Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 14 April 2021 | 08:54 WIB
Ilustrasi salah tangkap. [Shutterstock]

SuaraSulsel.id - Seorang anak laki-laki berinisial AG (12 tahun) diduga korban salah tangkap membuat video pengakuan. Kemudian diunggah oleh akun facebook Ivoen Muhammad.

Dalam video durasi 2,34 menit tersebut AG mengaku disiksa. Agar mengaku sebagai pelaku pencurian.

"Saya dibawa di belakang, dipukul perut dua kali, dilempar asbak, sampai pica bibirku berdarah. Langsung saya berbohong saya mengaku di situ, dari pada saya dipukul," ungkap AG dalam video yang beredar.

Video pengakuan AG tersebut direkam saat digelar pertemuan antara dua kakak adik RM (14) dan AG (12) dengan Kapolres Buton AKBP Gunarko. Mereka adalah korban diduga salah tangkap.

Baca Juga: Pelanggaran Kode Etik Polisi Naik Dua Kali Lipat, Apa Penyebabnya?

Pertemuan di Mapolres Buton tanggal 8 April 2021. Setelah aksi unjuk rasa menuntut Kapolres Buton mencopot Kapolsek Sampuabalo. Karena tidak bertanggung jawab atas tindakan penyidik dalam kasus tersebut.

Pengakuan AG dibenarkan kakaknya, RM (14 tahun). Saat konferensi pers di salah satu cafe di Kota Baubau, Senin (12/4/2021). RM mengatakan, ia ingin membersihkan namanya dan nama temannya Muslimin (22 tahun) yang saat ini sedang menjalani persidangan untuk kasus yang sama.

"Saya tetap mau bersihkan namaku. Dan membersihkan nama Muslimin, karena waktu itu kami sebut namanya. Sebab saat itu kami diarahkan untuk menjawab siapa pemilik mobil open cup warna hitam, dan kami jawab hanya Muslimin yang punya mobil itu di sini," jelas RM.

RM juga menyebut, dirinya disiksa dan ditodong menggunakan senjata oleh oknum polisi Polsek Sampuabalo.

"Diancam sama pak polisi, diancam pakai senjata di ruang penyidik. Bukan hanya hari itu, tapi juga hari-hari lain. Sempat ditampar 4 kali bagian pipi, dipukul juga di pipi 2 kali, sama diancam pakai senjata, ditodong pakai senjata di paha, di tangan, dan di kepala. Disuruh mengaku perbuatan yang tidak pernah saya lakukan," jelas RM.

Baca Juga: Kerahkan 800 Personel, Tempat Ngabuburit di Bogor Bakal Diawasi Polisi

Merasa tertekan dan diancam, RM terpaksa berbohong dan mengaku bahwa dialah pelaku pencurian tersebut.

Saat dikonfirmasi ke pihak Polres Buton, Kapolres membenarkan adanya pertemuan dengan korban pada tanggal 8 April 2021 lalu.

"Hukum sudah berproses, mari kita hormati, vonis sudah dijatuhkan bersalah, namun dalam bentuk pembinaan," jelas Kapolres Buton AKBP Gunarko, saat dikonfirmasi telisik.id -- jaringan Suara.com, Selasa (13/4/2021).

"Kalau memang ada dugaan kekerasan atau pemaksaan, kami siap menerima pengaduan melalui Pro PAM," imbuhnya.

Sebagai informasi, RM dan AG ditangkap atas dasar laporan pencurian oleh Samarudin di Polsek Sampuabalo, pada 1 Januari 2021. Mereka kemudian divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Pasar Wajo pada tanggal 24 Maret 2021.

Kuasa hukum terduga korban salah tangkap, RM dan AG, La Ode Abdul Haris menjelaskan, dua kakak beradik tersebut ditangkap atas kasus dugaan pencurian yang dilaporkan oleh Samarudin, pada 1 Januari 2021 lalu.

"Laporan tersebut atas dasar hilangnya sejumlah uang tunai senilai ratusan juta rupiah, HP dan laptop milik Samarudin di kediamannya Desa Koraa, Kecamatan Siotapina, Kabupaten Buton pada 24 Desember 2020," jelas Abdul Haris.

RM dan AG kemudian divonis hukuman 5 bulan oleh Pengadilan Negeri (PN) Pasarwajo pada Rabu (24/3/2021).

Kendati divonis hanya 5 bulan, RN dan AG tetap mengajukan banding, karena mereka merasa tidak melakukan pencurian itu.

La Ode Abdul Haris menambahkan, dalam perjalanan proses kasus ini terdapat beberapa hal yang menurutnya cacat hukum.

"Pertama laporan kehilangan tanggal 24 Desember 2020, pelapor kemudian melapor pada 1 Januari 2021 di Polsek Sampuabalo. Tanggal 3 Januari 2021, RM, AG dan Muslimin ditangkap oleh pihak Polsek Sampuabalo," jelasnya.

Saat dikonfirmasi ke pelapor, lanjutnya, pelapor mengetahui pelaku pencurian setelah proses penangkapan oleh Polsek Sampuabalo.

"Namun yang aneh adalah, pada isi laporan, pelapor langsung menyebut bahwa pelaku adalah Muslimin CS. Sementara pada proses hukum tidak ada yang menyaksikan bahwa Muslimin merupakan pelakunya," ungkap Abdul Haris.

Kedua, tidak memenuhi alat bukti pada saat proses persidangan.

"Bukti persidangan tidak memenuhi. Barang bukti yang dihadirkan adalah HP OPPO A12 sedangkan dalam laporan tertera barang bukti yang hilang adalah HP OPPO A11 K. Ibarat kasus motor mio yang hilang, yang dibawa di persidangan adalah motor scorpion," lanjutnya.

Selain dua kejanggalan tersebut, barang bukti uang tunai senilai Rp 100 juta juga tidak dimunculkan dalam fakta persidangan. Sementara dalam hasil bacaan dakwaan, hakim dapat menguraikan jumlah pecahan uang.

"Berikutnya adalah ibunya. Barang bukti yang diambil adalah uang PKH Ibu RM, senilai Rp 200 ribu dijadikan barang bukti disita dan disuruh menandatangani berita acara penyitaan yang dia tidak ketahui," urainya.

Hal yang paling menarik perhatian adalah RM dan AG mengaku disiksa untuk mengakui suatu perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan.

"Bahwa benar anak bernama AG alias NI, selama proses pemeriksaan anak tersebut mengalami penyiksaan secara berulang, untuk mengakui perbuatan tindak pidana, yang sama sekali mereka tidak melakukannya," ucap Abdul Haris.

"Sementara itu adik kita RM mengaku pencurian tersebut bukanlah dia pelakunya. Akan tetapi karena dipukul sebanyak dua kali dan diancam akan dibunuh oleh oknum polisi, dia lantas memberi keterangan bohong. Juga saudara kita AG dilempar menggunakan asbak," tutupnya.

Load More