SuaraSulsel.id - Pulau Lantigiang Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan, menjadi perbincangan masyarakat luas. Setelah dikabarkan dijual Rp 900 juta.
Padahal, jual beli pulau telah jelas dilarang sejak diterbitkannya UU nomor 27 tahun 2004 terkait pesisir dan pulau-pulau kecil, begitu pula pada UU terbaru nomor 1 tahun 2014.
Dengan UU itu, dipastikan Pulau Lantigiang sangat mustahil untuk diperjualbelikan, begitu pula dengan pulau-pulau lainnya.
Lebih dari itu, Pulau Lantigiang juga merupakan kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil karena termasuk Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate.
Baca Juga: Geger Pulau Lantigiang Dijual, Gubernur Sulsel : Baru Panjar Rp 10 Juta
Pulau Lantigiang memiliki keistimewaan dari pulau yang lain, khususnya pada pemanfaatan lahan yakni harus jelas peruntukannya.
Inilah yang membedakan antara lahan alam dengan lahan-lahan kawasan konservasi. Pulau Latigiang, salah satu pulau dari sekitar 130 pulau di Selayar, Sulsel.
Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah menegaskan bahwa pulau itu masuk dalam kawasan Taman Nasional Taka Bonerate yang dilindungi keberadaannya sesuai UU pesisir, yakni menjaga keseimbangan lingkungan dan menjaga keindahan.
Usai menerima kabar bahwa ada pulau yang diperjualbelikan di Kepulauan Selayar itu, Nurdin langsung meninjau lokasi sekaligus memastikan kondisi yang sebenarnya.
"Tidak ada satu alasan pun yang membenarkan jual beli pulau, termasuk untuk lahannya.Tidak akan mungkin untuk dibeli oleh siapa pun, karena sudah menjadi kawasan nasional," ujarnya.
Baca Juga: Beli Tanah di Pulau Lantigiang, Asdianti : Saya Ingin Bangun Water Bungalow
Pulau Lantigiang dengan luas sekitar 5,6 hektare ini berada di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate dan secara administrasi berada di wilayah Desa Jinato.
Pulau tersebut memiliki atol yang menarik. Didominasi oleh tumbuhan jenis cemara laut, santigi pasir dan ketapang. Juga menjadi tempat bertelur satwa luar dilindungi jenis penyu.
Jika pun sebuah pulau ingin dimanfaatkan, maka Pulau Lantigiang harus disesuaikan dengan zona pemanfaatannya. Seperti zona budi daya hasil laut, zona pariwisata, zona pendidikan dan pelatihan serta lainnya.
Polemik ini bermula dari kabar bahwa Pulau Lantigiang disebut telah dibeli seorang warga Kepulauan Selayar bernama Asdianti sebagai pengusaha bergerak di bidang pariwisata. Asdianti pun mengaku tidak membeli pulau melainkan hanya lahan pulaunya.
Lahan itu dibeli dengan tujuan pembangunan Water Bungalow yang nilai investasinya sekitar Rp25 miliar.
Sebagai pengusaha, Asdianti merasa bahwa sangat disayangkan jika pulau secantik Lantigiang tidak dikembangkan, apalagi dengan sejuta keindahan dan pemanfaatan yang ditawarkan. Salah satunya memiliki 'spot diving'.
Asdianti sebetulnya menyadari betul bahwa pembelian lahan Lantigiang dipastikan tidak disertai sertifikat hak milik, maka dia hanya meminta hak pengelolaan untuk pembangunan resort di kawasan itu.
Berita Terkait
Terpopuler
- Telat Gabung Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Rp31,29 Miliar Dicoret Kluivert Lawan China
- 7 Pilihan Mobil Bekas Murah di Bawah Rp30 Juta, Barang Lawas Performa Tetap Berkelas
- Kontroversi Bojan Hodak di Kroasia, Sebut Persib Bandung Hanya Tim Papan Bawah
- Dear Erick Thohir! Striker Pencetak 29 Gol Keturunan Kota Petir Ini Layak Dinaturalisasi
- 7 HP Murah dengan Kamera Jernih: Senjata Andalan Para Content Creator
Pilihan
-
7 Mobil Bekas Toyota-Suzuki: Harga Mulai Rp40 Jutaan, Cocok buat Keluarga Kecil
-
Kaesang Pangarep Dikabarkan Pamit dari Persis Solo, Kevin Nugroho: Masih Datang Kongres Lho
-
Bakal Debut Lawan China, Emil Audero Punya Kepercayaan Diri Tinggi!
-
BREAKING NEWS! Erick Thohir Mendadak Tinggalkan Kongres PSSI, Ada Apa?
-
5 Rekomendasi Mobil Tangguh dan Murah, Cocok Buat Pemula yang Baru Belajar Nyetir!
Terkini
-
Hapus Dosa 2 Tahun, Apa Itu Puasa Arafah? Niat dan Waktu Melaksanakan
-
Jangan Tertipu! Ini Bahaya Rokok Elektrik
-
Sulsel Jadi Pilot Project Koperasi Merah Putih Garuda Asta Cita Nusantara
-
"Sahabat Kecil.. Sudah Tidak Ada": Kisah Sultan, Bocah yang Lagunya Bikin Banjir Air Mata di Toraja
-
TPPU Syahrul Yasin Limpo: Jejak Uang Haram Masih Didalami