Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Sabtu, 21 November 2020 | 19:52 WIB
Ilustrasi ilmuwan. [Luvqs/Pixabay]

Untuk menghentikan siksaan terhadap para ilmuwan dan sejawatnya, Achmad Mochtar akhirnya memberi pernyataan sesuai keinginan Jepang. Sehingga ia dihukum pancung.

“Penjelasan peristiwa Mochtar melibatkan kompleksitas teknis vaksinasi terhadap tetanus. Aspek teknis ini muncul sebagai kelemahan paling mencolok dalam mendeteksi kebohongan yang dibangun untuk menyembunyikan kebenaran,"

"Penjabaran kisah sejarah ini sebelumnya melewatkan aspek teknis yang krusial tersebut dalam menganalisa niat, tindakan, dan tipu daya Jepang,” kata Prof. Sangkot.

Peristiwa ini dilihat sebagai benturan antara kebenaran ilmiah dan kebenaran politik. Saat terjadi pendudukan Jepang di Indonesia.

Baca Juga: Detik-detik Legenda Timnas Ricky Yacobi Meninggal Dunia Usai Cetak Gol

Ilmuwan Turki selesaikan fase 1 vaksin Covid-19. (Anadolu Agency)

Hal senada juga dikemukakan penulis lainnya, Kevin Baird.

Kevin berbicara tentang hubungan etis, antara kebenaran ilmiah dan perlakuan terhadap sains dalam konteks situasi yang berbeda.

Sementara itu, Prof. Irawan Yusuf, Guru Besar Fakultas Kedokteran Unhas, membedah peristiwa yang dialami Achmad Mochtar dalam perspektif interseksi antara sains, politik, dan bisnis.

“Sains bisa tumbuh dan berkembang karena ambisi. Baik ambisi personal maupun ambisi negara. Hal itu terjadi karena sains sudah dicampur diadukkan dengan politik. Dalam perkembangan dewasa ini, sains, politik, dan bisnis menjadikan sesuatu menjadi kompleks,” kata Irawan.

Narasumber lainnya adalah Uswatul Chabibah, mengulas proses terjemahan dan proses edit yang dilakukan terhadap buku yang aslinya berjudul “War Crimes in Japan Occupied Indonesia” yang diterbitkan pada tahun 2015.

Baca Juga: Detik-detik Legenda Timnas Ricky Yacobi Tak Sadarkan Diri di Lapangan

Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia terbit tahun 2020, oleh Penerbit Komunitas Bambu pada bulan September.

Load More