ada juga biasa jemaah dari luar datang ibadah. Selama Ramadhan kegiatan religi di sini aktif. Seperti pengajian dan taklim," kata dia.

"Kalau membangunkan sahur ya masing-masing. Kadang sekali-kali juga melalui pengeras suara masjid supaya mereka dengar. Tahun lalu kita sudah salat Idul Fitri di sini," tambah Margunawan.

Margunawan mengatakan, jumlah warga yang bermukim di Jalan Baji Ati 1, Makassar diketahui telah mencapai lebih dari 100 KK. Dengan berbagai kepercayaan agama masing-masing.

"Ada 100 KK lebih di sini. Tidak sampai 200 KK. Itu pun campur-campur. Ada Islam, ada non muslim. Ada juga yang mualaf di sini," ujar Margunawan.

"Waktu saya kecil gereja ini awalnya di belakang. Sekarang dia sudah beli tanah di sini, jadi gerejanya digeser ke sini. Saya belum lahir sudah ada ini dua tempat ibadah. Saya lahir tahun 1970," beber Margunawan.

Walaupun kedua tempat ibadah tersebut saling berhadapan langsung, namun sikap toleransi keberagaman kedua jemaah Masjid Al Jihad dan Gereja Advent tetap hidup rukun hingga sampai saat ini.

"Kalau mau dibilang toleransinya itu memang betul terjadi di sini. Dari dulu memang toleransinya. Bahkan, ini pagar (gereja) saya yang bangun. Ada tukangnya, saya jadi kulinya. Temboknya ini semenjak jadi gereja ini kita bangun," kata dia.

Aktivitas pelaksanaan ibadah di Masjid Al Jihad dan Gereja Advent selama ini juga berjalan dengan baik. Semua ini karena kedua pihak jemaah di lokasi itu dapat saling memahami dan tidak ingin bermusuhan.

"Ini kan ibadahnya mereka di Gereja hari Sabtu dan Rabu malam saja. Kalau kami di Masjid tiap waktu. Jadi tidak ada masalah. Kalau persoalan ibadah, ya masing-masing," kata dia.

"Kalau mereka ibadah kita tidak mengeluarkan suara, paling suaranya tidak sampai keluar ke atas kalau salat orang. Mereka di Gereja juga tidak keluar suaranya. Memang sekali-kali biasa yang lalu itu, mereka kasih keluar suaranya keras sekali. Jadi kami tegur, untuk saling toleransi. Saling beritahu saja karena tidak bisa jadi kalau tidak begitu. Alhamdulillah mereka mengerti jadi tidak ada masalah," sambung Margunawan.

Kontributor : Muhammad Aidil

Load More