Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 19 April 2021 | 11:11 WIB
Masjid As'said di kawasan Pecinan, Jalan Lombok, Makassar. Jemaahnya khusus laki-laki / [SuaraSulsel.id / Muhammad Aidil]

SuaraSulsel.id - Memasuki bulan suci Ramadhan, umat muslim berbondong-bondong melaksanakan salat berjemaah di masjid. Agar mendapatkan ganjaran pahala yang berlipat ganda.

Di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, ada sebuah masjid yang jemaahnya hanya dikhususkan untuk jemaah laki-laki. Masjid tersebut bernama Masjid As'said. Berada di kawasan Pecinan, Jalan Lombok, Makassar.

Bendahara Masjid As'said, Habib Ali Abdullah mengatakan, alasan jemaah perempuan tidak ada yang melaksanakan ibadah salat di Masjid As'said karena sudah menjadi budaya sejak dari dahulu di tempat itu.

Para pengurus pendahulu menjadikan salah satu hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa sebaik-baiknya ibadah salat perempuan dilaksanakan di rumah. Sebagai rujukan di Masjid As'said.

Baca Juga: Nyaman Saat Ramadhan, Kapolda Metro Jaya Instruksi Soal Knalpot Bising

"Orang-orang tua dulu mengikuti hadis Rasulullah SAW, kalau para wanita itu lebih afdol salat di rumah dari pada di masjid. Kan memang ada hadis begitu," kata Habib Ali kepada SuaraSulsel.id saat ditemui di Masjid As'said, Minggu 18 April 2021.

Dengan alasan itu, kata Habib Ali, setiap tahun dilaksanakannya salat tarawih di Masjid As'said. Tidak ada jemaah perempuan yang menjadi makmum di masjid itu.

Para jemaah pria yang sudah tahu betul situasi di Masjid As'said, akan lebih dahulu mengantar istrinya ke Masjid Raya, Makassar untuk melaksanakan ibadah. Sebelum berangkat menunaikan salat tarwih secara berjamaah di Masjid As'said.

"Kalau seperti tarwih, salat lima waktu, Jumat tidak pernah ada perempuan. Biasa kalau malam tarwih ada perempuan datang, rombongan tiga orang. Pas dia lihat tidak ada perempuan lain, pulang sendiri itu," kata dia.

"Sampai sekarang tidak ada jemaah wanita, kecuali musafir. Kita tetap sediakan alat-alat seperti mukenah, sehingga kalau ada musafir perempuan lewat sama suaminya tetap ada kita siapkan. Jadi jemaah yang mengerti keadaan di sini, kadang dia taruh istrinya di mesjid Raya, nanti pulang baru dia singgah ambil istrinya. Banyak jemaah begitu," tambah Habib Ali.

Baca Juga: Intip Tradisi Kuda Lumping Bangunkan Warga Sahur di Pagelaran Pandeglang

Habib Ali mengungkap Masjid As'said dibangun oleh sejumlah komunitas yang berasal dari negara Arab, India dan Pakistan pada tahun 1907 Masehi. Awalnya, masjid As'said dibangun dua tingkat.

Lantai pertama digunakan untuk menyiarkan ajaran-ajaran agama Islam. Sedangkan, lantai dua yang berada di ketinggian empat meter digunakan untuk tempat peristirahatan jemaah yang ingin melaksanakan ibadah haji di tanah suci, Mekkah.

Namun karena, di Makassar kala itu para pemimpinnya seperti Syekh Yusuf dan Raja Sultan Hasanuddin telah masuk Islam. Orang-orang Arab yang membangun Masjid As'said lebih leluasa untuk menyiarkan ajaran agama Islam.

"Dulu mereka ini kan suka musafir dan berdagang di samping dagang kan juga menyiarkan agama. Ada dua lantai dulu, lantai dua di ketinggian empat meter ada lantai. Lantai dua itu ditempati orang-orang pada jaman sebelum kemerdekaan, jemaah-jemaah haji yang transit di sini. Bermalam di atas situ. Jadi dulu itu luas lantainya seluas masjid, tapi lantai papan. Setelah itu dibongkarlah," ungkap Habib Ali.

SuaraSulsel.Id, berkesempatan mengunjungi Masjid As'said yang berada di tengah-tengah kompleks pecinaan tersebut. Desain Masjid As'said terlihat masih menggunakan arsitektur tempo dulu. Penuh dengan kaligrafi dan tulisan Arab.

"Iya, masih menggunakan desain lama. Tapi kita tidak pernah tahu rahasia di balik itu, cuma orang-orang mempertahankan itu," jelas Habib Ali.

Masjid As'said di kawasan Pecinan, Jalan Lombok, Makassar. Jemaahnya khusus laki-laki / [SuaraSulsel.id / Muhammad Aidil]

Khusus untuk tiang Masjid As'said sendiri, kata Habib Ali, semuanya ada empat. Empat tiang ini dibangun menggunakan keempat nama Khalifah yang bergelar Khulafaur Rasyidin, yakni Abu Bakar As Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.

"Kenapa diberi nama As'said? Saya sendiri juga tidak paham betul. Apa sebabnya pendahulu memberi nama itu. Orang Arab mungkin tahu apa artinya itu As'said. Simbol-simbol di dalam masjid seperti empat pilar besar itu diambil dari nama Khalifah. Adapun seperti arsitek-arsitek di dalam, saya tidak paham kenapa bentuknya begini. Karena orang-orang tua juga dulu tidak pernah cerita," beber Habib Ali.

Habib Ali mengemukakan awalnya orang-orang yang tinggal di sekitar Masjid As'said, mayoritas merupakan orang dari bangsa Arab. Namun, seiring perkembangan zaman, mereka pun memutuskan untuk hijrah ke tempat lain dan menjual rumah-rumah mereka kepada orang Cina.

Hingga akhirnya, kompleks di sekitar area Masjid As'said, kini telah dihuni oleh orang-orang Cina sampai sekarang.

"Dulu di sini, lebih banyak orang Arab. Nanti orang Arabnya sudah hijrah, pindah ke Surabaya, Jakarta. Dia jual rumahnya. Termasuk seperti Pak Umar Shihab, kan rumahnya kemarin di Nusantara itu dijual. Tapi setelah dia jual orang Cina yang kuasai, akhirnya tinggal Massjid Kompleks Pecinan. Mungkin karena kalah bersaing, akhirnya orang Cina semua yang beli," urai Habib Ali.

Pohon Kurma Berusia 40 Tahun

Luas lokasi Masjid As'said, kata Habib Ali, seluas sekitar 4000 meter persegi. Yang tak kalah menarik di Masjid As'said adalah pekarangannya ditumbuhi dua pohon kurma. Pohon kurma yang masih tumbuh subur hingga sekarang berada tepat di depan parkiran Masjid As'said.

"Dua itu pohon kurma di sini, yang tua itu di samping masjid. Tapi sudah ditebang karena mati. Itu yang sempat berbunga tapi tidak tinggal berbuah. Kalau yang di depan itu belum pernah berbunga," terang Habib Ali.

Habib menduga pohon kurma itu tumbuh secara liar di pekarangan Masjid As'said. Penyebabnya, berasal dari sampah biji kurma yang telah disantap oleh para jemaah saat berbuka puasa di Masjid As'said.

Usia pohon kurma di samping masjid yang telah ditebang karena mati telah mencapai 40 tahun. Sementara, pohon kurma yang berada di parkiran depan Masjid As'said telah berusia 10 tahunan.

"Itu tumbuh karena kemungkinan kalau bulan Ramadhan begini kan pasti orang makan-makan kurma. Tercecer bijinya dan akhirnya tubuh besar begitu. Tumbuh liar, dan akhirnya dipertahankan karena subur tumbuhnya," kata dia.

"Termasuk itu didepan kita pertahankan yang dua pohon. Yang di depan itu masih baru. Yang tua di samping masjid yang sempat berbunga tapi belum berbuah," sambung Habib Ali.

Jemaah yang ada di Masjid As'said, kata Habib Ali, semuanya kebanyakan dari luar kompleks Pecinan. Diantaranya berasal dari Kabupaten Gowa, Jalan BTP Makassar, Jalan Minasaupa dan daerah-daerah lainnya lagi.

"Kita jemaah di sini, orang-orang kantor, pegawai toko," ujar Habib Ali.

Meski begitu, Habib Ali tetap bersyukur karena Masjid As'said selalu dikunjungi oleh masyarakat untuk melaksanakan ibadah. Baik menunaikan salat maupun untuk berbuka puasa seperti pada momentum bulan suci Ramadhan sekarang ini.

"Selama Corona ini ternyata banyak yang kenal kita punya masjid. Karena waktu dulu Jumatan orang. Kita tetap buka ini masjid. Jadi satu tahun itu kita Jumatan terus yang penting cukup 40 orang jemaah,"

Selain itu, masyarakat Cina yang berada di sekitar area Masjid As'said ternyata juga kerap membantu para pengurus masjid. Untuk menyiapkan hidangan buka puasa bersama.

"Selama Ramadhan kita tetap buka puasa bersama. Karena banyak kita punya saudara-saudara yang narik becak, bentor. Bagusnya di sini karena orang-orang Cina juga kadang berpartisipasi kasih kita kue, gula untuk berbuka. Jadi kita tetap akrab. Jadi Alhamdulillah banyak saja rejeki yang datang untuk buka puasa," katanya.

Kontributor : Muhammad Aidil

Load More